Jakarta (ANTARA) - Lembaga Sensor Film (LSF) memperluas kerja sama melalui penandatangan nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah pihak seperti BUMN, perguruan tinggi, organisasi profesi, hingga pemerintah daerah terkait literasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, di Jakarta, Selasa (20/12).

Menurut Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto, partisipasi aktif dari banyak pihak sangat berpengaruh dalam menyukseskan program yang sudah dicanangkan pada penghujung tahun 2021 tersebut.

"Kolaborasi ini sudah berjalan dari tahun 2021 dan hingga saat ini LSF telah mengadakan MoU dengan 20 perguruan tinggi negeri, 21 perguruan tinggi swasta, dan empat instansi/lembaga terkait," kata Rommy.

Baca juga: Kelurahan Winongo Madiun jadi percontohan program Desa Sensor Mandiri

Adapun yang turut serta dalam penandatanganan MoU ini adalah Badan Perfilman Indonesia (BFI), Perusahaan Film Negara (PFN), Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, Universitas Ibn Khaldun Bogor, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Sam Ratulangi Manado dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI).

Rommy berharap, kerja sama dan kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas perfilman, penyensoran dan sosialisasi budaya sensor mandiri semakin baik.

LSF juga turut menggandeng perguruan tinggi dalam rangka membangun kolaborasi karena aksi dan sosialisasi budaya sensor mandiri dapat disinergikan dengan aktivitas tri dharma perguruan tinggi, guna mendukung Gerakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Bersama Universitas Prof. DR. Hamka, LSF meluncurkan publikasi bertajuk "Persepsi Pelajar Jabodetabek Tentang Kriteria Penyensoran Konten Media dan Budaya Sensor Mandiri" yang diharapkan bisa menjadi salah satu solusi perlindungan bagi perkembangan mental dan karakter anak di tengah gempuran tontonan melalui media digital.

Penelitian dilakukan dengan cara menetapkan target yang terdiri dari pelajar SD, SMP, SMA, dan SMK di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Adapun sampel penelitian diambil sebanyak 560 pelajar SD, SMP, SMA, dan SMK yang mewakili 14 wilayah administrasi Jabodetabek.

Penelitian ini bersifat survei evaluatif yang tujuannya untuk mengetahui efektivitas program yang telah dilakukan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Budaya Sensor Mandiri akan lebih bermanfaat jika berbasis pendidikan karakter dengan memperhatikan konsep dari Lickona dalam muatan pendidikan karakter, yang meliputi "knowing the good", "feeling the good", dan "doing the good".

"Pengetahuan dan kesadaran masyarakat, penting dalam membangun pemahaman masyarakat terhadap klasifikasi usia, gambar, adegan, dialog, suara, pesan dan hikmah yang diperoleh dari suatu film," kata Rommy.

Baca juga: Sandiaga perkirakan ribuan lapangan kerja tercipta berkat LSF 2022

Baca juga: Alasan badak jadi maskot Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri LSF

Baca juga: LSF luncurkan Bioskop Sadar Sensor Mandiri