Hari Gizi Nasional alarm darurat tingkatkan pengawasan makanan anak
17 Januari 2023 14:18 WIB
Tangkapan layar Ketua Pengurus Pusat IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K) dalam "media brief" bertajuk "Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan" secara daring di Jakarta, Selasa (17/1/2023). (FOTO ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa Hari Gizi Nasional (HGN) 2023 yang akan diperingati pada 25 Januari menjadi alarm darurat (wake up call) bagi semua pihak untuk meningkatkan pengawasan terhadap makanan anak.
“Pemerintah harus turun tangan dan hadir untuk menjamin makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak kita dan oleh masyarakat pada umumnya itu adalah aman,” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam "media brief" bertajuk "Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan" yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan dengan adanya kejadian anak yang sakit akibat jajanan mengandung nitrogen cair yang dikenal dengan "chiki ngebul", Hari Gizi Nasional 2023 harus difokuskan pada pengawasan segala bentuk makanan yang dikonsumsi oleh anak.
Pengawasan, kata dia, dapat melibatkan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sekolah hingga keluarga sendiri.
Apalagi saat ini potensi anak mengkonsumsi makanan dengan kandungan berbahaya semakin marak di Indonesia. Di sisi lain, "junk food" juga semakin digemari sehingga banyak anak menderita obesitas.
Menurut dia setiap kontrol dalam peredaran makanan ada pada pemerintah. Dirinya berharap pemerintah dapat memberikan pengawasan yang lebih maksimal dan penguatan edukasi pada keluarga terkait pentingnya makanan alami, sehingga asupan gizi anak dapat terpenuhi dengan baik.
Sebab hal itu berdampak pada pembangunan kualitas sumber daya manusia, karena berkaitan dengan penyakit degeneratif dan sindrom metabolik seperti diabetes mellitus tipe 2 hingga hipertensi di usia remaja.
Baca juga: Kemkes: 10 kasus keracunan pangan akibat konsumsi nitrogen cair
Baca juga: Pakar: Telisik pangan bernitrogen cair perlu diperluas hingga vendor
Selain kandungan dalam makanan, katanya, hal lain yang menjadi alarm darurat adalah pemenuhan asupan protein hewani yang dapat mencegah anak terkena stunting.
Dalam hal ini, ia mengaku pemberian asupan protein hewani selaras dengan program yang sedang dijalankan IDAI.
“'Junk food' ini memang bukan hanya masalah di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia. Bahkan di Amerika Serikat sekitar 67 persen anak-anak dan remajanya konsumsinya adalah junk food,” kata Piprim Basarah Yanuarso.
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, Dr dr Muzal Kadim, Sp.A (K) menambahkan permasalahan tersebut sudah terjadi di seluruh dunia.
Konsumsi makanan dengan kandungan berbahaya seperti chiki ngebul, katanya, dapat berbahaya bagi tubuh. Sementara makanan dengan kandungan gula atau lemak yang sangat tinggi bisa memicu kadar kolestrol meningkat hingga terjadinya gangguan hati.
Menurutnya, pengawasan utama ada pada orang tua di rumah disusul oleh sekolah. Orang tua menjadi pihak utama yang setiap hari dengan leluasa dapat memeriksa apa saja jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak.
Sementara sekolah dapat bekerja sama dengan puskesmas untuk dikaitkan dengan Usaha Kegiatan Sekolah (UKS) untuk memeriksa status gizi anak.
“Kalau di sekolah itu kan ada kantin sekolah, yang seharusnya dikelola oleh sekolah. Sementara kalau penjualan di luar itu sulit, sekolah juga mau mengaturnya bagaimana? tapi itu biasanya ranah dinas kesehatan,” demikian Muzal Kadim.
Baca juga: BKKBN: HAN 2022 perkuat sinergi pemerintah selesaikan masalah gizi
Baca juga: Seharusnya tak ada gizi buruk di negara kaya pangan
Baca juga: Menkes minta semua pihak terlibat aktif perbaiki gizi anak bangsa
“Pemerintah harus turun tangan dan hadir untuk menjamin makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak kita dan oleh masyarakat pada umumnya itu adalah aman,” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam "media brief" bertajuk "Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan" yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan dengan adanya kejadian anak yang sakit akibat jajanan mengandung nitrogen cair yang dikenal dengan "chiki ngebul", Hari Gizi Nasional 2023 harus difokuskan pada pengawasan segala bentuk makanan yang dikonsumsi oleh anak.
Pengawasan, kata dia, dapat melibatkan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sekolah hingga keluarga sendiri.
Apalagi saat ini potensi anak mengkonsumsi makanan dengan kandungan berbahaya semakin marak di Indonesia. Di sisi lain, "junk food" juga semakin digemari sehingga banyak anak menderita obesitas.
Menurut dia setiap kontrol dalam peredaran makanan ada pada pemerintah. Dirinya berharap pemerintah dapat memberikan pengawasan yang lebih maksimal dan penguatan edukasi pada keluarga terkait pentingnya makanan alami, sehingga asupan gizi anak dapat terpenuhi dengan baik.
Sebab hal itu berdampak pada pembangunan kualitas sumber daya manusia, karena berkaitan dengan penyakit degeneratif dan sindrom metabolik seperti diabetes mellitus tipe 2 hingga hipertensi di usia remaja.
Baca juga: Kemkes: 10 kasus keracunan pangan akibat konsumsi nitrogen cair
Baca juga: Pakar: Telisik pangan bernitrogen cair perlu diperluas hingga vendor
Selain kandungan dalam makanan, katanya, hal lain yang menjadi alarm darurat adalah pemenuhan asupan protein hewani yang dapat mencegah anak terkena stunting.
Dalam hal ini, ia mengaku pemberian asupan protein hewani selaras dengan program yang sedang dijalankan IDAI.
“'Junk food' ini memang bukan hanya masalah di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia. Bahkan di Amerika Serikat sekitar 67 persen anak-anak dan remajanya konsumsinya adalah junk food,” kata Piprim Basarah Yanuarso.
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, Dr dr Muzal Kadim, Sp.A (K) menambahkan permasalahan tersebut sudah terjadi di seluruh dunia.
Konsumsi makanan dengan kandungan berbahaya seperti chiki ngebul, katanya, dapat berbahaya bagi tubuh. Sementara makanan dengan kandungan gula atau lemak yang sangat tinggi bisa memicu kadar kolestrol meningkat hingga terjadinya gangguan hati.
Menurutnya, pengawasan utama ada pada orang tua di rumah disusul oleh sekolah. Orang tua menjadi pihak utama yang setiap hari dengan leluasa dapat memeriksa apa saja jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak.
Sementara sekolah dapat bekerja sama dengan puskesmas untuk dikaitkan dengan Usaha Kegiatan Sekolah (UKS) untuk memeriksa status gizi anak.
“Kalau di sekolah itu kan ada kantin sekolah, yang seharusnya dikelola oleh sekolah. Sementara kalau penjualan di luar itu sulit, sekolah juga mau mengaturnya bagaimana? tapi itu biasanya ranah dinas kesehatan,” demikian Muzal Kadim.
Baca juga: BKKBN: HAN 2022 perkuat sinergi pemerintah selesaikan masalah gizi
Baca juga: Seharusnya tak ada gizi buruk di negara kaya pangan
Baca juga: Menkes minta semua pihak terlibat aktif perbaiki gizi anak bangsa
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023
Tags: