Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan terhadap tersangka mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau M. Syahrir (MS) selama 40 hari ke depan.

MS merupakan tersangka penerima suap dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

"Tim penyidik telah memperpanjang masa penahanan tersangka MS untuk 40 hari ke depan, terhitung 22 Desember 2022 hingga 29 Januari 2023 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1, Jakarta," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

Ali menyampaikan perpanjangan masa penahanan tersebut merupakan bagian dari langkah tim penyidik untuk terus mengumpulkan alat bukti, di antaranya dengan memanggil berbagai pihak sebagai saksi.

Selain MS, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya sebagai pemberi suap, yakni pihak swasta/pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya (FW), dan General Manager PT AA Sudarso (SDR).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan SDR untuk mengurus serta memperpanjang sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2024. Selanjutnya, SDR menghubungi dan bertemu beberapa kali dengan MS guna membahas hal tersebut.

Baca juga: KPK dalami penggunaan uang yang diterima eks Kepala BPN Riau
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus suap pengurusan HGU di BPN Riau


Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing yang salah satunya ditujukan ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat pengurusan HGU PT AA.

Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW. SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW. Pada September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang itu dilakukan di rumah dinas MS dan MS mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun.

Setelah menerima uang tersebut, MS memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Bupati Kuansing Andi Putra yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.

Atas rekomendasi MS tersebut, FW memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi dan meminta kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

Berikutnya, dilakukan pertemuan antara SDR dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi menyampaikan kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.

KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara Andi dengan SDR dan hal tersebut juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut. Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada Andi, yakni uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta.