Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan pengembangan budi daya maggot sebagai solusi mengatasi sampah rumah tangga yang dilakukan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kebon Talo dilirik para penggiat Lingkungan Hidup dari Negara Denmark.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Senin, mengatakan saat mereka datang pada akhir November 2022, mereka kagum karena di Indonesia Pemerintah Kota Mataram satu-satunya yang mampu mengolah sampah rumah tangga melalui budi daya maggot.

"Kalau yang dikelola pihak swasta banyak, tapi yang dikelola pemerintah secara langsung hanya Kota Mataram," katanya.

Menurut Kemal, kedatangan sejumlah para Penggiat Lingkungan Hidup dari Denmark tersebut bertujuan untuk belajar proses pengembangan maggot mulai dari induk, telur, pembibitan, hingga proses panen selama 14 hari.

Baca juga: DLH: budi daya maggot kurangi sampah ke TPA hingga 5 ton per bulan

Baca juga: Belajar dari kesuksesan pembudi daya maggot asal Banyumas


"Kedatangan mereka sekaligus melihat peluang investasi jangka panjang melalui budi daya maggot. Sekarang mereka masih melihat potensi investasi ke depan," katanya.

Lebih jauh Kemal mengatakan, keberadaan Mataram Maggot Center (MCC) di TPST Kebon Talo selama ini juga sudah sering mendapat kunjungan kerja dari berbagai daerah.

"Sebelumnya, sejumlah penggiat Lingkungan Hidup juga datang dari Kalimantan dan Sumatera yang ingin melihat langsung proses pengolahan sampah melalui budi daya maggot," katanya.

Menurut Kemal, budi daya maggot efektif mengurangi sampah rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), sebab dengan fasilitas yang ada saat ini dalam sebulan bisa mencapai 5 ton.

"Jumlah sampah yang diurai maggot ini sesuai dengan produksi maggot per bulan. Artinya, jika per bulan kita bisa produksi 5 ton, maka sampah yang diurai juga mencapai 5 ton," katanya.

Sampah rumah tangga yang menjadi pakan maggot seperti sisa makanan, buah dan sayur, melalui budi daya maggot dinilai efektif. Apalagi pangsa pasar maggot cukup menjanjikan terutama untuk pakan ikan dan unggas.

"Untuk sementara maggot kita jual ke peternak Rp6.000 per kilogram dengan sistem hutang atau dibayar setelah peternak ikan panen," katanya.

Menyinggung tentang potensi pendapatan daerah (PAD) dari budi daya maggot, Kemal mengatakan, PAD bukan menjadi tujuan utama melainkan bagaimana mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi.

"Tapi potensi PAD tetap akan kita pikirkan, dengan terlebih dahulu menyiapkan payung hukum sebagai sebuah pendapatan daerah yang sah," katanya.*

Baca juga: DLH Mataram kembangkan maggot di TPST modern Mandalika

Baca juga: Pemkot Jaksel ajarkan budi daya maggot guna kurangi sampah