KLHK: Indonesia berpotensi kembangkan tanaman obat
20 Desember 2022 17:40 WIB
Dirjen PHL KLHK Agus Justianto (kiri) dan Wakil Ketua Umum Bidang Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari APHI Soewarso ditemui media usai acara diskusi KADIN di Jakarta, Selasa (20/12/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman obat sebagai obat tradisional dan modern serta bahan kosmetik sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Ditemui usai acara diskusi yang diadakan KADIN di Jakarta, Selasa, Agus mengatakan pemerintah sedang mendorong pengembangan multiusaha kehutanan yang bisa dilakukan pemilik perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH).
"Bisnis kehutanan umumnya mencakup area yang sangat luas, tetapi untuk tanaman obat ini tidak perlu area yang sangat luas. Ini bisa dikembangkan," ujar Agus.
Baca juga: KLHK: Petani-swasta bisa kolaborasi kembangkan hasil hutan bukan kayu
Dalam acara membahas pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk obat tradisional dan modern itu, dia mengatakan, dengan skema multiusaha kehutanan yang didorong pemerintah maka pemegang izin dapat berkolaborasi dengan pihak lain untuk pengembangan HHBK.
"Potensinya sangat besar karena produk-produk turunan yang ada bisa dimanfaatkan untuk berbagai aspek, obat tradisional dan terutama kosmetik," katanya.
Potensi besar untuk obat dan kosmetik itu dikarenakan kebutuhan yang besar dari masyarakat akan kedua jenis produk itu.
"Potensi pemanfaatan tanaman-tanaman obat ini sangat besar karena jangka waktu tanamnya tidak terlalu panjang," katanya.
Baca juga: KLHK dorong kemandirian KPH dengan hasil hutan bukan kayu
Untuk itu, dia mendorong pengembangan turunan produk tanaman obat itu agar dapat dikembangkan di Tanah Air dan menghindari upaya paten yang dilakukan pihak asing.
Selain itu, tanaman obat telah dimanfaatkan oleh masyarakat adat di Indonesia untuk pengobatan tradisional. Meski untuk pengembangan secara lebih luas memerlukan proses untuk mendapatkan sertifikasi dari BPOM.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Soewarso menyampaikan bahwa potensi rempah dan tanaman obat-obatan Indonesia terlihat ketika pandemi COVID-19 terjadi.
Hal itu dapat dilihat dari peningkatan munculnya produk obat tradisional dan penjualannya, beberapa bahkan mengalami peningkatan ekspor seperti minyak asiri.
Baca juga: KLHK akan tingkatkan peran dan akses masyarakat terhadap agroforestri
"Sudah saatnya kita scale up, itu kuncinya. Untuk itu, dalam pertemuan ini bagaimana meningkatkan skala yang lebih besar lagi karena ada potensi nilai ekspornya," kata Soewarso.
Ditemui usai acara diskusi yang diadakan KADIN di Jakarta, Selasa, Agus mengatakan pemerintah sedang mendorong pengembangan multiusaha kehutanan yang bisa dilakukan pemilik perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH).
"Bisnis kehutanan umumnya mencakup area yang sangat luas, tetapi untuk tanaman obat ini tidak perlu area yang sangat luas. Ini bisa dikembangkan," ujar Agus.
Baca juga: KLHK: Petani-swasta bisa kolaborasi kembangkan hasil hutan bukan kayu
Dalam acara membahas pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk obat tradisional dan modern itu, dia mengatakan, dengan skema multiusaha kehutanan yang didorong pemerintah maka pemegang izin dapat berkolaborasi dengan pihak lain untuk pengembangan HHBK.
"Potensinya sangat besar karena produk-produk turunan yang ada bisa dimanfaatkan untuk berbagai aspek, obat tradisional dan terutama kosmetik," katanya.
Potensi besar untuk obat dan kosmetik itu dikarenakan kebutuhan yang besar dari masyarakat akan kedua jenis produk itu.
"Potensi pemanfaatan tanaman-tanaman obat ini sangat besar karena jangka waktu tanamnya tidak terlalu panjang," katanya.
Baca juga: KLHK dorong kemandirian KPH dengan hasil hutan bukan kayu
Untuk itu, dia mendorong pengembangan turunan produk tanaman obat itu agar dapat dikembangkan di Tanah Air dan menghindari upaya paten yang dilakukan pihak asing.
Selain itu, tanaman obat telah dimanfaatkan oleh masyarakat adat di Indonesia untuk pengobatan tradisional. Meski untuk pengembangan secara lebih luas memerlukan proses untuk mendapatkan sertifikasi dari BPOM.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Soewarso menyampaikan bahwa potensi rempah dan tanaman obat-obatan Indonesia terlihat ketika pandemi COVID-19 terjadi.
Hal itu dapat dilihat dari peningkatan munculnya produk obat tradisional dan penjualannya, beberapa bahkan mengalami peningkatan ekspor seperti minyak asiri.
Baca juga: KLHK akan tingkatkan peran dan akses masyarakat terhadap agroforestri
"Sudah saatnya kita scale up, itu kuncinya. Untuk itu, dalam pertemuan ini bagaimana meningkatkan skala yang lebih besar lagi karena ada potensi nilai ekspornya," kata Soewarso.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: