Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada 90 berkas perkara baru tindak pidana korupsi yang masuk untuk diadili pada 2022.

Bila ditambah dengan sisa perkara dari tahun 2021 sebanyak 50 perkara, maka total ada 140 perkara korupsi yang harus diadili oleh para hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari 140 perkara tersebut, sebanyak 107 perkara sudah diputus, artinya tersisa 33 perkara. Rata-rata jumlah perkara yang diputus sepanjang 2022 adalah sembilan perkara per bulan.

Ke-140 perkara tersebut dibawa oleh jaksa penuntut umum (JPU) baik yang berasal dari lembaga Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di antara deretan perkara tersebut ada kasus-kasus yang menarik perhatian publik, di antaranya adalah sebagai berikut

Perkara suap Azis Syamsuddin

Mantan Wakil Ketua DPR Muhammad Azis Syamsuddin divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti memberi suap senilai Rp3,099 miliar dan 36 ribu dolar AS pada 17 Februari 2022.

Suap tersebut berasal dari eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain. Tujuan pemberian suap adalah agar Azis Syamsuddin dan seorang kader Partai Golkar yaitu Aliza Gunado tidak menjadi tersangka dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.

Majelis hakim juga memvonis Azis Syamsuddin dengan pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah ia selesai menjalani pidana pokoknya.

Dalam putusannya, anggota majelis hakim Fazhal Hendri menyebut hal yang memberatkan dalam perbuatan Azis Syamsuddin adalah merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR tidak mengakui kesalahan dan berbelit-belit selama persidangan.

Terhadap putusan tersebut, Azis Syamsuddin maupun JPU KPK sama-sama tidak mengajukan banding sehingga Azis pun saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Kelas I Tangerang.

Terkait perkara tersebut, mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp2.322.577.000. Sedangkan advokat Maskur Hsain divonis penjara 9 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp8.702.500.000 dan 36 ribu dolar AS.

Perkara korupsi Asabri

Perkara lain yang menarik perhatian publik adalah korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan negara senilai Rp22,788 triliun dari pengelolaan dana asuransi sosial dan pensiun para prajurit TNI, anggota Polri dan aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pertahanan.

Ada 9 orang terdakwa dalam perkara tersebut yaitu Direktur Utama (Dirut) PT Asabri 2012 -- Maret 2016 Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri, Dirut PT Asabri Maret 2016 -- Juli 2020 Letjen Purn. Sonny Widjaja, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri 2012 --Juni 2014 Bachtiar Effendi, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014 -- Agustus 2019 Hari Setianto, Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Dirut PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, dan Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Teddy Tjokrosapoetro.

Namun dua berkas perkara yang menarik perhatian publik yaitu terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Dirut PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro.

Terhadap Heru Hidayat dan Benny Tjokro, JPU dari Kejagung menuntut hukuman mati. Selain dituntut hukuman mati, Heru Hidayat bahkan masih diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp12,643 triliun, sedangkan Benny Tjokro diwajibkan membayar Rp5,733 triliun.

Atas tuntutan terhadap Heru Hidayat tersebut, majelis hakim tidak sependapat dan menjatuhkan vonis nihil kepada Heru Hidayat pada 18 Januari 2022. Namun, Heru tetap diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp12,643 triliun.

Alasan majelis hakim menolak menjatuhkan hukuman mati adalah karena pertama, penuntut umum telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan; kedua, penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan Heru Hidayat saat melakukan tindak pidana korupsi; ketiga, berdasarkan fakta di persidangan terbukti Heru Hidayat melakukan tindak pidana korupsi saat situasi aman; serta keempat Heru Hidayat tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan.

Heru Hidayat memang sedang menjalani vonis penjara seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap karena mengakibatkan kerugian negara senilai Rp16,807 triliun.

Adapun terhadap Benny Tjokro, hingga saat ini majelis hakim belum menjatuhkan vonis.

Dalam perkara ini, PT Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta Asabri setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.

Namun para terdakwa melakukan investasi saham, reksadana, medium term note (MTN) atau surat utang jangka menengah dan investasi lainnya yang berisiko tinggi dan memiliki kinerja tidak baik dan mengalami penurunan harga sehingga merugikan negara hingga Rp22,788 triliun.

Perkara korupsi hunian DP Rp0

Perkara selanjutnya adalah korupsi pengadaan tanah proyek "Hunian DP 0 Rupiah" di Munjul, Jakarta Timur, yang merugikan negara Rp152,565 miliar.

Terdakwa dalam perkara tersebut adalah eks Direktur Utama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles yang sudah divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan pada 24 Februari 2022.

Proyek tersebut adalah janji kampanye calon Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sandiaga Uno periode 2017 -- 2022.

