KOBI soroti peran kurasi data dukung pengelolaan keanekaragaman hayati
10 Januari 2023 17:39 WIB
Ketua KOBI Budi Setiadi Daryono (kedua kiri) dalam diskusi terkait keanekaragaman hayati Indonesia di Jakarta, Selasa (10/1/2023) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) menyoroti peran kurasi data hayati untuk mendukung pelestarian karena itu pihaknya memulai penyusunan Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) dalam upaya pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia.
Dalam diskusi di Jakarta, Senin, Ketua KOBI sekaligus Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Budi Setiadi Daryono menjelaskan berdasarkan Living Planet Index dari 1970 sampai 2018 memperlihatkan penurunan populasi keanekaragaman hayati secara global sebesar 69 persen.
Secara khusus dia juga menyoroti bahwa hal serupa terjadi di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Untuk itu mereka memulai penyusunan IBI sejak 2020.
"Pada saat pandemi, bisa dilihat dari 2020, kami memulai dengan kurasi data hayati berbasis data-data digital yang ada. Kami ambil dari jurnal-jurnal," kata Budi.
Baca juga: Keanekaragaman hayati padang rumput bantu kendalikan penyakit tanaman
Baca juga: Yili Group presentasikan Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati
"Ini upaya baru di Indonesia, karena kita banyak data tapi kita tidak mampu menganalisis," tambahnya.
Dari 3.160 data yang diambil dari 195 referensi, kebanyakan dari jurnal, berhasil didapat data 530 klasifikasi famili, 1.300 genus dan 1.603 spesies yang kebanyakan berasal terkait kehidupan terestrial.
Selanjutnya pada 2021, KOBI melakukan penggalian data lewat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) kurator hayati yang mendapatkan 4.897 data terkait spesies yang diambil dari 230 referensi periode 1967-2018.
Dari sana berhasil teridentifikasi 639 familia dan 2.701 spesies.
"Belajar dari ini yang hanya kurang lebih dua tahun kami kumpulkan, kami optimis ke depan bisa, dengan bantuan seluruh stakeholder dan para ahli tentunya, untuk bisa menentukan sebenarnya metoda seperti apa. Plotnya mungkin perlu ditambah dan bagaimana cara mengevaluasi data-data ini supaya lebih berperan ke depannya," katanya.
Ke depan pihaknya berencana untuk meningkatkan sistem database, penyiapan lokasi petak permanen untuk pemantauan jangka panjang dan pengambilan data primer pada petak permanen serta sistem pendataan.
Penyusunan IBI sendiri dilakukan dengan kolaborasi bersama berbagai kementerian dan lembaga lain termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bappenas, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta lembaga swadaya masyarakat.*
Baca juga: PBB serukan bangun konsensus cetak biru keanekaragaman hayati di COP15
Baca juga: COP15 diharap hasilkan langkah akhiri kehancuran keanekaragaman hayati
Dalam diskusi di Jakarta, Senin, Ketua KOBI sekaligus Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Budi Setiadi Daryono menjelaskan berdasarkan Living Planet Index dari 1970 sampai 2018 memperlihatkan penurunan populasi keanekaragaman hayati secara global sebesar 69 persen.
Secara khusus dia juga menyoroti bahwa hal serupa terjadi di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Untuk itu mereka memulai penyusunan IBI sejak 2020.
"Pada saat pandemi, bisa dilihat dari 2020, kami memulai dengan kurasi data hayati berbasis data-data digital yang ada. Kami ambil dari jurnal-jurnal," kata Budi.
Baca juga: Keanekaragaman hayati padang rumput bantu kendalikan penyakit tanaman
Baca juga: Yili Group presentasikan Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati
"Ini upaya baru di Indonesia, karena kita banyak data tapi kita tidak mampu menganalisis," tambahnya.
Dari 3.160 data yang diambil dari 195 referensi, kebanyakan dari jurnal, berhasil didapat data 530 klasifikasi famili, 1.300 genus dan 1.603 spesies yang kebanyakan berasal terkait kehidupan terestrial.
Selanjutnya pada 2021, KOBI melakukan penggalian data lewat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) kurator hayati yang mendapatkan 4.897 data terkait spesies yang diambil dari 230 referensi periode 1967-2018.
Dari sana berhasil teridentifikasi 639 familia dan 2.701 spesies.
"Belajar dari ini yang hanya kurang lebih dua tahun kami kumpulkan, kami optimis ke depan bisa, dengan bantuan seluruh stakeholder dan para ahli tentunya, untuk bisa menentukan sebenarnya metoda seperti apa. Plotnya mungkin perlu ditambah dan bagaimana cara mengevaluasi data-data ini supaya lebih berperan ke depannya," katanya.
Ke depan pihaknya berencana untuk meningkatkan sistem database, penyiapan lokasi petak permanen untuk pemantauan jangka panjang dan pengambilan data primer pada petak permanen serta sistem pendataan.
Penyusunan IBI sendiri dilakukan dengan kolaborasi bersama berbagai kementerian dan lembaga lain termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bappenas, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta lembaga swadaya masyarakat.*
Baca juga: PBB serukan bangun konsensus cetak biru keanekaragaman hayati di COP15
Baca juga: COP15 diharap hasilkan langkah akhiri kehancuran keanekaragaman hayati
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023
Tags: