New York (ANTARA) - Dolar AS jatuh ke level terendah dalam sembilan bulan terakhir terhadap euro pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah data menunjukkan inflasi AS melambat, mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve akan kurang agresif dengan kenaikan suku bunganya ke depan.

Pergerakan yang lebih rendah dalam dolar terjadi ketika yen Jepang melonjak, mencapai level tertinggi lebih dari enam bulan terhadap greenback, di tengah laporan bahwa bank sentral Jepang (BoJ) dapat mengambil langkah lebih lanjut untuk mengatasi efek samping dari pelonggaran moneter.

Data AS menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) turun 0,1 persen pada Desember, menandai penurunan pertama dalam data sejak Mei 2020, ketika ekonomi terhuyung-huyung akibat gelombang pertama infeksi COVID-19.

Tekanan harga melambat karena siklus pengetatan kebijakan moneter tercepat bank sentral AS sejak 1980-an mengurangi permintaan, dan hambatan dalam rantai pasokan mereda.

"Tiga bulan angka inflasi inti yang relatif lebih ringan mulai membentuk tren ... yang dapat memacu Fed untuk memperlambat laju pengetatan lebih lanjut pada 1 Februari," kata Sal Guatieri, ekonom senior di BMO Capital Markets.

Pembuat kebijakan Fed menyatakan lega bahwa tekanan harga mereda, membuka jalan bagi kemungkinan perlambatan kenaikan suku bunga, tetapi mereka mengisyaratkan suku bunga target bank sentral masih cenderung naik di atas 5,0 persen dan bertahan di sana untuk beberapa waktu meskipun taruhan pasar sebaliknya.

Menyusul laporan IHK, dolar anjlok 1,0 persen terhadap euro, terlemah terhadap mata uang bersama sejak 21 April.

Euro telah didukung oleh pesan hawkish dari para pejabat Bank Sentral Eropa (ECB), dengan empat pejabat pada Rabu (11/1/2023) menyerukan kenaikan suku bunga tambahan.

"Ekspektasi kami adalah untuk kenaikan suku bunga 125 basis poin lagi dari ECB dan bertahan di sana sampai 2024," kata Chris Turner, kepala pasar global ING di London.

"Pandangan inti kami untuk kebijakan Fed versus kebijakan ECB adalah untuk dolar euro yang lebih kuat sepanjang tahun."

Terakhir, dolar turun 0,83 persen versus euro pada 1,0845 dolar dan turun 0,56 persen terhadap pound di 1,22195 dolar. Indeks dolar AS merosot 0,815 persen pada 102,20, level terendah sejak 6 Juni.

Greenback merosot sebanyak 2,7 persen terhadap yen, mencapai level terendah 6,5 bulan terhadap mata uang Jepang.

Yen didorong oleh laporan Yomiuri bahwa BoJ akan meninjau efek samping pelonggaran moneter pada pertemuan kebijakan minggu depan dan mungkin mengambil langkah tambahan untuk mengoreksi distorsi pada kurva imbal hasil.

Berita tersebut mengikuti perubahan mengejutkan BoJ pada Desember untuk kontrol kurva imbal hasil obligasi (YCC), meskipun langkah tersebut gagal mengatasi distorsi yang disebabkan di pasar obligasi oleh pembelian obligasi besar-besaran oleh bank sentral.

"Dengan laporan bahwa BoJ akan meninjau pengaturan kebijakan moneter yang longgar pada pertemuan mendatang, spekulasi telah berkembang bahwa pergeseran YCC lainnya akan terjadi pada kuartal ini," kata Mazen Issa, ahli strategi valas senior di TD Securities.

Itu kemungkinan akan terjadi pada pertemuan BoJ Januari, dan jika tidak, pada Maret, katanya.

"Kami memperkirakan 122 kuartal ini dan kemungkinan dalam waktu singkat," katanya tentang pasangan mata uang dolar-yen.

Dolar terakhir jatuh 2,41 persen versus yen di 129,35 yen per dolar.

Aussie naik 0,92 persen menjadi 0,69695 dolar AS, sedangkan kiwi naik 0,52 persen pada 0,63995 dolar AS.

Yuan di pasar luar negeri China berada pada level terkuatnya dalam lima bulan, di 6,7331 per dolar, di tengah optimisme bahwa ekonomi China sedang menuju pemulihan.

Sementara itu, bitcoin naik untuk hari kelima berturut-turut, mencapai level tertinggi dalam sebulan di 18.863 dolar AS.


Baca juga: Dolar AS jatuh, euro terangkat tertinggi 7 bulan jelang data inflasi
Baca juga: Rubel naik terhadap dolar dan euro dalam perdagangan yang ringan
Baca juga: Dolar menguat di awal sesi Asia, ditopang pelambatan Inflasi Jerman