Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menerima 6.958 pengaduan penipuan yang mengatasnamakan bea cukai hingga akhir November 2022.

Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan pengaduan pada 2021 dan 2020, yang secara berurutan sebanyak 2.491 pengaduan dan 3.284 pengaduan.

“Total kerugian Rp8,3 miliar dan potensi kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp12,6 miliar,” kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana dalam media briefing di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Bea Cukai Bekasi musnahkan rokok dan miras ilegal senilai Rp4,6 miliar

Hatta menjelaskan pelaku penipuan yang mengatasnamakan bea cukai menggunakan modus di antaranya, toko online, romansa, diplomatik, money laundry, dan lelang.

“Kami secara masif terus mengedukasi masyarakat melalui media, namun masih banyak masyarakat yang dirugikan, (terutama) yang awam tentang tugas bea cukai. Terus dilakukan melalui berbagai saluran, edukasi, namun, sampai saat ini angka yang melapor masih banyak,” kata Hatta.

Dalam kesempatan ini, dia menyampaikan DJBC menerima 618 pengaduan selama November 2022, yang meliputi 264 pengaduan modus toko online (terbanyak), 172 pengaduan modus romansa, 54 pengaduan modus diplomatik.

Baca juga: Bea Cukai tangkap kapal bawa berbagai barang ilegal di perairan Batam

Selain itu, 6 pengaduan modus money laundry, 4 pengaduan modus lelang, dan 118 pengaduan modus lainnya.

Dari total 618 pengaduan tersebut, sebanyak 426 pengaduan (68,9 persen) kategori penipuan material (terjadi kerugian material) dan 192 pengaduan (31,1 persen) kategori penipuan non-material.

“Dari 426 pengaduan kasus penipuan- material yang diterima, kerugian yang dialami berjumlah Rp967,3 juta,” kata Hatta.

Data jumlah kasus penipuan tersebut, diperoleh DJBC melalui saluran layanan informasi contact center Bravo Bea Cukai 1500225, media sosial Bea CukaiRI, dan kantor vertikal DJBC.