New York (ANTARA) - Wall Street beragam pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan Indeks S&P 500 dan Nasdaq merosot karena kenaikan imbal hasil obligasi Pemerintah Amerika Serikat (AS) menekan saham-saham berkapitalisasi besar atau saham-saham pertumbuhan yang sensitif terhadap suku bunga.

Indeks Dow Jones Industrial Average terangkat 37,63 poin atau 0,11 persen, menjadi menetap di 33.241,56 poin. Indeks S&P 500 jatuh 15,57 poin atau 0,40 persen menjadi berakhir di 3.829,25 poin. Indeks Komposit Nasdaq terpangkas 144,64 poin atau 1,38 persen, menjadi ditutup pada 10.353,23 poin.

Dari 11 sektor utama di S&P 500, enam mengakhiri sesi di zona merah, dengan sektor konsumer non-primer dan komunikasi menderita persentase kerugian paling tajam.

Saham-saham pertumbuhan paling banyak menyeret Nasdaq yang sarat teknologi. Indeks S&P 500 bergabung dengan Nasdaq di wilayah negatif, sementara value stocks (saham yang diperdagangkan dengan harga relatif lebih rendah terhadap kinerja keuangan perusahaan) membantu Dow mempertahankan kenaikan nominalnya.

"Imbal hasil (obligasi pemerintah) yang lebih tinggi menekan saham-saham pertumbuhan, dan di sisi lain industri, utilitas, dan energi berkinerja lebih baiki," kata Kepala Strategi Pasar Carson Group, Ryan Detrick, di Omaha, Nebraska.

"Uang mengalir keluar dari area pertumbuhan dan bekerja menuju sisi nilai dari berbagai hal, yang merupakan mikrokosmos dari apa yang telah kita lihat sepanjang tahun."

Baca juga: Dolar jatuh karena selera risiko meningkat, Aussie dan Kiwi melonjak

"Penting untuk diingat bahwa ada kelompok lain yang dapat mengambil tongkat estafet ketika penerbang tinggi kembali ke bumi," tambah Detrick.

Saham Tesla Inc anjlok 11,4 persen, dan pembuat mobil listrik itu menjadi hambatan terberat di S&P dan Nasdaq setelah tinjauan oleh Reuters tentang jadwal internal mengungkapkan rencana perusahaan untuk mengurangi produksi di pabriknya di Shanghai.

Dengan langkah Selasa (27/12/2022), saham Tesla telah kehilangan 69 persen nilainya tahun ini.

Meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah menempatkan saham pertumbuhan yang sensitif terhadap suku bunga di bawah tekanan, tema yang berulang pada tahun 2022. Untuk tahun ini, pangsa saham pertumbuhan telah anjlok lebih dari 30 persen dibandingkan dengan penurunan value stocks sekitar 7,5 persen selama periode yang sama.

Dengan hanya empat hari perdagangan tersisa di tahun 2022, ketiga indeks tersebut berada di jalur untuk membukukan kerugian tahunan terbesar sejak 2008, titik nadir dari krisis keuangan global.

Baca juga: Harga minyak stabil, produksi AS naik & China longgarkan batasan COVID

"Itu adalah tahun yang buruk untuk saham, tetapi tahun yang lebih buruk untuk obligasi. Itu sangat jarang terjadi," kata Detrick. "Ini adalah pengingat yang disayangkan bahwa pasar terkadang bisa mengejutkan."

Beijing melonggarkan pembatasan COVID-19 yang ketat, yang telah menghancurkan ekonomi senilai 17 triliun dolar AS, memicu harapan kebangkitan permintaan global dan rantai pasokan yang membaik.

Di sisi ekonomi, pandangan awal Departemen Perdagangan terhadap neraca perdagangan barang AS menunjukkan defisit menyempit sebesar 15,6 persen, sementara S&P Case-Shiller menunjukkan pertumbuhan harga rumah di komposit 20 kotanya mendingin menjadi 8,6 persen tahun-ke-tahun, pembacaan terendah sejak November 2020.

Saham-saham perusahaan China yang tercatat di AS termasuk JD.Com Inc, Alibaba Group Holding Ltd dan Pinduoduo Inc melonjak antara 1,4 persen hingga 4,9 persen setelah Beijing mengumumkan akan melonggarkan pembatasan perjalanan.

Southwest Airlines Co jatuh setelah cuaca buruk memaksa maskapai komersial diskon itu untuk memimpin rekan-rekannya dalam pembatalan. Indeks S&P 1500 maskapai penerbangan yang lebih luas juga mengakhiri sesi di zona merah.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 8,35 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 11,35 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.

Baca juga: Saham China dibuka lebih tinggi, Indeks Shanghai melambung 0,40 persen