Ia menjelaskan meskipun secara "de jure" organisasi advokat menganut asas wadah tunggal, kenyataannya ("de facto") banyak organisasi advokat menyelenggarakan kewenangan negara yang sebenarnya hanya diberikan kepada Peradi.
“Kalaulah MA mau konsisten terhadap UU Advokat, UU Advokat menyatakan 'single bar', ini sudah selesai. Dahulu kita bilang tidak ada UU, makanya tidak 'single bar, sehingga banyak organisasi,” katanya.
Setelah ada UU Advokat, papar dia, harusnya aturan perundang-undangan tersebut dipatuhi, termasuk terkait wadah tunggal organisasi dan tidak boleh menyatakan karena Peradi pecah maka menjadi multiwadah.
"Tidak bisa. Jadi harus 'single bar'. Jangan dibalik-balik,” kata dia.
Baca juga: Peradi bahas isu strategis advokat di Rakernas
Baca juga: Peradi gelar ujian profesi advokat gelombang ketiga 2022
Perjuangan wadah tunggal organisasi tersebut, menurut Otto, menjadi satu dari tiga resolusi Peradi dalam menyongsong HUT ke-18.Baca juga: Peradi bahas isu strategis advokat di Rakernas
Baca juga: Peradi gelar ujian profesi advokat gelombang ketiga 2022
Resolusi kedua, lanjut Otto, yakni terus menjaga independensi organisasi dan advokat sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang mencampuri atau mengintervensi kemandirian advokat.
Sebab, menurut Otto, kalau sudah bisa diintervensi, maka organisasi advokat tidak bisa lagi menjalankan tugasnya secara independen dalam membela para pencari keadilan.
“Ketiga, kami harus mempertahankan dan meningkatkan agar kualitas advokat tetap profesional dan berintegritas” ujarnya.
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai wadah tunggal organisasi advokat dibentuk oleh 8 organisasi advokat pada 2004 sebagai amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Otto Hasibuan mengatakan banyak badai dan hiruk pikuk yang telah dilalui selama 18 tahun terakhir.
“Perjalanan Peradi tidak mudah, tapi kami yakin dan percaya ke depan Peradi akan semakin baik,” ujarnya.Otto Hasibuan mengatakan banyak badai dan hiruk pikuk yang telah dilalui selama 18 tahun terakhir.