Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mendorong satuan pendidikan dapat memberikan rasa aman pada anak.

“FSGI mendorong satuan pendidikan untuk memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak sebagaimana diamanatkan oleh pasal 54 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di satuan pendidikan,” ujar Heru di Jakarta, Senin.

FSGI mendorong segenap pemangku kepentingan, yakni Kemendikbudristek, Kementerian Agama dan dinas-dinas pendidikan untuk bersinergi melakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM) dan perubahan pola pikir tenaga pendidik terkait bahaya kekerasan terhadap anak, mengingat pendekatan kekerasan dalam pendidikan sering kali ditiru anak-anak untuk melanggengkan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: FSGI: Satuan pendidikan butuh penguatan perlindungan dari kekerasan

Oleh karena itu, pendekatan dalam pembelajaran harus ramah anak dan berbasis disiplin positif. Selain itu, FSGI mendorong semua pemangku kepentingan, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat untuk memperkuat dan menciptakan tiga area dalam ekosistem pembelajaran harus berintegrasi, artinya selain pihak sekolah, peran keluarga dan lingkungan masyarakat juga harus mendukung pencegahan kekerasan.

FSGI mendorong sistem pelatihan bagi pendidik dan Kepala Sekolah secara masif dan berkesinambungan untuk menginternalisasi dan penguatan keahlian bagaimana mengembangkan literasi dan moderasi beragama di lingkungan pendidik maupun lingkungan sosial yang lebih luas.

Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh FSGI diketahui tiga dosa besar pendidikan, yakni kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi masih terjadi di Tanah Air.

Baca juga: FSGI dorong vaksinasi anak digencarkan agar percepat PTM terbatas

Baca juga: FSGI minta pemda tak laksanakan PTM jika angka positif COVID-19 naik


Data yang dikumpulkan FSGI, diperoleh jumlah total kasus Kekerasan Seksual (KS) di satuan pendidikan yang sampai pada proses hukum pada tahun 2022 sebanyak 17 kasus, terjadi penurunan sedikit dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah 18 kasus. Berikutnya, kekerasan fisik maupun perundungan masih terjadi di lingkungan pendidikan.

Begitu juga dengan kasus intoleransi, yakni seperti pelarangan peserta didik menggunakan jilbab atau penutup kepala sebanyak enam kasus (2014-2022), pemaksaan (mewajibkan) peserta didik menggunakan jilbab/kerudung sebanyak 17 kasus (2017-2022), diskriminasi kesempatan peserta didik dari agama minoritas untuk menjadi Ketua OSIS ada tiga kasus (2020-2022), dan kewajiban shalat duha, sehingga sejumlah peserta didik perempuan harus membuka celana dalamnya untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan benar sedang haid/menstruasi sejumlah dua kasus (2022).