Laporan dari China
China tanggapi kebijakan antipandemi Jepang
27 Desember 2022 22:36 WIB
Tenaga kesehatan melayani sejumlah pasien di sebuah klinik demam di Rumah Sakit Shengjing Universitas Kedokteran China di Shenyang, Provinsi Liaoning, China timur laut, Kamis (15 /12/2022). China melanjutkan pengoptimalan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian epidemi COVID-19 sambil mengalihkan fokus strategi responsnya dari meredam infeksi baru menjadi mencegah dan mengobati kasus parah. ANTARA FOTO/Xinhua/Yang Qing/wsj.
Haikou (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri China (MFA) menanggapi kebijakan pemerintah Jepang yang akan memperketat pengendalian perbatasan terhadap warga negara China.
“Kami selalu percaya bahwa semua negara dalam menerapkan kebijakan tanggap COVID-19 harus didasari sains,” kata juru bicara MFA Wang Wenbin di Beijing, Selasa.
Semua negara, termasuk Jepang, lanjut dia, akan bersikap proporsional tanpa memberikan dampak terhadap pertukaran antar-masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa sejak COVID-19 mulai merebak pada tiga tahun yang lalu, China telah mengambil langkah-langkah yang tepat secara ilmiah.
Baca juga: Jepang akan wajibkan pengunjung dari China tes COVID-19
“Kebijakan tersebut terarah dan responsif terhadap situasi yang berkembang dan telah disesuaikan dengan perkembangan sosial ekonomi,” katanya.
Bahkan kebijakan antipandemi China itu telah memberikan kontribusi secara signifikan terhadap dunia global dalam memerangi pandemi dan menciptakan pemulihan ekonomi dunia.
Pernyataan Wang dalam pengarahan pers tersebut sebagai bentuk tanggapan atas kebijakan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang mewajibkan para pelaku perjalanan internasional dari China untuk menunjukkan hasil tes negatif PCR yang berlaku mulai 30 Desember 2022.
Jika hasilnya positif, maka mereka akan diwajibkan melakukan karantina selama tujuh hari.
Dalam kesempatan tersebut, Wang juga mengumumkan bahwa China akan membebaskan pelaku perjalanan internasional yang tiba di negaranya dari kewajiban karantina mulai 8 Januari 2023.
Kebijakan baru tersebut merupakan tindak panjut dari pelonggaran protokol kesehatan antipandemi COVID-19 yang dikeluarkan pada 7 Desember 2022.
Pelonggaran kebijakan itu dikeluarkan pada saat China sedang dilanda gelombang Omicron subvarian BF.7 yang diperkirakan telah menulari sekitar 250 juta warga setempat.
Baca juga: China tangani COVID-19 dengan langkah melawan penyakit menular Kelas B
Baca juga: Saham Eropa dibuka menguat didukung optimisme China
“Kami selalu percaya bahwa semua negara dalam menerapkan kebijakan tanggap COVID-19 harus didasari sains,” kata juru bicara MFA Wang Wenbin di Beijing, Selasa.
Semua negara, termasuk Jepang, lanjut dia, akan bersikap proporsional tanpa memberikan dampak terhadap pertukaran antar-masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa sejak COVID-19 mulai merebak pada tiga tahun yang lalu, China telah mengambil langkah-langkah yang tepat secara ilmiah.
Baca juga: Jepang akan wajibkan pengunjung dari China tes COVID-19
“Kebijakan tersebut terarah dan responsif terhadap situasi yang berkembang dan telah disesuaikan dengan perkembangan sosial ekonomi,” katanya.
Bahkan kebijakan antipandemi China itu telah memberikan kontribusi secara signifikan terhadap dunia global dalam memerangi pandemi dan menciptakan pemulihan ekonomi dunia.
Pernyataan Wang dalam pengarahan pers tersebut sebagai bentuk tanggapan atas kebijakan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang mewajibkan para pelaku perjalanan internasional dari China untuk menunjukkan hasil tes negatif PCR yang berlaku mulai 30 Desember 2022.
Jika hasilnya positif, maka mereka akan diwajibkan melakukan karantina selama tujuh hari.
Dalam kesempatan tersebut, Wang juga mengumumkan bahwa China akan membebaskan pelaku perjalanan internasional yang tiba di negaranya dari kewajiban karantina mulai 8 Januari 2023.
Kebijakan baru tersebut merupakan tindak panjut dari pelonggaran protokol kesehatan antipandemi COVID-19 yang dikeluarkan pada 7 Desember 2022.
Pelonggaran kebijakan itu dikeluarkan pada saat China sedang dilanda gelombang Omicron subvarian BF.7 yang diperkirakan telah menulari sekitar 250 juta warga setempat.
Baca juga: China tangani COVID-19 dengan langkah melawan penyakit menular Kelas B
Baca juga: Saham Eropa dibuka menguat didukung optimisme China
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: