"Ini terobosan luar biasa. Puluhan tahun negara abai dan menutup mata, juga mengabaikan hak-hak para korban dan keluarganya. Kalau terus menyangkal, kita bisa terperosok di lubang kesalahan yang sama," kata Juru Bicara DPP PSI Furqan AMC dalam keterangansnya di Jakarta, Kamis.
Menurut ia, pengakuan adanya kasus pelanggaran HAM berat itu penting untuk bekal pada masa depan agar tidak mengulangi perbuatan yang sama.
"Untuk perbaikan ke depan harus diawali dengan belajar dari masa lalu dan tulus mengakui jika ada kesalahan. Pengakuan ini adalah langkah berani sebagai bangsa berjiwa besar yang mau mengakui kekeliruan pada masa silam," kata Furqan.
Baca juga: Pemerintah Indonesia akui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu
Pada saat wafatnya Mbak Sipon, istri Widji Tukul, beberapa hari yang lalu, Furqan juga sudah meminta atensi agar pemerintah mengungkap kasus penghilangan paksa aktivis-aktivis demokrasi.
"Syukur alhamdulillah, Presiden Joko Widodo menyampaikan pengakuan adanya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Semoga berbagai kejadian kelam ini bisa jadi pelajaran dalam kurikulum sekolah maupun kampus agar generasi mendatang bisa belajar banyak dari kekeliruan ini," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam sedikitnya 12 peristiwa pada masa lalu.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi setelah menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Masa Lalu yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).
Baca juga: Komnas HAM sambut baik sikap Presiden akui 12 pelanggaran HAM berat
Presiden Jokowi mengaku telah membaca secara seksama laporan daritTim PPHAM yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi.
Presiden juga menyatakan bahwa dirinya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu.
Ke-12 peristiwa tersebut meliputi peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari di Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, penghilang orang secara paksa 1997-1998, dan kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, peristiwa Wasior Papua 2001-2002, peristiwa Wamena Papua 2003, dan peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.