Erika menjelaskan solar bersubsidi menjadi barang bukti dominan dari total 786 kasus yang berhasil diungkap dari penyalahgunaan bahan bakar minyak tersebut.
Rincian volume barang bukti adalah 1,02 juta liter solar bersubsidi, 837 liter premium, 14.855 liter pertalite, 1.000 liter pertamax, 233.403 liter BBM oplosan, 93.605 solar nonsubsidi, dan 52.642 minyak tanah subsidi.
Pada kegiatan pemberian keterangan ahli antara BPH Migas dan kepolisian, Provinsi Jawa Timur, Jambi, dan Sumatera Selatan adalah daerah tertinggi terhadap jumlah barang bukti tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan maupun niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Menurut Erika, pengungkapan kasus itu akan sangat membantu dalam mengurangi penyalahgunaan BBM bersubsidi yang subsidinya dianggarkan oleh pemerintah dalam APBN.
"Polisi memberikan dukungan yang kuat terhadap BPH Migas khususnya di bidang pengawasan BBM," ujar Erika.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait dengan adanya nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama antara BPH Migas dengan Polri, serta beberapa Polda, di antara Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah.
Selain itu, BPH Migas juga melakukan penyuluhan hukum bersama Polri kepada masyarakat konsumen pengguna.
"Kami berharap tahun ini ada peningkatan kerja sama dengan Polri dalam hal pengawasan, pengamanan, dan penegakan hukum agar distribusi BBM nanti bisa lebih tepat sasaran kepada konsumen pengguna yang berhak," kata Erika.
Baca juga: BBM Satu Harga Pertamina layani kebutuhan energi di 402 wilayah RI
Baca juga: BPH Migas dan Polda Sumsel Ungkap Kasus Penyelewangan BBM Subsidi 7 Ton
Baca juga: BPH Migas terus berupaya penuhi solar subsidi usaha produktif