Direktur Indonesia Tourism Confucius Institute (TCI) Universitas Udayana I Made Sendra di Denpasar, Kamis, menjelaskan, festival musim semi yang dilaksanakan itu merupakan perayaan menyambut Tahun Baru Imlek dengan simbol hewan yang berganti.
"Tahun lalu singa sekarang simbolnya kelinci air, kelinci itu binatang yang mungil, cantik, cerdik, lincah dan selalu hidup berbahagia. Karena itu, tahun kelinci semoga dunia semakin mendapatkan berkah, terutama untuk pariwisata Bali," kata dia.
Baca juga: Kawasan wisata The Nusa Dua siap sambut wisatawan liburan Imlek
TCI yang berada di lingkup Fakultas Pariwisata itu mendukung jika ke depan ada penerbangan langsung dari beberapa daerah di China seperti sebelum pandemi, yaitu Guangzhou, Shenzhen dan Foshan, sehingga pariwisata Bali sepenuhnya pulih.
"Kita berharap setelah dibukanya jalur penerbangan langsung dari China ke Bali sampai Maret pariwisata Bali pasti akan pulih, karena orang China ada golden week," ujarnya.
Sendra menyampaikan bahwa terdapat libur panjang hingga sebulan lamanya di China, salah satunya pada saat perayaan Imlek, dan wisatawan China menjadi potensi besar bagi ekonomi pariwisata Bali.
"Kalau situasi normal kembali, pasti orang China akan berkegiatan dan Bali jadi favorit mereka. Harapan kita kalau pariwisata pulih, akan ada efek ganda untuk masyarakat Bali yang sangat luar biasa," tuturnya.
Baca juga: Pengurus vihara di Kuta prediksi kunjungan naik 100 persen saat Imlek
Dalam Spring Festival 2022 yang dilaksanakan di Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Sendra mengaku ingin mengenalkan kebudayaan China yang berdampingan dengan Bali.
Hal tersebut digambarkan dari penampilan seni dari jajaran mahasiswa, dengan pementasan utama tarian Kang Xing Wei yang menggambarkan histori Raja Jayapangus yang menikahi Kang Xing Wei.
"Jadi marwahnya kita adalah akulturasi budaya. Di pentas Kang Xing Wei dan Jayapangus dapat didengar suara musiknya merupakan gabungan instrumental China dengan Bali," jelas Sendra.
Dalam tarian tersebut dikisahkan pertemuan Raja Jayapangus dengan seorang perempuan China yang akhirnya terjadi perkawinan campuran.
"Jadi dari dulu sudah ada perkawinan campuran antara dua bangsa dan tentu jika terjadi akan ada persilangan budaya, nah artefak budaya seperti uang kepeng kalau di China jadi monumen tidak dipakai, sementara dalam budaya Bali masih kita lindungi," kata dia.
Baca juga: Ancol gelar Festival Lunar hingga Barongsai sambut Imlek tahun ini