Rahmad mengatakan saat ini situasi kondisi pandemi belum pulih 100 persen dan dari sisi geopolitik kondisinya sedang tidak menguntungkan secara ekonomi akibat perang Rusia dan Ukraina yang berdampak luar biasa terhadap perekonomian dunia.
Belum lagi, kata dia, pada 2023 dibayangi ancaman-ancaman resesi, inflasi, dan suku bunga yang tidak mudah diprediksi. Selain itu, ancaman kelangkaan pangan global perlu menjadi perhatian bagaimana dampaknya ke Indonesia.
"Saya kira itu menjadi salah satu alasan mengapa dikeluarkan perppu seperti yang disampaikan pemerintah. Disadari bahwa perppu ini sebenarnya subjektivitas pemerintah, subjektivitas presiden untuk menyikapi atau untuk mengeluarkan perppu," kata dia.
Meskipun subjektif, menurut dia, dalam mengambil keputusan dikeluarkannya perppu tetap berdasarkan objektivitas situasi dan kondisi di lapangan.
Rahmad menilai dikeluarkannya perppu sebagai 'kuda-kuda' untuk mengantisipasi jangan sampai perekonomian Indonesia jatuh semakin dalam.
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah perlu jelaskan urgensi Perppu Ciptaker
Baca juga: Komnas HAM: Perhatikan syarat objektif penerbitan perppu
Presiden Jokowi sudah berulang kali menyampaikan bahwa tahun 2023 adalah ancaman krisis. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya negara yang berharap mendapat bantuan IMF.Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah perlu jelaskan urgensi Perppu Ciptaker
Baca juga: Komnas HAM: Perhatikan syarat objektif penerbitan perppu
"Nah ini sebagai bentuk pasang kuda-kuda antisipasi jangan sampai terjebak ke dalam perekonomian yang semakin dalam dan suasana geopolitik yang merugikan dari sisi ekonomi, itu yang menjadi pertimbangan," ucapnya.
Rahmad bisa memaklumi dan memahami pihak yang menolak penerbitan perppu. Ia mengatakan jangankan perppu yang bersifat subjektif, terkadang undang-undang yang sudah melalui pembahasan panjang dengan melibatkan stakeholder, masyarakat, akademisi, dan lainnya tetap ada penolakan serta pro kontra.
"Hampir dipastikan memang tidak menyenangkan semua pihak. ada pro dan kontra, apalagi dengan adanya perppu yang memang subjektivitas pemerintah atas objektivitas kondisi di lapangan sehingga pemerintah mengeluarkan itu. Pro dan kontra bisa dipahami, setuju dan tidak setuju bisa dipahami," katanya.
Rahmad meminta semua pihak tidak hanya menyoroti perppu terkait isu tenaga kerja saja karena banyak klaster di dalamnya. Selain itu yang harus dipahami dengan terbitnya perppu bukan berarti UU Cipta Kerja akan segera disahkan begitu saja.
Dia mengatakan masih banyak ruang, meski perppu akhirnya diterima karena pemerintah harus membuat aturan turunan dan itulah ruang yang bisa dimanfaatkan semua pihak.
"Pemerintah harus melakukan pembahasan yang melibatkan semua stakeholder secara komprehensif, holistik, dan menyeluruh. Bahkan setelah itu ada ruang bagi teman-teman yang masih menolak untuk memanfaatkan ruang hukum di Mahkamah Konstitusi (MK)," ujarnya.