ITB rekomendasikan penguatan pendidikan zona rawan SMP di Bali
31 Desember 2022 16:14 WIB
Ketua Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat (PKM) IGOS FITB ITB Dr Eng Asep Saepuloh ST M Eng bersama jajaran dan pihak SMPN 3 Bebandem disela-sela kegiatan PKM di Karangasem, Provinsi Bali, Jumat (30/12/2022). FOTO ANTARA/HO-ITB.
Denpasar (ANTARA) - Kegiatan Pengabdian Masyarakat Integrated Geohazard Observation and Simulation (IGOS) Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) merekomendasikan penguatan edukasi terhadap zona rawan bahaya di areal SMPN 3 Bebandem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Ketua Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat (PKM) IGOS FITB ITB Dr Eng Asep Saepuloh, ST, M Eng dalam taklimat media yang diterima di Denpasar, Sabtu, mengatakan pihaknya sengaja memilih SMPN 3 Bebandem, Karangasem untuk kegiatan PKM.
"Hal ini karena SMPN 3 Bebandem merupakan salah satu sekolah yang berada di lereng Gunung Agung, yang memiliki bahaya terkena awan panas, abu vulkanik, erosi, longsor, lahar, dan memerlukan titik aman ketika terjadi erupsi," katanya.
Ia menjelaskan SMPN 3 Bebandem di Kabupaten Karangasem ini didirikan di atas endapan hasil letusan besar Gunung Agung tahun 1963.
Hasil kegiatan sebelumnya menunjukkan bahwa sekolah ini selain memiliki potensi bencana yang tinggi terkait dengan aktivitas Gunung Agung, juga memiliki potensi longsor. Bahkan pada Oktober 2022 lalu, padmasana (bangunan suci) di sekolah setempat longsor.
Posisi sekolah yang berada di atas endapan awan panas yang belum mengalami kompaksi (material lepas) dan dengan keberadaan sungai di bawahnya sebagai jalur aliran lahar menyebabkan timbulnya potensi bencana longsor.
Kondisi ini diperparah dengan kegiatan penambangan pasir di bagian hilir sungai sehingga proses erosi ke hulu menyebabkan lereng sungai semakin terjal dan semakin mendekati bangunan sekolah
Kegiatan bertajuk Edukasi Kebencanaan dan Pemetaan Potensi Bahaya di Wilayah Gunung Agung Bali itu telah dilaksanakan dari 26-30 Desember 2022.
Kegiatan tersebut juga didukung PT Reasuransi Maipark Indonesia, BPBD Karangasem, Yayasan Bali Angel, Rotary Club of Denpasar, Tagana Dinsos Karangasem, dan Skywatcher Bali.
Pihaknya sudah melakukan tiga kali penelitian dan pengamatan yakni pada 2018, 2019 dan 2022. Oleh karena itu Asep Saepuloh memberikan rekomendasi penanganan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Untuk rekomendasi jangka pendek dengan menguatkan edukasi terhadap zona bahaya areal sekolah. "Siswa dan guru bisa mengetahui garis-garis daerah rawan sehingga kewaspadaan semakin meningkat," ujarnya.
Sedangkan rekomendasi jangka menengah diperlukan rekayasa kemiringan agar tidak terlalu tinggi, bangun Sabo Dam (bronjong) untuk bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi terlanda lahar. Rekomendasi jangka panjang dan permanen, sekolah tersebut diperlukan relokasi.
Upaya itu dalam mewujudkan sekolah aman dalam melindungi hak-hak anak dengan menyediakan suasana dan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan dan keamanan siswanya terjamin setiap saat.
Sekaligus sekolah aman dari bencana yang menerapkan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan dan budaya sekolah yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya.
Selanjutnya, diharapkan rekomendasi itu menjadi pertimbangan bagi pemegang kebijakan, lebih lanjut dilakukan analisis baik dari segi Teknik Lingkungan (Planologi), Teknik Sipil Bangunan dan Pengairan serta Geologi.
"Kami melihat perubahan signifikan pada sekolah tersebut, awal luas sekolah 10.000 meter persegi, sekarang sisa 9.380 meter persegi," ujarnya.
Untuk itu, kata Asep Saepuloh, rata rata sekitar 74 meter persegi per bulan material luas sekolah yang hilang. Maka perkiraan potensi material sekolah itu bisa tergerus habis dalam waktu 10 tahun.
Sementara itu, Kepala SMPN 3 Bebandem I Made Wijana mengatakan sudah ada kerja sama dari tahun 2018 karena termasuk sekolah yang berada di area rawan bencana sehingga warga sekolah perlu mendapatkan edukasi tentang kebencanaan dari ahlinya.
Pihaknya juga mengucapkan terima kasih Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat IGOS FITB ITB yang ikut getol memberikan edukasi kebencanaan.
Sedangkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa mendukung acara tersebut. "Tentu diperlukan arahan dan imbauan agar anak-anak sekolah tidak melakukan aktivitas di dekat alur sungai atau pinggiran yang longsor," ujarnya.
Hasil penelitian yang dilaksanakan akan dijadikan rekomendasi untuk melakukan langkah-langkah pengamanan atau penanganan.