Untuk merealisasikan program tersebut, pada 2018 Yoory Corneles selaku Dirut Sarana Jaya mengajukan usulan penyertaan modal daerah (PMD) kepada Gubernur DKI Jakarta untuk APBD Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp1,803 triliun. Dana tersebut rencananya digunakan untuk pembelian alat produksi baru, proyek Hunian DP 0 Rupiah, dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.

Salah satu perusahaan swasta yaitu PT Adonara Propertindo mencari tanah dan menemukan lahan seluas 41.921 meter persegi di Munjul, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, milik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus (CB).

Dokumen-dokumen pembelian tanah dari PT Adonara ke PT Sarana Jaya dibuat dengan back date dan belum ada kajian feasibility study serta belum ada hasil appraisal, namun Pemda DKI Jakarta sudah membayarkan Rp152,565 miliar meski tanah belum menjadi milik PT Adonara.

Dari uang yang sudah ditransfer ke PT Adonara Propertindo senilai Rp152,565 miliar tersebut, selanjutnya dipergunakan oleh Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, beneficial owner PT Adonara Propertindo yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar untuk pembelian mata uang asing, jual beli tanah hingga ke Meksiko dan Amerika Serikat, pembelian apartemen di Singapura, pembayaran kartu kredit dan biaya lainnya.

Selain Yoory, Tommy Adrian divonis 7 tahun tahun penjara, Anja Runtuwene divonis 6 tahun dan Rudy Hartono Iskandar divonis 7 tahun ditambah denda masing-masing Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Adapun PT Adonara Propertindo dikenakan pidana denda Rp200 juta dan penutupan seluruh perusahaan selama satu tahun.

Perkara suap Bupati Langkat

Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan pada 19 Oktober 2022 karena terbukti menerima suap senilai Rp572juta terkait paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan kabupaten Langkat tahun 2021.

Sesungguhnya kasus tersebut menjadi perhatian bukan semata karena penerimaan suapnya, melainkan karena Terbit Rencana juga adalah terdakwa kasus kerangkeng manusia. Komnas HAM dan LPSK menduga ada praktik penyiksaan hingga perbudakan yang dilakukan Terbit.

Dalam kasus korupsi, Terbit Rencana juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Terbit Rencana memiliki Grup Kuala yang mengatur pengadaan barang dan jasa di kabupaten Langkat yang dipimpin oleh abang kandungnya bernama Iskandar Perangin Angin. Iskandar juga adalah Kepala Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala. Iskandar memiliki tim yaitu Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

Dalam perkara tersebut, Iskandar Perangin Angin divonis penjara selama 7 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan, Marcos Surya Abdi divonis 7,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra masing-masing divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Perkara suap pengurusan dana PEN COVID-19

Perkara selanjutnya adalah perkara suap yang diterima mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto untuk memberikan persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.

Pada 28 September 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu Ardian juga diwajibkan membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131.000 dolar Singapura (Rp1,5 miliar) subsider 1 tahun penjara.

Ardian terbukti menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131 ribu dolar Singapura dari Andi Merya. Setelah Ardian menerima uang tersebut, ia lalu menerbitkan surat mengenai Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur TA 2021 yang menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.

Namun, dana PEN tersebut tidak sempat cair karena Andi Merya lebih dulu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 21 September 2021 terkait penerimaan suap dana bencana alam yang dikelola BPBD Kolaka Timur.

Adapun eks Bupati Kolaka Timur Andi Merya dalam perkara tersebut divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia menggelontorkan suap seluruhnya senilai Rp3,405 miliar untuk mendapatkan pinjaman dana PEN.

Suap tersebut diberikan kepada pihak-pihak yang membantu menghubungkan Andi Merya dan M Ardian yaitu LM Rusdianto Emba selaku pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna, Sulawesi Tenggara yaitu LM Rusman Emba; Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar; dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke.

LM Rusdianto Emba divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan; Laode M Syukur divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan; dan Sukarman Loke divonis 6 tahun penjara, denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan 3 bulan.

Perkara korupsi korporasi

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 22 September 2022 menjatuhkan vonis denda senilai Rp900 juta kepada BUMN PT Nindya Karya (Persero) dan perusahaan swasta PT Tuah Sejati karena melakukan korupsi proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang Tahun Anggaran 2006-2011.

Nindya Karya terbukti mendapat keuntungan sebanyak Rp44.681.053.100 dan PT Tuah Sejati sebanyak Rp49.908.196.378. Dengan demikian, dua korporasi itu diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah tersebut.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan agar mereka tetap mengelola aset usaha berupa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), dan stasiun pengisian pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) yang berada di Aceh.

Perkara korupsi minyak goreng

Selain perkara-perkara yang sudah mendapatkan vonis, terdapat perkara-perkara yang masih berlangsung dan menarik perhatian publik. Salah satunya adalah perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan pada 2022.

Ada lima orang terdakwa dalam perkara tersebut yaitu mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana, penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Dalam sidang 22 Desember 2022, JPU Kejagung menuntut kelimanya dengan divonis bersalah dengan lama pidana dan uang pengganti yang berbeda-beda.

Eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indra Sari Wisnu Wardhana dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan dan tidak dibebankan uang pengganti karena dinilai tidak menikmati hasil korupsi.

Selanjutnya Lin Che Wei dituntut pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsider selama 6 bulan kurungan juga tanpa kewajiban pembayaran uang pengganti.

General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang dituntut 11 tahun penjara, denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti senilai Rp4,544 triliun yang bila tidak diganti maka akan dipidana selama 5,5 tahun penjara.

Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma dituntut 10 tahun penjara, pidana denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp868,72 miliar yang bila tidak diganti dapat dipenjara selama 5 tahun.

Terakhir, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut 12 tahun penjara, denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp10,98 triliun subsider 6 tahun penjara.

Perbuatan kelima terdakwa disebut jaksa mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dengan rincian, pertama, merugikan keuangan negara seluruhnya Rp6.047.645.700.000 berdasarkan hasil audit BPKP dengan rincian kerugian negara sebesar Rp2.952.526.912.294,45 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar (Rp1.658.195.109.817,11), Grup Permata Hijau (Rp186.430.960.865,26), dan Grup Musim Mas (Rp1.107.900.841.612,08).

Kedua, kerugian perekonomian negara karena memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO.

Berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya sebesar Rp10.960.141.557.673,- yang terdiri dari kerugian rumah tangga sebesar Rp1.351.911.733.986 dan kerugian dunia usaha Rp9.608.229.823.687

Vonis terhadap kelimanya dijadwalkan dibacakan pada pekan pertama Januari 2023.

Perkara korupsi Surya Darmadi

Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada 8 September 2022, pemilik Darmex Group Surya Darmadi didakwa melakukan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di provinsi Riau periode 2004-2022 yang merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga Rp78,8 triliun serta melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang 2005-2022.

Karena perbuatannya tersebut, maka Surya Darmadi memperoleh keuntungan sebesar Rp7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dolar AS (sekitar Rp117,617 miliar dengan kurs Rp 14.915) sehingga totalnya Rp7,71 triliun.

Surya Darmadi juga mengakibatkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300 berdasarkan laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tanggal 24 Agustus 2022 sehingga total kerugian negara akibat perbuatan Surya Darmadi adalah Rp78,8 triliun.

Atas keuntungan Rp7,71 triliun yang diperolehnya, Surya Darmadi lalu diduga melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2010-2022 berupa pembelian tanah, properti, memberikan pinjaman kepada pihak yang terafiliasi, membiayai pembangunan pabrik hingga pembelian saham.

Saat ini perkara Surya Darmadi masih dalam proses pemeriksaan saksi karena sidang sering ditunda mengingat Surya kerap mengajukan izin sakit.

Perkara korupsi Heli AW 101

Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101 angkut TNI AU yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.

Dalam surat dakwaan JPU KPK disebutkan ada Dana Komando (Dako) untuk Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari pengadaan heli AW 101 tersebut.

Heli yang dibeli dari pabrikan di Italia itu sendiri sesungguhnya bukanlah heli baru melainkan barang bekas yang pernah digunakan oleh mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron pada 4 September 2014 untuk menghadiri NATO Summit tahun 2014.

Dari sisi konfigurasi helikopter, menurut analisis tim ahli ITB, helikopter AW 101 bukan ditujukan untuk helikopter angkut militer oleh TNI AU melainkan untuk operasional VVIP. Heli tersebut buatan 2012 meski dibeli pada 2016.

Berdasarkan data flying log diketahui jika Helikopter AW101-646 (MSN 50248) pertama kali di on-kan pada 29 November 2012, dan telah memiliki waktu terbang selama 152 jam serta waktu operasi selama 167,4 jam pada 19 Desember 2016, yang tercatat sebagai pengoperasian ke-119 sehingga helikopter AW-101 646 tersebut bukan merupakan helikopter baru.

Sayangnya JPU KPK tidak berhasil menghadirkan mantan Kasau Agus Supriatna sebagai saksi di persidangan meski sudah 5 kali dipanggil yaitu pada sidang 21 dan 28 November, 5, 12 dan 19 Desember 2022.

"Panggilan untuk personel dari TNI AU kami lewatkan ke Panglima, melalui jalur khusus melalui Panglima TNI kemudian diturunkan kepada Kepala Staf dan dilaksanakan oleh unit pelaksana termasuk di dalamnya saksi atas nama Agus Supriatna dan sampai saat ini belum ada konfirmasi kehadiran dari saksi Agus Supriatna," kata JPU KPK Ariawan Agustiartono pada sidang 5 Desember 2022.

JPU KPK pun mencukupkan keterangan saksi tanpa mendengarkan kesaksian Agus.