Pejabat kesehatan sebut rilis informasi COVID-19 di China transparan
30 Desember 2022 08:22 WIB
"China selalu memublikasikan informasi tentang kasus parah dan kematian akibat COVID-19 dalam semangat keterbukaan dan transparansi," kata Jiao Yahui, kepala Biro Administrasi Medis di bawah Komisi Kesehatan Nasional China, dalam sebuah konferensi pers yang digelar oleh Kantor Informasi Dewan Negara China.
Beijing (ANTARA) - Rilis informasi COVID-19 di China, termasuk informasi tentang kematian terkait COVID-19, selalu transparan, kata seorang pejabat kesehatan, Kamis.
"China selalu menerbitkan informasi tentang kematian akibat COVID-19 dan kasus parah dalam semangat keterbukaan dan transparansi," kata Kepala Biro Administrasi Medis di bawah Komisi Kesehatan Nasional, Jiao Yahui dalam sebuah konferensi pers yang digelar oleh Kantor Informasi Dewan Negara China.
Dia menyebutkan bahwa kriteria global untuk menentukan kematian akibat COVID-19 terbagi menjadi dua kategori.
Beberapa negara hanya menghitung kasus orang dengan hasil tes asam nukleat positif setelah terinfeksi virus corona baru dan meninggal karena kegagalan pernapasan yang disebabkan oleh virus tersebut.
Namun berapa negara lain, kata Jiao, menghitung seluruh kematian dalam periode 28 hari setelah tes positif COVID-19. Artinya, jumlah korban bahkan bisa termasuk mereka yang bunuh diri atau meninggal dalam kecelakaan mobil setelah tertular virus.
"Sejak 2020, kriteria kematian akibat COVID-19 yang kami adopsi di China adalah jenis yang pertama," jelas Jiao, seraya mengatakan bahwa China menghitung kematian akibat kegagalan pernapasan yang disebabkan oleh virus corona baru setelah tes positif COVID-19 sebagai kematian akibat COVID-19.
China juga telah memublikasikan kasus-kasus di mana pasien terinfeksi oleh virus COVID-19 tetapi penyebab langsung kematiannya adalah penyakit bawaan, katanya.
Dalam kasus seperti itu, penyebab kematian dikaitkan dengan penyakit bawaan, lanjut Jiao.
"China selalu berkomitmen pada kriteria ilmiah untuk menentukan kematian akibat COVID-19, dari awal hingga akhir, yang sejalan dengan kriteria internasional," tambah Jiao.
"China selalu menerbitkan informasi tentang kematian akibat COVID-19 dan kasus parah dalam semangat keterbukaan dan transparansi," kata Kepala Biro Administrasi Medis di bawah Komisi Kesehatan Nasional, Jiao Yahui dalam sebuah konferensi pers yang digelar oleh Kantor Informasi Dewan Negara China.
Dia menyebutkan bahwa kriteria global untuk menentukan kematian akibat COVID-19 terbagi menjadi dua kategori.
Beberapa negara hanya menghitung kasus orang dengan hasil tes asam nukleat positif setelah terinfeksi virus corona baru dan meninggal karena kegagalan pernapasan yang disebabkan oleh virus tersebut.
Namun berapa negara lain, kata Jiao, menghitung seluruh kematian dalam periode 28 hari setelah tes positif COVID-19. Artinya, jumlah korban bahkan bisa termasuk mereka yang bunuh diri atau meninggal dalam kecelakaan mobil setelah tertular virus.
"Sejak 2020, kriteria kematian akibat COVID-19 yang kami adopsi di China adalah jenis yang pertama," jelas Jiao, seraya mengatakan bahwa China menghitung kematian akibat kegagalan pernapasan yang disebabkan oleh virus corona baru setelah tes positif COVID-19 sebagai kematian akibat COVID-19.
China juga telah memublikasikan kasus-kasus di mana pasien terinfeksi oleh virus COVID-19 tetapi penyebab langsung kematiannya adalah penyakit bawaan, katanya.
Dalam kasus seperti itu, penyebab kematian dikaitkan dengan penyakit bawaan, lanjut Jiao.
"China selalu berkomitmen pada kriteria ilmiah untuk menentukan kematian akibat COVID-19, dari awal hingga akhir, yang sejalan dengan kriteria internasional," tambah Jiao.
Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: