Taliban larang pekerja perempuan, PBB hentikan bantuan ke Afghanistan
29 Desember 2022 11:50 WIB
Arsip - Pembela hak-hak perempuan Afghanistan dan aktivis sipil memprotes seruan kepada Taliban untuk mempertahankan prestasi dan pendidikan mereka, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan, 3 September 2021. (ANTARA/REUTERS/Stringer/as)
Markas PBB (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu mengatakan beberapa program penting di Afghanistan telah dihentikan sementara, menyusul larangan Pemerintah Taliban pada perempuan pekerja kemanusiaan.
PBB juga memperingatkan bahwa banyak kegiatan lain kemungkinan perlu ditunda karena adanya larangan itu.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths, para kepala badan-badan PBB dan sejumlah kelompok bantuan mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa "partisipasi (perempuan) dalam pengiriman bantuan tidak dapat dirundingkan dan harus berlanjut".
Pernyataan itu juga meminta Pemerintah Taliban untuk membatalkan keputusannya.
"Melarang perempuan dari tugas kemanusiaan memiliki konsekuensi langsung terhadap keselamatan warga Afghanistan. Beberapa program penting yang harus dilakukan segera telah dihentikan sementara karena tidak adanya staf perempuan," kata mereka.
Dikatakan pula bahwa mereka tidak bisa mengabaikan kendala-kendala operasional yang sedang mereka hadapi.
"Kami akan terus melakukan berbagai kegiatan yang menyelamatkan nyawa dan harus dilakukan segera… Tetapi kami memperkirakan bahwa banyak aktivitas yang perlu disetop sementara karena kami tidak bisa memberikan bantuan kemanusiaan penting tanpa pekerja perempuan."
Larangan bagi perempuan yang bekerja di program bantuan diumumkan oleh Pemerintah Taliban pada Sabtu. Kebijakan itu mengikuti larangan pada mahasiswi untuk mengikuti kuliah pekan lalu.
Siswa SMA perempuan sudah dilarang bersekolah sejak Maret.
"Tak ada satu pun negara yang mampu mengecualikan setengah dari populasinya untuk berkontribusi pada masyarakat," tulis pernyataan itu.
Pernyataan tersebut juga diteken oleh para kepala dari UNICEF, Program Pangan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pembangunan PBB (UNDP), dan para komisaris tinggi PBB untuk pengungsi dan hak asasi manusia.
Empat kelompok global, yang telah memberi bantuan kemanusiaan pada jutaan warga Afghanistan, mengatakan pada Minggu bahwa mereka menunda kegiatan karena tak bisa menjalankan program tanpa staf perempuan.
Pernyataan PBB itu mengatakan larangan bagi pekerja perempuan di bidang kemanusiaan "datang pada saat 28 juta lebih warga Afghanistan memerlukan bantuan untuk bertahan hidup…".
Larangan itu muncul ketika Afghanistan terancam bencana kelaparan, penurunan ekonomi, kemiskinan turun-temurun dan musim dingin yang parah, tulis pernyataan itu.
Badan-badan PBB dan kelompok-kelompok bantuan berjanji tetap berkomitmen memberikan bantuan penting dan independen bagi semua perempuan, laki-laki dan anak-anak yang memerlukannya.
Afghanistan telah dikuasai milisi Taliban sejak Agustus tahun lalu dan sebagian besar pendidikan bagi perempuan telah dilarang di negara itu.
Hingga kini Pemerintah Taliban belum diakui oleh dunia internasional.
Sumber: Reuters
Baca juga: PBB desak Taliban untuk batalkan larangan terhadap hak perempuan
Baca juga: Turki 'prihatin' perempuan Afghanistan dilarang kuliah
Baca juga: Taliban larang perempuan mengakses pendidikan tinggi
PBB juga memperingatkan bahwa banyak kegiatan lain kemungkinan perlu ditunda karena adanya larangan itu.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths, para kepala badan-badan PBB dan sejumlah kelompok bantuan mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa "partisipasi (perempuan) dalam pengiriman bantuan tidak dapat dirundingkan dan harus berlanjut".
Pernyataan itu juga meminta Pemerintah Taliban untuk membatalkan keputusannya.
"Melarang perempuan dari tugas kemanusiaan memiliki konsekuensi langsung terhadap keselamatan warga Afghanistan. Beberapa program penting yang harus dilakukan segera telah dihentikan sementara karena tidak adanya staf perempuan," kata mereka.
Dikatakan pula bahwa mereka tidak bisa mengabaikan kendala-kendala operasional yang sedang mereka hadapi.
"Kami akan terus melakukan berbagai kegiatan yang menyelamatkan nyawa dan harus dilakukan segera… Tetapi kami memperkirakan bahwa banyak aktivitas yang perlu disetop sementara karena kami tidak bisa memberikan bantuan kemanusiaan penting tanpa pekerja perempuan."
Larangan bagi perempuan yang bekerja di program bantuan diumumkan oleh Pemerintah Taliban pada Sabtu. Kebijakan itu mengikuti larangan pada mahasiswi untuk mengikuti kuliah pekan lalu.
Siswa SMA perempuan sudah dilarang bersekolah sejak Maret.
"Tak ada satu pun negara yang mampu mengecualikan setengah dari populasinya untuk berkontribusi pada masyarakat," tulis pernyataan itu.
Pernyataan tersebut juga diteken oleh para kepala dari UNICEF, Program Pangan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pembangunan PBB (UNDP), dan para komisaris tinggi PBB untuk pengungsi dan hak asasi manusia.
Empat kelompok global, yang telah memberi bantuan kemanusiaan pada jutaan warga Afghanistan, mengatakan pada Minggu bahwa mereka menunda kegiatan karena tak bisa menjalankan program tanpa staf perempuan.
Pernyataan PBB itu mengatakan larangan bagi pekerja perempuan di bidang kemanusiaan "datang pada saat 28 juta lebih warga Afghanistan memerlukan bantuan untuk bertahan hidup…".
Larangan itu muncul ketika Afghanistan terancam bencana kelaparan, penurunan ekonomi, kemiskinan turun-temurun dan musim dingin yang parah, tulis pernyataan itu.
Badan-badan PBB dan kelompok-kelompok bantuan berjanji tetap berkomitmen memberikan bantuan penting dan independen bagi semua perempuan, laki-laki dan anak-anak yang memerlukannya.
Afghanistan telah dikuasai milisi Taliban sejak Agustus tahun lalu dan sebagian besar pendidikan bagi perempuan telah dilarang di negara itu.
Hingga kini Pemerintah Taliban belum diakui oleh dunia internasional.
Sumber: Reuters
Baca juga: PBB desak Taliban untuk batalkan larangan terhadap hak perempuan
Baca juga: Turki 'prihatin' perempuan Afghanistan dilarang kuliah
Baca juga: Taliban larang perempuan mengakses pendidikan tinggi
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022
Tags: