Kisah transformasi desa hutan jadi resor berselimut salju di China
4 Januari 2023 17:32 WIB
Pemandangan malam hari rumah-rumah penduduk di Kampung Salju China. Musim salju di daerah itu bisa berlangsung hingga tujuh bulan, sedangkan ketebalan salju rata-rata tahunan bisa mencapai 2,6 meter karena lokasi dan karakteristik iklimnya yang unik (Xinhua)
Harbin (ANTARA) - Setelah menempuh perjalanan sekitar 280 kilometer dari Harbin, ibu kota Provinsi Heilongjiang yang berlokasi paling utara di China, sebuah desa kecil dengan pemandangan menakjubkan terbentang di hadapan para pengunjung. Kampung Salju China (China Snow Town),
Kampung Salju China merupakan sebuah desa unik yang terkenal dengan pemandangan saljunya di Pertanian Hutan Shuangfeng di Kota Mudanjiang. Desa ini telah bertransformasi dari pertanian hutan menjadi objek wisata populer dalam kurun waktu sekitar 20 tahun.
Desa tersebut memiliki vegetasi yang lebat dan sulit untuk mengangkut kayu dari sana akibat salju yang lebat. Musim salju di desa itu bisa berlangsung hingga tujuh bulan, sedangkan ketebalan salju rata-rata tahunan bisa mencapai 2,6 meter karena lokasi dan karakteristik iklimnya yang unik.
Dengan berkurangnya produksi kayu, aktivitas penebangan pun kehilangan masa kejayaannya. "Banyak pekerja kehutanan akhirnya pergi meninggalkan desa untuk bekerja di luar kota, namen tak ada satu pun yang berminat membeli rumah saya dengan harganya hanya 500 yuan," kata Gao Xiuli, tetangga Fan, yang mengingat jelas kondisi saat itu.
Suaminya pun banting setir dari pekerja kehutanan menjadi karyawan di sebuah bengkel mobil.
Meski demikian, Fan merasa dia tidak dapat meninggalkan desa begitu saja saat menikmati tanah sedingin es dan bersalju itu. Saat itu, pertanian hutan mendorong para pekerja untuk terjun ke dunia pariwisata, dan banyak warga pada awalnya enggan mencobanya.
"Awalnya, kurang dari 10 rumah tangga yang berani membuka hotel, dan saya adalah salah satunya," kenang Fan yang mengingat jelas perubahan pada 2000 itu.
"Tahun pertama, saya membuka empat kamar, terdapat 70 meter persegi, dan di tahun kedua (kamar-kamar itu) mulai menghasilkan keuntungan," kata Fan. Investasinya terbukti tidak sia-sia, dan keluarga-keluarga lain pun turut menunjukkan buktinya.
Keberanian Fan untuk membuka hotel bukan tanpa alasan. Berkat pegunungan tinggi, hutan lebat, kecepatan angin yang rendah, serta suhu dan kelembapan yang sesuai, salju di Pertanian Hutan Shuangfeng memiliki viskositas yang tinggi.
Salju yang jatuh membentuk berbagai wujud menyesuaikan objek yang ditimbunnya, menampakkan "jamur salju", "kue salju", "lidah salju" hingga "tirai salju" yang unik, dan menarik minat banyak pengunjung dari dalam dan luar negeri.
Saat reputasi resor tersebut mulai berkembang, semakin banyak pula turis yang berdatangan. "Pertanian Hutan Shuangfeng" lambat laun mulai berganti nama menjadi "Kota Salju China".
Pada 2018, Fan menginvestasikan 4 juta yuan (1 yuan = Rp2.257) untuk hampir 30 kamar penginapan di hotelnya. Saat ini, ada lebih dari 200 entitas bisnis di resor kota salju tersebut.
Fan Zhaoyi, yang pensiun dari pertanian hutan, kini merupakan seorang pemilik hotel musim dingin dan rutin berwisata ke tempat-tempat lain bersama keluarganya pada musim panas. Hari-hari penebangan kayu dan penderitaan akibat cuaca yang tidak bersahabat sudah berlalu.
Kampung Salju China merupakan sebuah desa unik yang terkenal dengan pemandangan saljunya di Pertanian Hutan Shuangfeng di Kota Mudanjiang. Desa ini telah bertransformasi dari pertanian hutan menjadi objek wisata populer dalam kurun waktu sekitar 20 tahun.
Desa tersebut memiliki vegetasi yang lebat dan sulit untuk mengangkut kayu dari sana akibat salju yang lebat. Musim salju di desa itu bisa berlangsung hingga tujuh bulan, sedangkan ketebalan salju rata-rata tahunan bisa mencapai 2,6 meter karena lokasi dan karakteristik iklimnya yang unik.
Dengan berkurangnya produksi kayu, aktivitas penebangan pun kehilangan masa kejayaannya. "Banyak pekerja kehutanan akhirnya pergi meninggalkan desa untuk bekerja di luar kota, namen tak ada satu pun yang berminat membeli rumah saya dengan harganya hanya 500 yuan," kata Gao Xiuli, tetangga Fan, yang mengingat jelas kondisi saat itu.
Suaminya pun banting setir dari pekerja kehutanan menjadi karyawan di sebuah bengkel mobil.
Meski demikian, Fan merasa dia tidak dapat meninggalkan desa begitu saja saat menikmati tanah sedingin es dan bersalju itu. Saat itu, pertanian hutan mendorong para pekerja untuk terjun ke dunia pariwisata, dan banyak warga pada awalnya enggan mencobanya.
"Awalnya, kurang dari 10 rumah tangga yang berani membuka hotel, dan saya adalah salah satunya," kenang Fan yang mengingat jelas perubahan pada 2000 itu.
"Tahun pertama, saya membuka empat kamar, terdapat 70 meter persegi, dan di tahun kedua (kamar-kamar itu) mulai menghasilkan keuntungan," kata Fan. Investasinya terbukti tidak sia-sia, dan keluarga-keluarga lain pun turut menunjukkan buktinya.
Keberanian Fan untuk membuka hotel bukan tanpa alasan. Berkat pegunungan tinggi, hutan lebat, kecepatan angin yang rendah, serta suhu dan kelembapan yang sesuai, salju di Pertanian Hutan Shuangfeng memiliki viskositas yang tinggi.
Salju yang jatuh membentuk berbagai wujud menyesuaikan objek yang ditimbunnya, menampakkan "jamur salju", "kue salju", "lidah salju" hingga "tirai salju" yang unik, dan menarik minat banyak pengunjung dari dalam dan luar negeri.
Saat reputasi resor tersebut mulai berkembang, semakin banyak pula turis yang berdatangan. "Pertanian Hutan Shuangfeng" lambat laun mulai berganti nama menjadi "Kota Salju China".
Pada 2018, Fan menginvestasikan 4 juta yuan (1 yuan = Rp2.257) untuk hampir 30 kamar penginapan di hotelnya. Saat ini, ada lebih dari 200 entitas bisnis di resor kota salju tersebut.
Fan Zhaoyi, yang pensiun dari pertanian hutan, kini merupakan seorang pemilik hotel musim dingin dan rutin berwisata ke tempat-tempat lain bersama keluarganya pada musim panas. Hari-hari penebangan kayu dan penderitaan akibat cuaca yang tidak bersahabat sudah berlalu.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: