Bogor (ANTARA) - Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Ke-6 Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) pada 2022 di Sentul Bogor, Selasa, diwarnai keberagaman baju adat dari para pengurus forum di 34 provinsi.

Rakornas yang dibuka oleh Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H. itu dimeriahkan dengan warna-warni berbagai pakaian adat dari Aceh hingga Papua yang mewakili 34 FKPT di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, FKPT tersebar pada 32 provinsi. Namun, pada Rakornas Ke-5 FKPT Februari 2022 di Malang, Jawa Timur, BNPT resmi membentuk dan melantik pengurus dua provinsi, yakni Papua Barat dan Papua sehingga forum resmi memiliki 34 provinsi.

Pakaian adat Indonesia adalah salah satu kekayaan kebudayaan khas Indonesia yang perlu dilestarikan karena tidak semua negara punya keanekaragaman seperti ini.

Baju adat menjadi ciri khas tiap provinsi. Bahkan, setiap provinsi bisa mewakili beberapa etnis yang ragam budaya, tradisi, dan baju adat juga berbeda.

Misalnya, dari Provinsi Kaltara saja mewakili tiga etnis berbeda yang menjadi ciri khas provinsi ke-34 itu, yakni pakaian dari budaya keraton Bulungan, masyarakat pesisir dan Dayak Kaltara.

Indonesia kini memiliki 38 provinsi, empat provinsi baru ini, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan terakhir Provinsi Barat Daya.

Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 mencatat setidaknya ada 300 kelompok etnik atau 1.340 suku bangsa di Tanah Air.

Ketua BNPT Boy Rafli Amar mengatakan bahwa ideologi transnasional dengan paham kekerasan tidak sesuai dengan budaya dan tradisi bangsa Indonesia.

Boy menyebut bahwa Indonesia yang penduduknya 270 juta jiwa tentu di antaranya berpotensi terpapar virus kekerasan. Namun, dengan kearifan lokal dan budi budaya luhur mampu ditangkal.

BNPT, kata dia, menerapkan skema pentahelix untuk mencegah dan menanggulangi aksi terorisme serta radikalisme.

Ia menerangkan bahwa konsep pentahelix menggunakan seluruh potensi dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme, yakni unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media.

Dengan keberagaman budaya dari seluruh provinsi, dia berharap menjadi kekuatan kearifan lokal dalam melawan paham radikalisme dan terorisme itu karena budaya luhur bangsa antikekerasan.