Satelit nano pertama karya anak bangsa Indonesia mengorbit di LEO
6 Januari 2023 16:44 WIB
Tangkapan layar Satelit nano pertama buatan ilmuwan muda Indonesia lulusan Universitas Surya, Surya Satellite-1 (SS-1), mengorbit di Low Earth Orbit (LEO) pada Jumat (6/1/2023). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Satelit nano pertama karya insinyur muda Indonesia lulusan Universitas Surya, Surya Satellite-1 (SS-1), mengorbit di Low Earth Orbit (LEO) setelah diluncurkan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional dengan modul deployer milik Japan Aerospace Exploration Agency, Jumat.
"Peluncuran dan pelepasan SS-1 menuju orbit akan memberikan suntikan motivasi terhadap pentingnya penguasaan teknologi satelit untuk Indonesia," kata Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robertus Heru Triharjanto dalam acara peluncuran satelit tersebut yang diikuti dalam jaringan di Jakarta.
SS-1 membawa muatan berupa modul radio amatir yang berfungsi memancarkan ulang sinyal radio yang didapat dari Bumi. SS-1 merupakan satelit nano atau CubeSat yang berukuran 10x10x11,35 cm dengan berat 1-1,3 kg, lebih kecil dari satelit mikro atau TubeSat yang biasanya memiliki berat 50-70 kg.
Misi SS-1 adalah Automatic Packet Reporting System (APRS) yang berfungsi sebagai media komunikasi via satelit dalam bentuk teks singkat. Teknologi tersebut dapat dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh, dan komunikasi darurat.
Melalui proses pelepasan satelit menuju orbit LEO tersebut, SS-1 mengorbit di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi dengan sudut inklinasi 51,7 derajat. Satelit itu diperkirakan akan melintasi wilayah Indonesia tiap 1,5-2 jam.
Proyek SS-1 diinisiasi oleh insinyur muda Indonesia dari Universitas Surya yang bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) sejak Maret 2016.
Pada 2017, proyek SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit Lapan yang sekarang merupakan Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN.
Proyek pengembangan satelit SS-1 terealisasi melalui dukungan dan kolaborasi multipihak antara lain tim insinyur muda bersama PT Pasifik Satelit Nusantara, ORARI, PT Pudak Scientific, BRIN, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca juga: Satelit Nano pertama Indonesia segera meluncur ke ISS via SpaceX
Ketua Proyek Surya Satellite-1 Setra Yoman Prahyang mengatakan SS-1 dikembangkan oleh tujuh orang mahasiswa yang saat ini sudah menjadi alumnus Universitas Surya, yakni Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.
Peluncuran dan pelepasan SS-1 ke orbit juga tak lepas dari peran United Nations Office for Outer Space Affairs dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Pada Februari 2018, tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCUBE yang diinisiasi oleh kedua organisasi antariksa tersebut.
Pada Agustus 2018, tim SS-1 diumumkan menjadi pemenang pada lomba itu sehingga memperoleh slot peluncuran satelit berukuran nano dari Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS).
Setelah diumumkan menjadi pemenang sayembara KiboCUBE, pada Agustus 2018 Setra dan timnya melakukan perjanjian kerja sama dengan Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN untuk bimbingan pembuatan satelit nano, pengadaan berbagai komponen space grade, dan pemakaian alat pengujian yang diperlukan dalam pembuatan SS-1.
Dalam Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 pada November 2018 di Singapura, tim SS-1 melakukan perjanjian kerja sama dengan JAXA terkait bimbingan proses pembuatan satelit nano yang terdiri atas beberapa fase reviu.
Baca juga: Kominfo dukung pengembangan satelit nano Indonesia
Pada Februari 2019, tim SS-1 melakukan kerja sama dengan PT Pudak Scientific di Bandung, Jawa Barat untuk proses pengadaan manufaktur struktur dari SS-1.
"Sejak awal pengembangan proyek SS-1, kami telah banyak dibantu oleh para periset teknologi satelit. Melalui bimbingan ini juga, desain satelit kami dapat bersaing dengan CubeSat internasional lainnya sehingga kami memenangkan sayembara KiboCUBE dan kami memperoleh slot peluncuran dari ISS," tutur Setra.
Pada Juni 2022, SS-1 lolos tahapan Reviu Fase 03 dan Safety Review Panel oleh para insinyur JAXA. SS-1 kemudian dikirimkan ke Jepang dan diserahterimakan kepada JAXA sebagai pihak peluncur di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022. Selanjutnya, satelit tersebut dipasang pada modul deployer, Modul JSSOD.
Satelit telah diluncurkan menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan menggunakan roket SpaceX CRS-26 pada 27 November 2022, dari NASA Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, dan dilepaskan dari ISS menuju orbit LEO pada Jumat.
"Melalui pelepasan SS-1 ke orbit ini, kami berharap dapat mempromosikan nano satellite pertama Indonesia yang akan diorbitkan ke luar angkasa. Sekaligus juga ingin menginspirasi praktisi, akademisi dan peneliti generasi muda di Indonesia khususnya di bidang keantariksaan,” ujar Setra.
Baca juga: Kemenhub kaji penggunaan satelit nano dukung sektor perhubungan
Baca juga: Lapan Targetkan Mampu Orbitkan Satelit Sendiri
"Peluncuran dan pelepasan SS-1 menuju orbit akan memberikan suntikan motivasi terhadap pentingnya penguasaan teknologi satelit untuk Indonesia," kata Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robertus Heru Triharjanto dalam acara peluncuran satelit tersebut yang diikuti dalam jaringan di Jakarta.
SS-1 membawa muatan berupa modul radio amatir yang berfungsi memancarkan ulang sinyal radio yang didapat dari Bumi. SS-1 merupakan satelit nano atau CubeSat yang berukuran 10x10x11,35 cm dengan berat 1-1,3 kg, lebih kecil dari satelit mikro atau TubeSat yang biasanya memiliki berat 50-70 kg.
Misi SS-1 adalah Automatic Packet Reporting System (APRS) yang berfungsi sebagai media komunikasi via satelit dalam bentuk teks singkat. Teknologi tersebut dapat dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh, dan komunikasi darurat.
Melalui proses pelepasan satelit menuju orbit LEO tersebut, SS-1 mengorbit di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi dengan sudut inklinasi 51,7 derajat. Satelit itu diperkirakan akan melintasi wilayah Indonesia tiap 1,5-2 jam.
Proyek SS-1 diinisiasi oleh insinyur muda Indonesia dari Universitas Surya yang bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) sejak Maret 2016.
Pada 2017, proyek SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit Lapan yang sekarang merupakan Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN.
Proyek pengembangan satelit SS-1 terealisasi melalui dukungan dan kolaborasi multipihak antara lain tim insinyur muda bersama PT Pasifik Satelit Nusantara, ORARI, PT Pudak Scientific, BRIN, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca juga: Satelit Nano pertama Indonesia segera meluncur ke ISS via SpaceX
Ketua Proyek Surya Satellite-1 Setra Yoman Prahyang mengatakan SS-1 dikembangkan oleh tujuh orang mahasiswa yang saat ini sudah menjadi alumnus Universitas Surya, yakni Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.
Peluncuran dan pelepasan SS-1 ke orbit juga tak lepas dari peran United Nations Office for Outer Space Affairs dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Pada Februari 2018, tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCUBE yang diinisiasi oleh kedua organisasi antariksa tersebut.
Pada Agustus 2018, tim SS-1 diumumkan menjadi pemenang pada lomba itu sehingga memperoleh slot peluncuran satelit berukuran nano dari Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS).
Setelah diumumkan menjadi pemenang sayembara KiboCUBE, pada Agustus 2018 Setra dan timnya melakukan perjanjian kerja sama dengan Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN untuk bimbingan pembuatan satelit nano, pengadaan berbagai komponen space grade, dan pemakaian alat pengujian yang diperlukan dalam pembuatan SS-1.
Dalam Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 pada November 2018 di Singapura, tim SS-1 melakukan perjanjian kerja sama dengan JAXA terkait bimbingan proses pembuatan satelit nano yang terdiri atas beberapa fase reviu.
Baca juga: Kominfo dukung pengembangan satelit nano Indonesia
Pada Februari 2019, tim SS-1 melakukan kerja sama dengan PT Pudak Scientific di Bandung, Jawa Barat untuk proses pengadaan manufaktur struktur dari SS-1.
"Sejak awal pengembangan proyek SS-1, kami telah banyak dibantu oleh para periset teknologi satelit. Melalui bimbingan ini juga, desain satelit kami dapat bersaing dengan CubeSat internasional lainnya sehingga kami memenangkan sayembara KiboCUBE dan kami memperoleh slot peluncuran dari ISS," tutur Setra.
Pada Juni 2022, SS-1 lolos tahapan Reviu Fase 03 dan Safety Review Panel oleh para insinyur JAXA. SS-1 kemudian dikirimkan ke Jepang dan diserahterimakan kepada JAXA sebagai pihak peluncur di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022. Selanjutnya, satelit tersebut dipasang pada modul deployer, Modul JSSOD.
Satelit telah diluncurkan menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan menggunakan roket SpaceX CRS-26 pada 27 November 2022, dari NASA Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, dan dilepaskan dari ISS menuju orbit LEO pada Jumat.
"Melalui pelepasan SS-1 ke orbit ini, kami berharap dapat mempromosikan nano satellite pertama Indonesia yang akan diorbitkan ke luar angkasa. Sekaligus juga ingin menginspirasi praktisi, akademisi dan peneliti generasi muda di Indonesia khususnya di bidang keantariksaan,” ujar Setra.
Baca juga: Kemenhub kaji penggunaan satelit nano dukung sektor perhubungan
Baca juga: Lapan Targetkan Mampu Orbitkan Satelit Sendiri
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023
Tags: