Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 60 jenis tanaman berpotensi menjadi bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak (bio-fuel) dan sedang dikaji yang mana saja dari jenis tanaman itu yang paling efisien, kata Menristek Kusmayanto Kadiman. "Dari mulai CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah), jarak pagar, singkong, sagu, tebu, sampai buah `nyamplung` (kosambi -red) bisa dimanfaatkan sebagai pengganti BBM," katanya seusai Peluncuran Pemakaian Bahan Bakar Nabati secara langsung (Pure Plant Oil/PPO) sebagai Bahan Bakar Alternatif oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Jakarta, Selasa. Semua tanaman itu, ujarnya, saat ini sedang dicari mana yang lebih mudah untuk dibudidayakan dan diproses serta mana yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan tinggi kualitasnya untuk menjadi bahan campuran bensin (bioethanol), solar (biodiesel) atau minyak tanah (bio-oil). Namun demikian CPO, kata Kusmayanto, adalah tanaman yang paling siap untuk diproses sebagai biofuel dibanding lainnya, karena saat ini Indonesia telah memiliki enam juta hektar lahan CPO. Ia membantah, pengusaha lebih suka mengekspor CPO atau menjualnya sebagai minyak goreng, karena soal itu hukum pasar yang berlaku. Namun demikian, dengan hitung-hitungan sederhana, ujarnya, harga biodiesel yang berasal dari CPO masih lebih mahal yakni Rp6.000 per liter daripada harga solar bersubsidi Rp4.300. Dikatakan Kusmayanto, biodiesel yang berasal dari jarak pagar ternyata lebih murah harganya yakni Rp3.800 per liter, namun demikian saat ini tanaman jarak belum dibudidayakan secara luas. "Keuntungan lain jarak pagar adalah kemampuannya ditanam di lahan kritis di mana Indonesia saat ini memiliki lahan yang sudah kritis seluas 40 juta hektar. Ini lebih menguntungkan dibanding jika menggunakan CPO yang lebih baik diekspor sebagai minyak goreng, atau jenis tanaman lain yang lebih baik dimakan," katanya. Sementara itu Deputi Kepala BPPT bidang Agroindustri dan Bioteknologi Wahono mengatakan, semua jenis tanaman yang menghasilkan minyak lemak berpotensi menjadi bahan bakar nabati/BBN (pure plant oil/PPO). "CPO masih terlalu kental jika dijadikan biodiesel dan perlu esterifikasi dengan methanol, sedangkan jarak pagar tak perlu lagi diesterifikasi, cukup diproses dengan di-`press", disaring, dipisahkan getahnya, dan dihilangkan baunya untuk menghilangkan sifat korosifnya," katanya. Dikatakannya pula, keuntungan biofuel ini selain sebagai sumber energi yang bisa diperbarui dan mengurangi ketergantungan impor BBM, juga cukup bersih dengan emisi CO2-nya dianggap nol, mengurangi emisi polutan seperti SOx, partikulat dan Hidrolarbon dan mampu meningkatkan perekonomian petani. Dari hasil kajian ekonomi BPPT, pencampuran 10 persen PPO terhadap solar, maka jumlah subsidi solar akan dapat dikurangi sebesar Rp2,56 triliun, sedang jika pencampuran 10 persen PPO terhadap minyak tanah subsidi yang bisa dihemat mencapai Rp1,66 triliun per tahun.(*)