Piala Dunia 2022
Didier Deschamps arsitek di balik angker dan tangguhnya Prancis
18 Desember 2022 20:00 WIB
Pelatih timnas Prancis Didier Deschamps saat ambil bagian dalam latihan tim di pusat latihan Al Sadd SC di Doha pada 17 Desember 2022 menjelang final Piala Dunia Qatar 2022 antara Argentina dan Prancis. ANTARA/AFP/FRANCK FIFE.
Jakarta (ANTARA) - Didier Deschamps adalah pesepak bola yang lengkap, tetapi sering dipinggirkan dalam setiap diskursus mengenai siap pelatih sepak bola terhebat di jagat ini.
Sebagai kapten, dia memimpin Prancis meraih gelar juara dunia pertama negerinya. Sebagai pelatih, dia membimbing mereka merebut Piala Dunia keduanya.
Dia juga pernah membawa AS Monaco ke final Liga Champions UEFA pertama dalam sejarah klub itu dan mengantarkan Marseille menjuarai Liga Prancis setelah 30 tahun tak pernah mereka rasakan kembali.
Tapi Deschamps amat dicintai di Prancis dan dipuja jauh melampaui batasnya bahkan sebelum memimpin Les Bleus ke final Piala Dunia 2022, bahkan pelatih Maroko Walid Reragui memproklamirkan Deschamps sebagai pelatih terbaik di dunia.
Deschamps jarang muncul dalam debat mengenai gaya kepelatihan mana yang terbaik di dunia. Ini karena dia sosok yang tak mau menonjolkan diri.
Sebagai pemain dan pelatih, di dalam dan di luar lapangan, Deschamps tidak pernah mencari sorotan atau terombang-ambing oleh suara-suara di luar tim dan lapangan.
Dia membiarkan kerja dan prestasinya membela dirinya dari segala kritik.
Eric Cantona pernah mencibirnya bahwa dia "tak akan pernah menjadi apa pun selain pembawa air" yang adalah istilah untuk pesepak bola yang bekerja keras di lapangan tanpa menjadi pemain bintang.
"Anda bisa menemukan pemain seperti dia di setiap sudut jalan," kata Cantona. Descamps cuma menjawab, "siapa yang sudah dua kali menjuarai Piala Eropa?"
Kini dia dikritik sebagai seorang pragmatis hebat yang semestinya menghasilkan tontonan sepak bola yang lebih menarik mengingat pemain-pemain besar yang dimilikinya.
Baca juga: Metamorfosis Argentina sejak juarai Copa America 2021
Ketika Les Bleus lolos ke final Piala Dunia 2018, seorang komentator Prancis terkemuka mengatakan Prancis bakal menjadi "juara dunia terburuk sepanjang masa".
Untuk itu, banyak orang menginginkan Zinedine Zidane mengganti dia, apa pun hasil final nanti.
Tapi Deschamps menjawab semua kritik itu dengan bukti bahwa dari susunan pemainnya, Prancis sama sekali tidak defensif.
Menempatkan kembali Antoine Griezmann di belakang tiga pemain depan adalah salah satu bukti timnya menganut pendekatan menyerang.
Tapi itu juga solusi untuk menyelesaikan masalah cedera dalam timnya yang mungkin bagi tim-tim lain membuat terpental jauh sebelum final.
Kini Deschamps tinggal satu pertandingan lagi untuk menorehkan sejarah baru sebagai orang pertama sejak Vittorio Pozzo memimpin Italia dua kali berturut-turut menjuarai Piala Dunia pada 1934 dan 1938.
Namun sebagaimana bisa pelatih Prancis tidak tertarik dengan statistik dan menjadi pusat perhatian.
"Di sini saya bukan hal paling penting, yang penting itu tim," kata dia setelah Prancis menaklukkan Maroko dalam semifinal.
"Tentu saja saya bangga dan kami semua tahu kami kini berkesempatan mempertahankan gelar dalam final."
"Itu pencapaian yang luar biasa. Tapi saya sama sekali tidak memikirkan diri saya. Saya senang kepada fakta bahwa kami meraih kesuksesan ini," kata Deschamps.
Baca juga: Kroasia lebih dari kisah peringkat ketiga Piala Dunia 2022
Pendekatannya yang mengutamakan tim itu mendapatkan hormat dan sanjungan dari para pemain, termasuk bek Jules Kounde yang menyebutnya sebagai orang yang sudah "melakukan segalanya demi membuat semua pemain merasa nyaman".
Bek tengah Raphael Varane juga memuji kemampuan Deschamps dalam "memanfaatkan kualitas semua pemain demi tujuan bersama."
“Kualitas terbaiknya adalah kemampuannya membangun skuad," kata Patrice Evra, mantan bek Prancis.
"Kadang dia tidak memilih pemain terbaik karena motivasinya cuma ‘Tim adalah bintangnya’. Dia orang yang bisa membangun skuad untuk menjuarai sebuah turnamen. Dia sungguh pelatih yang hebat dan sangat rendah hati."
“Bagi saya, sejauh ini dia adalah pelatih Prancis yang paling hebat," kata mantan bek sayap Manchester United itu.