Baca juga: BPBD: Tidak ada kaitan gempa dan aktivitas Gunung Agung Karangasem
Baca juga: Ikatan alumni ITB anugerahkan penghargaan untuk Gubernur Bali
Baca juga: PVMBG turunkan status Gunung Agung menjadi "waspada"
Baca juga: Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB gelar ICMEM di Bali
Ketua Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat (PKM) IGOS FITB ITB Dr Eng Asep Saepuloh, ST, M Eng dalam taklimat media yang diterima di Denpasar, Sabtu, mengatakan pihaknya sengaja memilih SMPN 3 Bebandem, Karangasem untuk kegiatan PKM.
"Hal ini karena SMPN 3 Bebandem merupakan salah satu sekolah yang berada di lereng Gunung Agung, yang memiliki bahaya terkena awan panas, abu vulkanik, erosi, longsor, lahar, dan memerlukan titik aman ketika terjadi erupsi," katanya.
Ia menjelaskan SMPN 3 Bebandem di Kabupaten Karangasem ini didirikan di atas endapan hasil letusan besar Gunung Agung tahun 1963.
Hasil kegiatan sebelumnya menunjukkan bahwa sekolah ini selain memiliki potensi bencana yang tinggi terkait dengan aktivitas Gunung Agung, juga memiliki potensi longsor. Bahkan pada Oktober 2022 lalu, padmasana (bangunan suci) di sekolah setempat longsor.
Posisi sekolah yang berada di atas endapan awan panas yang belum mengalami kompaksi (material lepas) dan dengan keberadaan sungai di bawahnya sebagai jalur aliran lahar menyebabkan timbulnya potensi bencana longsor.
Kondisi ini diperparah dengan kegiatan penambangan pasir di bagian hilir sungai sehingga proses erosi ke hulu menyebabkan lereng sungai semakin terjal dan semakin mendekati bangunan sekolah
Kegiatan bertajuk Edukasi Kebencanaan dan Pemetaan Potensi Bahaya di Wilayah Gunung Agung Bali itu telah dilaksanakan dari 26-30 Desember 2022.
Kegiatan tersebut juga didukung PT Reasuransi Maipark Indonesia, BPBD Karangasem, Yayasan Bali Angel, Rotary Club of Denpasar, Tagana Dinsos Karangasem, dan Skywatcher Bali.
Pihaknya sudah melakukan tiga kali penelitian dan pengamatan yakni pada 2018, 2019 dan 2022. Oleh karena itu Asep Saepuloh memberikan rekomendasi penanganan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Untuk rekomendasi jangka pendek dengan menguatkan edukasi terhadap zona bahaya areal sekolah. "Siswa dan guru bisa mengetahui garis-garis daerah rawan sehingga kewaspadaan semakin meningkat," ujarnya.
Sedangkan rekomendasi jangka menengah diperlukan rekayasa kemiringan agar tidak terlalu tinggi, bangun Sabo Dam (bronjong) untuk bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi terlanda lahar. Rekomendasi jangka panjang dan permanen, sekolah tersebut diperlukan relokasi.
Upaya itu dalam mewujudkan sekolah aman dalam melindungi hak-hak anak dengan menyediakan suasana dan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan dan keamanan siswanya terjamin setiap saat.
Sekaligus sekolah aman dari bencana yang menerapkan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan dan budaya sekolah yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya.
Selanjutnya, diharapkan rekomendasi itu menjadi pertimbangan bagi pemegang kebijakan, lebih lanjut dilakukan analisis baik dari segi Teknik Lingkungan (Planologi), Teknik Sipil Bangunan dan Pengairan serta Geologi.
"Kami melihat perubahan signifikan pada sekolah tersebut, awal luas sekolah 10.000 meter persegi, sekarang sisa 9.380 meter persegi," ujarnya.
Untuk itu, kata Asep Saepuloh, rata rata sekitar 74 meter persegi per bulan material luas sekolah yang hilang. Maka perkiraan potensi material sekolah itu bisa tergerus habis dalam waktu 10 tahun.
Sementara itu, Kepala SMPN 3 Bebandem I Made Wijana mengatakan sudah ada kerja sama dari tahun 2018 karena termasuk sekolah yang berada di area rawan bencana sehingga warga sekolah perlu mendapatkan edukasi tentang kebencanaan dari ahlinya.
Pihaknya juga mengucapkan terima kasih Pelaksana Kegiatan Pengabdian Masyarakat IGOS FITB ITB yang ikut getol memberikan edukasi kebencanaan.
Sedangkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa mendukung acara tersebut. "Tentu diperlukan arahan dan imbauan agar anak-anak sekolah tidak melakukan aktivitas di dekat alur sungai atau pinggiran yang longsor," ujarnya.
Hasil penelitian yang dilaksanakan akan dijadikan rekomendasi untuk melakukan langkah-langkah pengamanan atau penanganan.
Baca juga: BPBD: Tidak ada kaitan gempa dan aktivitas Gunung Agung Karangasem
Baca juga: Ikatan alumni ITB anugerahkan penghargaan untuk Gubernur Bali
Baca juga: PVMBG turunkan status Gunung Agung menjadi "waspada"
Baca juga: Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB gelar ICMEM di Bali
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022
Tags: