Keluarga Penerima Manfaat Mataram olah sampah 1,8 ton jadi biogas
6 Januari 2023 15:55 WIB
Keluarga penerima manfaat (KPM) uji coba pengolahan sampah organik menjadi n Biogas mini rumahan (BioMiru), sebagai solusi pengolahan limbah sampah rumah tangga menjadi energi di Kelurahan Rembiga, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Foto: ANTARA/HO Lurah Rembiga)
Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kelurahan Rembiga Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat mengatakan enam keluarga penerima manfaat (KPM) di Kelurahan Rembiga berhasil melakukan uji coba pengolahan sampah organik menjadi biogas sehingga mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) sekitar 1,8 ton per bulan.
Lurah Rembiga Kota Mataram Husaini di Mataram, Jumat, mengatakan sampah organik yang diolah menjadi Biogas mini rumahan (BioMiru) adalah sampah rumah tangga yang basah termasuk kotoran sapi.
"Dalam sehari satu KPM membutuhkan sekitar 10 kilogram hingga 25 kilogram sampah organik basah," katanya.
Dengan demikian, sambungnya, kalau saja diambil kebutuhan minimal 10 kilogram di kali enam KPM maka sehari 60 kilogram dan jika di kali 30 hari maka sampah yang diolah menjadi 1,8 ton.
"Apalagi kalau kita ambil kebutuhan maksimal 25 kilogram per hari, maka sampah organik yang diolah dalam sebulan bisa mencapai 4,5 ton," katanya.
Menurut keterangan salah satu KPM, lanjut Husaini, biogas yang dihasilkan dengan 10-25 kilogram sampah organik itu digunakan setiap hari untuk memasak untuk tujuh orang anggota keluarga selama dua jam pagi dan sore.
"Itu pun masih bisa digunakan lagi, pada untuk malam dan hari berikutnya. Untuk kepastian berapa kilogram hasil biogasnya, kami belum terima laporan secara detail," katanya.
Baca juga: Selaparang Mataram olah sampah organik jadi biogas
Baca juga: Mataram jadi lokasi percontohan pengolahan sampah jadi biogas
Husaini menilai, pengolahan sampah organik menjadi biogas yang dimulai pada 2022 ini cukup efektif mengurangi pembuangan sampah rumah tangga yang dibuang ke TPS, termasuk limbah kotoran sapi.
Ia mengatakan keberhasilan pengolahan sampah menjadi biogas di Kewlurahan Rembiga akan dicontoh Kecamatan Selaparang dengan melaksanakan program serupa secara komunal untuk pengurangan sampah yang dibuang ke sungai dan tidak terlayani kendaraan roda tiga.
Persyaratan untuk program pengolahan limbah sampah rumah tangga menjadi energi ini minimal harus memiliki lahan 2x2,5 meter, sebagai tempat pembuatan pengolahan limbah dan instalasi.
"Enam KPM kami yang menjadi lokasi uji coba ini, mendapatkan bantuan dari dana pokok-pokok pikiran anggota DPRD Kota Mataram daerah pemilihan Rembiga. Jadi untuk nilainya kami kurang tahu," katanya.
Tapi, sambungnya, informasi dari Rumah Energi selaku pihak kerja sama menyebutkan, untuk pembuatan secara mandiri dibutuhkan anggaran sekitar Rp5juta hingga Rp6 juta per satu instalasi BioMiru.
"Kebutuhan anggarannya memang cukup besar, tapi kita lihat manfaat jangka panjang dan upaya pengurangan sampah. KPM juga bisa berhemat tidak membeli gas elpiji karena kebutuhannya sudah terpenuhi dari sampah rumah tangga sendiri dan warga sekitar," katanya.
Baca juga: Pemkot: Volume sampah dibuang ke TPA berkurang hingga 25 ton
Baca juga: DLH: Program pilah sampah mampu kurangi volume ke TPA hingga 30 ton
Lurah Rembiga Kota Mataram Husaini di Mataram, Jumat, mengatakan sampah organik yang diolah menjadi Biogas mini rumahan (BioMiru) adalah sampah rumah tangga yang basah termasuk kotoran sapi.
"Dalam sehari satu KPM membutuhkan sekitar 10 kilogram hingga 25 kilogram sampah organik basah," katanya.
Dengan demikian, sambungnya, kalau saja diambil kebutuhan minimal 10 kilogram di kali enam KPM maka sehari 60 kilogram dan jika di kali 30 hari maka sampah yang diolah menjadi 1,8 ton.
"Apalagi kalau kita ambil kebutuhan maksimal 25 kilogram per hari, maka sampah organik yang diolah dalam sebulan bisa mencapai 4,5 ton," katanya.
Menurut keterangan salah satu KPM, lanjut Husaini, biogas yang dihasilkan dengan 10-25 kilogram sampah organik itu digunakan setiap hari untuk memasak untuk tujuh orang anggota keluarga selama dua jam pagi dan sore.
"Itu pun masih bisa digunakan lagi, pada untuk malam dan hari berikutnya. Untuk kepastian berapa kilogram hasil biogasnya, kami belum terima laporan secara detail," katanya.
Baca juga: Selaparang Mataram olah sampah organik jadi biogas
Baca juga: Mataram jadi lokasi percontohan pengolahan sampah jadi biogas
Husaini menilai, pengolahan sampah organik menjadi biogas yang dimulai pada 2022 ini cukup efektif mengurangi pembuangan sampah rumah tangga yang dibuang ke TPS, termasuk limbah kotoran sapi.
Ia mengatakan keberhasilan pengolahan sampah menjadi biogas di Kewlurahan Rembiga akan dicontoh Kecamatan Selaparang dengan melaksanakan program serupa secara komunal untuk pengurangan sampah yang dibuang ke sungai dan tidak terlayani kendaraan roda tiga.
Persyaratan untuk program pengolahan limbah sampah rumah tangga menjadi energi ini minimal harus memiliki lahan 2x2,5 meter, sebagai tempat pembuatan pengolahan limbah dan instalasi.
"Enam KPM kami yang menjadi lokasi uji coba ini, mendapatkan bantuan dari dana pokok-pokok pikiran anggota DPRD Kota Mataram daerah pemilihan Rembiga. Jadi untuk nilainya kami kurang tahu," katanya.
Tapi, sambungnya, informasi dari Rumah Energi selaku pihak kerja sama menyebutkan, untuk pembuatan secara mandiri dibutuhkan anggaran sekitar Rp5juta hingga Rp6 juta per satu instalasi BioMiru.
"Kebutuhan anggarannya memang cukup besar, tapi kita lihat manfaat jangka panjang dan upaya pengurangan sampah. KPM juga bisa berhemat tidak membeli gas elpiji karena kebutuhannya sudah terpenuhi dari sampah rumah tangga sendiri dan warga sekitar," katanya.
Baca juga: Pemkot: Volume sampah dibuang ke TPA berkurang hingga 25 ton
Baca juga: DLH: Program pilah sampah mampu kurangi volume ke TPA hingga 30 ton
Pewarta: Nirkomala
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023
Tags: