Tragedi Kanjuruhan
Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan minta presiden terbitkan perpu
16 Januari 2023 21:34 WIB
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) Imam Hidayat (berbaju putih) pada saat memberikan keterangan kepada media di Kota Malang, Jawa Timur, Senin (16/1/2023). (ANTARA/Vicki Febrianto)
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) meminta Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia.
Ketua Tatak Imam Hidayat di Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan bahwa sejumlah perwakilan Aremania sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu.
"Kami telah bertemu Pak Mahfud, beliau berkata bahwa perpu itu dalam keadaan mendesak dan tidak ada aturan yang mengatur, atau terjadi kekosongan, maka perpu dikeluarkan," kata Imam.
Imam menjelaskan, Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan telah melakukan riset dan tidak menemukan adanya Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sipil dan pihak kepolisian.
Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, lanjutnya, proses penyidikan dilakukan secara terpisah. Untuk anggota kepolisian dilakukan penyelidikan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) sementara untuk sipil dilakukan penyidik Polri.
Dengan latar belakang itu, diharapkan Presiden Joko Widodo bisa segera mengeluarkan perpu terkait Tragedi Kanjuruhan. Perpu itu, bertujuan untuk membentuk Tim Penyidik Independen sesuai rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.
"Karena belum ada satu aturan yang mengatur tentang tindak kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama itu. Saya sampaikan, supaya secepatnya (dikeluarkan) karena saat ini keadaan mendesak," ujarnya.
Ia menambahkan, Tim Tatak sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait permintaan pembuatan perpu tersebut, yang bertujuan mempercepat penanganan Tragedi Kanjuruhan yang memenuhi rasa keadilan kepada para korban.
Pada Senin (16/1), sidang perdana kasus Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap lima orang terdakwa yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Petugas Keamanan Kanjuruhan Suko Sutrisno dan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur nonaktif AKP Hasdarman.
Kemudian, Kabag Ops Polres Malang nonaktif Kompol Wahyi Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang nonaktif AKP Bambang Sidik Achmadi.
Pada 1 Oktober 2022, terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia dan menyebabkan ratusan orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Ketua Tatak Imam Hidayat di Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan bahwa sejumlah perwakilan Aremania sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu.
"Kami telah bertemu Pak Mahfud, beliau berkata bahwa perpu itu dalam keadaan mendesak dan tidak ada aturan yang mengatur, atau terjadi kekosongan, maka perpu dikeluarkan," kata Imam.
Imam menjelaskan, Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan telah melakukan riset dan tidak menemukan adanya Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sipil dan pihak kepolisian.
Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, lanjutnya, proses penyidikan dilakukan secara terpisah. Untuk anggota kepolisian dilakukan penyelidikan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) sementara untuk sipil dilakukan penyidik Polri.
Dengan latar belakang itu, diharapkan Presiden Joko Widodo bisa segera mengeluarkan perpu terkait Tragedi Kanjuruhan. Perpu itu, bertujuan untuk membentuk Tim Penyidik Independen sesuai rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.
"Karena belum ada satu aturan yang mengatur tentang tindak kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama itu. Saya sampaikan, supaya secepatnya (dikeluarkan) karena saat ini keadaan mendesak," ujarnya.
Ia menambahkan, Tim Tatak sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait permintaan pembuatan perpu tersebut, yang bertujuan mempercepat penanganan Tragedi Kanjuruhan yang memenuhi rasa keadilan kepada para korban.
Pada Senin (16/1), sidang perdana kasus Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap lima orang terdakwa yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Petugas Keamanan Kanjuruhan Suko Sutrisno dan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur nonaktif AKP Hasdarman.
Kemudian, Kabag Ops Polres Malang nonaktif Kompol Wahyi Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang nonaktif AKP Bambang Sidik Achmadi.
Pada 1 Oktober 2022, terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia dan menyebabkan ratusan orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Tags: