Saham Asia dibuka melemah, lonjakan COVID China resahkan investor
29 Desember 2022 10:32 WIB
Ilustrasi - Dua orang wanita melihat papan elektronik yang menunjukkan rata-rata Nikkei Jepang di luar broker di Tokyo, Jepang. ANTARA/REUTERS/Toru Hanai/am.
Singapura (ANTARA) - Pasar saham Asia melemah bersamaan dengan harga minyak pada awal perdagangan Kamis pagi, karena melonjaknya kasus COVID di China meresahkan investor yang telah memperkirakan ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mendapatkan kembali momentumnya setelah pelonggaran pembatasan COVID yang ketat.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 1,06 persen, dan ditetapkan untuk kerugian minggu ketiga berturut-turut.
Saham unggulan China, Indeks CSI 300 dibuka 0,4 persen lebih rendah, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,0 persen. Indeks Nikkei Jepang turun lebih dari 1,0 persen ke level terendah hampir tiga bulan, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia kehilangan 1,18 persen.
Sistem kesehatan China mengalami tekanan berat sejak Beijing mulai membongkar rezim nol-COVID pada awal bulan.
Pada Senin (26/12/2022) China mengumumkan akan mengakhiri persyaratan karantina untuk pelancong yang masuk mulai 8 Januari, dan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, telah mewajibkan tes COVID untuk pelancong dari China.
Baca juga: Harga minyak Asia turun, lonjakan COVID China rusak prospek permintaan
Analis Nomura mengatakan dalam sebuah catatan bahwa mungkin ada gelombang infeksi yang signifikan di seluruh China, menyebar dari daerah perkotaan ke pedesaan, selama perjalanan nasional yang terburu-buru untuk Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 22 Januari.
"China mungkin menemukan dirinya dalam situasi yang sulit karena penundaannya dalam merangkul pendekatan 'hidup bersama COVID'," kata analis Nomura, mencatat bahwa kebijakan nol-COVID sebelumnya dapat melindungi orang secara berlebihan, meningkatkan risiko lonjakan infeksi setelah kontrol dihapus.
Kekhawatiran bahwa upaya bank sentral untuk menjinakkan inflasi dapat menyebabkan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian tentang bagaimana ekonomi China akan berjalan setelah penghapusan kontrol COVID telah membuat pasar tetap lemah.
Pasar sekarang menilai peluang 69 persen untuk kenaikan suku bunga 25 basis poin ketika Federal Reserve AS mengadakan tinjauan kebijakan pada Februari, dan mereka sekarang memperkirakan suku bunga AS memuncak di 4,94 persen pada paruh pertama tahun depan.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada awal Desember setelah memberikan empat kenaikan 75 basis poin berturut-turut, tetapi mengatakan mungkin perlu mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi lebih lama.
Baca juga: Rupiah kembali melemah, dipicu sentimen "hawkish" bank sentral AS
Imbal hasil obligasi pemerintah AS telah meningkat karena para pedagang berusaha menilai dampak pembukaan kembali ekonomi China terhadap kebijakan kenaikan suku bunga Fed.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun turun 2,2 basis poin menjadi 3,864 persen, tidak jauh dari tertinggi enam minggu di 3,89 persen yang dicapai di sesi sebelumnya.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 30-tahun turun 2,1 basis poin menjadi 3,956 persen. Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, turun satu basis poin di 4,349 persen.
Di pasar komoditas, harga minyak mentah AS turun 0,52 persen menjadi 78,55 dolar AS per barel dan Brent berada di 82,84 dolar AS per barel, turun 0,5 persen. Lonjakan kasus COVID di China telah menimbulkan keraguan atas pemulihan cepat permintaan bahan bakar di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.
Harga emas spot bertambah 0,2 persen menjadi 1.807,98 dolar AS per ounce. Emas berjangka AS turun 0,17 persen menjadi diperdagangkan di 1.805,80 dolar AS per ounce.
Baca juga: Harga minyak turun, pasar khawatir lonjakan COVID dan permintaan China
Baca juga: Harga emas jatuh 7,30 dolar, tertekan ambil untung pasca-dolar menguat
Di pasar mata uang, yen Jepang menguat 0,56 persen versus greenback di 133,70 per dolar, sementara sterling diperdagangkan terakhir di 1,2044 dolar, naik 0,26 persen.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,057 persen, dengan euro naik 0,19 persen menjadi 1,0628 dolar.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 1,06 persen, dan ditetapkan untuk kerugian minggu ketiga berturut-turut.
Saham unggulan China, Indeks CSI 300 dibuka 0,4 persen lebih rendah, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,0 persen. Indeks Nikkei Jepang turun lebih dari 1,0 persen ke level terendah hampir tiga bulan, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia kehilangan 1,18 persen.
Sistem kesehatan China mengalami tekanan berat sejak Beijing mulai membongkar rezim nol-COVID pada awal bulan.
Pada Senin (26/12/2022) China mengumumkan akan mengakhiri persyaratan karantina untuk pelancong yang masuk mulai 8 Januari, dan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, telah mewajibkan tes COVID untuk pelancong dari China.
Baca juga: Harga minyak Asia turun, lonjakan COVID China rusak prospek permintaan
Analis Nomura mengatakan dalam sebuah catatan bahwa mungkin ada gelombang infeksi yang signifikan di seluruh China, menyebar dari daerah perkotaan ke pedesaan, selama perjalanan nasional yang terburu-buru untuk Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 22 Januari.
"China mungkin menemukan dirinya dalam situasi yang sulit karena penundaannya dalam merangkul pendekatan 'hidup bersama COVID'," kata analis Nomura, mencatat bahwa kebijakan nol-COVID sebelumnya dapat melindungi orang secara berlebihan, meningkatkan risiko lonjakan infeksi setelah kontrol dihapus.
Kekhawatiran bahwa upaya bank sentral untuk menjinakkan inflasi dapat menyebabkan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian tentang bagaimana ekonomi China akan berjalan setelah penghapusan kontrol COVID telah membuat pasar tetap lemah.
Pasar sekarang menilai peluang 69 persen untuk kenaikan suku bunga 25 basis poin ketika Federal Reserve AS mengadakan tinjauan kebijakan pada Februari, dan mereka sekarang memperkirakan suku bunga AS memuncak di 4,94 persen pada paruh pertama tahun depan.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada awal Desember setelah memberikan empat kenaikan 75 basis poin berturut-turut, tetapi mengatakan mungkin perlu mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi lebih lama.
Baca juga: Rupiah kembali melemah, dipicu sentimen "hawkish" bank sentral AS
Imbal hasil obligasi pemerintah AS telah meningkat karena para pedagang berusaha menilai dampak pembukaan kembali ekonomi China terhadap kebijakan kenaikan suku bunga Fed.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun turun 2,2 basis poin menjadi 3,864 persen, tidak jauh dari tertinggi enam minggu di 3,89 persen yang dicapai di sesi sebelumnya.
Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 30-tahun turun 2,1 basis poin menjadi 3,956 persen. Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, turun satu basis poin di 4,349 persen.
Di pasar komoditas, harga minyak mentah AS turun 0,52 persen menjadi 78,55 dolar AS per barel dan Brent berada di 82,84 dolar AS per barel, turun 0,5 persen. Lonjakan kasus COVID di China telah menimbulkan keraguan atas pemulihan cepat permintaan bahan bakar di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.
Harga emas spot bertambah 0,2 persen menjadi 1.807,98 dolar AS per ounce. Emas berjangka AS turun 0,17 persen menjadi diperdagangkan di 1.805,80 dolar AS per ounce.
Baca juga: Harga minyak turun, pasar khawatir lonjakan COVID dan permintaan China
Baca juga: Harga emas jatuh 7,30 dolar, tertekan ambil untung pasca-dolar menguat
Di pasar mata uang, yen Jepang menguat 0,56 persen versus greenback di 133,70 per dolar, sementara sterling diperdagangkan terakhir di 1,2044 dolar, naik 0,26 persen.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,057 persen, dengan euro naik 0,19 persen menjadi 1,0628 dolar.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: