Surabaya (ANTARA News) - Mantan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pilpres 2004, KH Hasyim Muzadi, menyatakan dirinya tidak menunggangi aksi massa, baik yang berlangsung di Jakarta, Surabaya, Tuban maupun Banyuwangi. "Saya tidak menunggangi aksi massa, apakah yang terjadi di Jakarta, Surabaya, Tuban, Banyuwangi, atau dimana pun," kata Hasyim yang juga Ketua Umum PBNU itu saat dikonfirmasi ANTARA dari Surabaya, Jumat petang, menanggapi peringatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terkait aksi buruh di Jakarta yang berujung pada anarkisme. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang, Jatim itu, pihaknya memang kalah dalam Pemilu 2004, tapi pihaknya tidak menunggangi aksi massa, karena setelah kalah langsung mengurusi NU dan tidak pernah mengurusi politik praktis. "Yang kalah itu `kan bukan cuma saya, ada Amien Rais, ada Pak Wiranto, ada Bu Megawati, Pak Agum Gumelar, dan sebagainya. Kalau dikatakan ada yang menunggangi, saya tidak tahu dan saya tidak mengerti, karena saya tidak ada informasi soal itu," katanya. Mantan Cawapres yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri itu mengatakan, sejak kekalahan pada pilpres itu dirinya langsung mengurusi politik keumatan, politik kebangsaan, dan politik moral hingga kini. "Setelah kalah, saya tidak mengurusi politik praktis, atau politik kekuasaan, karena itu saya tak pernah terlibat dalam pro dan kontra dengan pemerintah, sebab saya mengurusi umat, bangsa, dan moralitas kita," ujarnya. Ditanya keterlibatan NU dalam sejumlah aksi massa pasca Pemilu 2004 hingga sekarang, mantan Ketua PWNU Jatim itu mengaku NU tak pernah tahu soal politik praktis, karena itu NU tidak terlibat dalam setiap gerakan atau aksi massa. "Kalau ada orang NU yang terlibat, maka dia tidak bertindak atas nama NU secara institusi, tapi dia merupakan bagian dari warga negara, atas nama pribadi sebagai rakyat," katanya. Secara terpisah, Ketua PWNU Jatim KH Dr Ali Maschan Moesa MSi mengatakan, warga NU itu ada dimana-mana, baik di PKB, Golkar, PDIP, PPP, PD, dan sebagainya, karena itu keterlibatan dalam politik praktis sudah bukan lagi atas nama NU secara institusi. "Warga NU itu kalau berpolitik praktis nggak boleh membawa nama NU dan hal itu merupakan aturan main dalam AD/ART NU. Tapi saya kira siapa pun dia, apakah dia orang NU atau bukan NU, tentu tetap tidak boleh anarkis, harus sesuai prosedur hukum," katanya. ANTARA mencatat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berada di Amman (3/5) memperingatkan semua kelompok yang belum ikhlas menerima hasil Pemilu 2004 untuk tidak melakukan tindakan apapun juga yang tidak kondusif bagi pembangunan. "Kalau ada diantara komponen bangsa apakah itu perseorangan kelompok atau ikatan identitas lain yang barangkali belum ikhlas, belum menerima hasil Pemilu 2004, meskipun itu menjadi hak mereka untuk melakukan langkah-langkah politik apapun juga dalam koridor demokrasi, tapi tolong jangan semua itu berujung pada situasi dalam negeri Indonesia yang tidak kondusif untuk pembangunan berikutnya," pesannya.(*)