Jika timnya mengalahkan Argentina nanti, maka Deschamps mungkin membuat Prancis dan dunia sepakat dengan Evra bahwa dia memang pelatih paling hebat.
(sumber laman FIFA)
Baca juga: Preview final Piala Dunia 2022: Prancis vs Argentina
Sebagai kapten, dia memimpin Prancis meraih gelar juara dunia pertama negerinya. Sebagai pelatih, dia membimbing mereka merebut Piala Dunia keduanya.
Dia juga pernah membawa AS Monaco ke final Liga Champions UEFA pertama dalam sejarah klub itu dan mengantarkan Marseille menjuarai Liga Prancis setelah 30 tahun tak pernah mereka rasakan kembali.
Tapi Deschamps amat dicintai di Prancis dan dipuja jauh melampaui batasnya bahkan sebelum memimpin Les Bleus ke final Piala Dunia 2022, bahkan pelatih Maroko Walid Reragui memproklamirkan Deschamps sebagai pelatih terbaik di dunia.
Deschamps jarang muncul dalam debat mengenai gaya kepelatihan mana yang terbaik di dunia. Ini karena dia sosok yang tak mau menonjolkan diri.
Sebagai pemain dan pelatih, di dalam dan di luar lapangan, Deschamps tidak pernah mencari sorotan atau terombang-ambing oleh suara-suara di luar tim dan lapangan.
Dia membiarkan kerja dan prestasinya membela dirinya dari segala kritik.
Eric Cantona pernah mencibirnya bahwa dia "tak akan pernah menjadi apa pun selain pembawa air" yang adalah istilah untuk pesepak bola yang bekerja keras di lapangan tanpa menjadi pemain bintang.
"Anda bisa menemukan pemain seperti dia di setiap sudut jalan," kata Cantona. Descamps cuma menjawab, "siapa yang sudah dua kali menjuarai Piala Eropa?"
Kini dia dikritik sebagai seorang pragmatis hebat yang semestinya menghasilkan tontonan sepak bola yang lebih menarik mengingat pemain-pemain besar yang dimilikinya.
Baca juga: Metamorfosis Argentina sejak juarai Copa America 2021
Ketika Les Bleus lolos ke final Piala Dunia 2018, seorang komentator Prancis terkemuka mengatakan Prancis bakal menjadi "juara dunia terburuk sepanjang masa".
Untuk itu, banyak orang menginginkan Zinedine Zidane mengganti dia, apa pun hasil final nanti.
Tapi Deschamps menjawab semua kritik itu dengan bukti bahwa dari susunan pemainnya, Prancis sama sekali tidak defensif.
Menempatkan kembali Antoine Griezmann di belakang tiga pemain depan adalah salah satu bukti timnya menganut pendekatan menyerang.
Tapi itu juga solusi untuk menyelesaikan masalah cedera dalam timnya yang mungkin bagi tim-tim lain membuat terpental jauh sebelum final.
Kini Deschamps tinggal satu pertandingan lagi untuk menorehkan sejarah baru sebagai orang pertama sejak Vittorio Pozzo memimpin Italia dua kali berturut-turut menjuarai Piala Dunia pada 1934 dan 1938.
Namun sebagaimana bisa pelatih Prancis tidak tertarik dengan statistik dan menjadi pusat perhatian.
"Di sini saya bukan hal paling penting, yang penting itu tim," kata dia setelah Prancis menaklukkan Maroko dalam semifinal.
"Tentu saja saya bangga dan kami semua tahu kami kini berkesempatan mempertahankan gelar dalam final."
"Itu pencapaian yang luar biasa. Tapi saya sama sekali tidak memikirkan diri saya. Saya senang kepada fakta bahwa kami meraih kesuksesan ini," kata Deschamps.
Baca juga: Kroasia lebih dari kisah peringkat ketiga Piala Dunia 2022
Pendekatannya yang mengutamakan tim itu mendapatkan hormat dan sanjungan dari para pemain, termasuk bek Jules Kounde yang menyebutnya sebagai orang yang sudah "melakukan segalanya demi membuat semua pemain merasa nyaman".
Bek tengah Raphael Varane juga memuji kemampuan Deschamps dalam "memanfaatkan kualitas semua pemain demi tujuan bersama."
“Kualitas terbaiknya adalah kemampuannya membangun skuad," kata Patrice Evra, mantan bek Prancis.
"Kadang dia tidak memilih pemain terbaik karena motivasinya cuma ‘Tim adalah bintangnya’. Dia orang yang bisa membangun skuad untuk menjuarai sebuah turnamen. Dia sungguh pelatih yang hebat dan sangat rendah hati."
“Bagi saya, sejauh ini dia adalah pelatih Prancis yang paling hebat," kata mantan bek sayap Manchester United itu.
Jika timnya mengalahkan Argentina nanti, maka Deschamps mungkin membuat Prancis dan dunia sepakat dengan Evra bahwa dia memang pelatih paling hebat.
(sumber laman FIFA)
Baca juga: Preview final Piala Dunia 2022: Prancis vs Argentina
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2022
Tags: