MUI minta orang tua lebih selektif pilih lembaga pendidikan
12 Januari 2023 14:39 WIB
Aktivis perempuan yang tergabung dalam Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual berunjuk rasa di depan Mapolres Jombang di Jombang, Jawa Timur, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/wsj. (ANTARA FOTO/SYAIFUL ARIF)
Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta para orang tua lebih selektif dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak-anaknya.
"Orang tua harus lebih selektif memilih lembaga tempat menitipkan anaknya dan orang tua harus sering berkomunikasi dengan anak atas kondisi yang mereka dapati di tempat belajarnya," ujar Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI Masyhur Khamis dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan hal itu, menanggapi munculnya kasus kekerasan seksual yang dialami siswa atau santri belum lama ini
Beberapa waktu ini, kasus pelecehan seksual terhadap santriwati terjadi dalam waktu yang berdekatan, misalnya di Lampung dan Batang, Jawa Tengah.
Maraknya kasus-kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, kata Masyhur, sebenarnya bukan muncul belakangan ini.
Baca juga: Kemenag: Vonis mati Herry Wirawan agar kasus serupa tidak terulang
Ia menduga kasus serupa kemungkinan sudah berlangsung lama, namun korban tidak memiliki wadah untuk melapor.
"Selain lemahnya iman, lemahnya pengawasan di dalam institusi atau lembaga atau juga lemahnya kontrol sosial kita," kata dia.
Ia mengungkapkan sebenarnya kasus seperti ini pernah terjadi tetapi tidak tersebar karena masyarakat segan bicara atau belum ada salurannya.
Saat ini, kata dia, media sosial semakin terbuka sehingga semua peristiwa bisa tersampaikan.
Di satu sisi, Masyhuri mengajak aparat penegak hukum untuk rutin melaksanakan sosialisasi kepada pihak terkait untuk mencegah potensi pelecehan seksual terjadi.
Ketegasan penegak hukum, kata dia, dibutuhkan untuk memutus kasus ini agar tidak terulang.
"Bila sudah terjadi tentu aparat harus lebih tegas, tidak bertele-tele karena sungkan atau hal lain, sebab kasus-kasus seperti ini telah mencoreng lembaga agama yang sangat suci dan sakral," katanya.
Dia menilai ustaz yang menjadi pelaku pelecehan menggambarkan jika syahwat sudah menguasai diri, tidak ada lagi kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan dilihat oleh Sang Pencipta.
"Artinya nilai-nilai akidah, nilai-nilai akhlak sudah pupus dalam diri mereka. Mungkin mereka menduga perilaku tersebut tidak akan terbongkar oleh siapa pun tapi mereka lupa bahwa Allah SWT maha melihat lagi maha mengetahui,” ujarnya.
Baca juga: Minimnya pengetahuan jadi hambatan pelaporan kekerasan seksual
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan seksual diawali dari cara berpikir
"Orang tua harus lebih selektif memilih lembaga tempat menitipkan anaknya dan orang tua harus sering berkomunikasi dengan anak atas kondisi yang mereka dapati di tempat belajarnya," ujar Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI Masyhur Khamis dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan hal itu, menanggapi munculnya kasus kekerasan seksual yang dialami siswa atau santri belum lama ini
Beberapa waktu ini, kasus pelecehan seksual terhadap santriwati terjadi dalam waktu yang berdekatan, misalnya di Lampung dan Batang, Jawa Tengah.
Maraknya kasus-kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, kata Masyhur, sebenarnya bukan muncul belakangan ini.
Baca juga: Kemenag: Vonis mati Herry Wirawan agar kasus serupa tidak terulang
Ia menduga kasus serupa kemungkinan sudah berlangsung lama, namun korban tidak memiliki wadah untuk melapor.
"Selain lemahnya iman, lemahnya pengawasan di dalam institusi atau lembaga atau juga lemahnya kontrol sosial kita," kata dia.
Ia mengungkapkan sebenarnya kasus seperti ini pernah terjadi tetapi tidak tersebar karena masyarakat segan bicara atau belum ada salurannya.
Saat ini, kata dia, media sosial semakin terbuka sehingga semua peristiwa bisa tersampaikan.
Di satu sisi, Masyhuri mengajak aparat penegak hukum untuk rutin melaksanakan sosialisasi kepada pihak terkait untuk mencegah potensi pelecehan seksual terjadi.
Ketegasan penegak hukum, kata dia, dibutuhkan untuk memutus kasus ini agar tidak terulang.
"Bila sudah terjadi tentu aparat harus lebih tegas, tidak bertele-tele karena sungkan atau hal lain, sebab kasus-kasus seperti ini telah mencoreng lembaga agama yang sangat suci dan sakral," katanya.
Dia menilai ustaz yang menjadi pelaku pelecehan menggambarkan jika syahwat sudah menguasai diri, tidak ada lagi kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan dilihat oleh Sang Pencipta.
"Artinya nilai-nilai akidah, nilai-nilai akhlak sudah pupus dalam diri mereka. Mungkin mereka menduga perilaku tersebut tidak akan terbongkar oleh siapa pun tapi mereka lupa bahwa Allah SWT maha melihat lagi maha mengetahui,” ujarnya.
Baca juga: Minimnya pengetahuan jadi hambatan pelaporan kekerasan seksual
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan seksual diawali dari cara berpikir
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023
Tags: