PBB serukan bangun konsensus cetak biru keanekaragaman hayati di COP15
17 Desember 2022 06:11 WIB
Konferensi keanekaragaman hayati PBB di Montreal ini harus menjadi "titik balik," kata Elizabeth Maruma Mrema, sekretaris eksekutif Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati. ANTARA/Xinhua.
Jakarta (ANTARA) - Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (15/12) menyerukan lebih banyak konsensus demi mencapai kerangka kerja keanekaragaman hayati global pasca-2020 saat negosiasi tingkat menteri konferensi keanekaragaman hayati yang sedang berlangsung di Montreal, Kanada.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mendesak semua pihak untuk menyepakati kerangka kerja ambisius pasca-2020 untuk memulihkan keanekaragaman hayati yang hilang dan menempatkan umat manusia di jalur hidup yang harmonis dengan alam.
Dia meminta negara-negara maju agar mendukung negara-negara berkembang dengan sumber daya keuangan, keahlian teknis, dan pengembangan kapasitas untuk memastikan implementasi kerangka kerja tersebut.
"Sudah saatnya mengakhiri tiga krisis planet ini dan mengatur ulang hubungan kita dengan alam," katanya.
"Kita membutuhkan kejelasan yang lebih baik tentang bagaimana kekayaan yang dihasilkan dari kemajuan pesat dalam teknologi pengurutan genetik dan aplikasi komersial akan dibagikan secara adil," sambungnya.
Negosiasi keanekaragaman hayati PBB, yang dibuka pada pekan lalu, memasuki tahap krusial karena hanya tersisa beberapa hari untuk mencapai sebuah dokumen hasil. Pertemuan tingkat menteri ini akan berlangsung hingga Sabtu (17/12) untuk menegosiasikan isu-isu sulit terkait dokumen tersebut.
Menurut sebuah surat yang dikirimkan kepada para delegasi pada Kamis oleh Menteri Ekologi dan Lingkungan China Huang Runqiu, yang juga menjabat sebagai presiden pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (COP15), sejumlah isu kompleks terkait dokumen akhir yang perlu disepakati tersebut mencakup mobilisasi sumber daya, informasi urutan digital tentang sumber daya genetik, dan kerangka kerja pemantauan.
Konferensi keanekaragaman hayati PBB di Montreal ini harus menjadi "titik balik," kata sekretaris eksekutif Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati Elizabeth Maruma Mrema.
Mrema mengatakan meskipun berbagai pihak memiliki kepentingan yang berbeda, "kita masih bisa bersatu dengan visi dan tujuan yang sama."
Dia meminta semua pemangku kepentingan untuk mengesampingkan perbedaan guna mencapai peta jalan yang ambisius tetapi realistis dan dapat dicapai demi perlindungan keanekaragaman hayati.
China memimpin kepresidenan COP15 untuk Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati dan telah mengadakan pertemuan fase pertama di Kunming, ibu kota Provinsi Yunnan, China barat daya.
COP15 fase kedua berlangsung di Montreal, Kanada, pada 7-19 Desember dengan tema lanjutan "Peradaban Ekologis: Membangun Masa Depan Bersama untuk Semua Kehidupan di Bumi" (Ecological Civilization: Building a Shared Future for All Life on Earth).
Presiden Majelis Umum PBB Csaba Korosi mendorong para pihak terkait untuk mengatasi akar penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dengan mengubah cara produksi, konsumsi, perdagangan, dan transportasi.
"Saya memohon kepada bisnis-bisnis global agar mengemban tanggung jawab sosial dengan mengarusutamakan keanekaragaman hayati ke dalam strategi dan rantai nilai mereka," tuturnya, seraya menyerukan untuk mengungkapkan dependensi dan dampaknya terhadap alam.
Pertemuan COP15 diperkirakan akan berakhir pada pekan depan dengan pengesahan kerangka kerja keanekaragaman hayati global pasca-2020 yang bertujuan menyelamatkan alam bagi generasi mendatang.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mendesak semua pihak untuk menyepakati kerangka kerja ambisius pasca-2020 untuk memulihkan keanekaragaman hayati yang hilang dan menempatkan umat manusia di jalur hidup yang harmonis dengan alam.
Dia meminta negara-negara maju agar mendukung negara-negara berkembang dengan sumber daya keuangan, keahlian teknis, dan pengembangan kapasitas untuk memastikan implementasi kerangka kerja tersebut.
"Sudah saatnya mengakhiri tiga krisis planet ini dan mengatur ulang hubungan kita dengan alam," katanya.
"Kita membutuhkan kejelasan yang lebih baik tentang bagaimana kekayaan yang dihasilkan dari kemajuan pesat dalam teknologi pengurutan genetik dan aplikasi komersial akan dibagikan secara adil," sambungnya.
Negosiasi keanekaragaman hayati PBB, yang dibuka pada pekan lalu, memasuki tahap krusial karena hanya tersisa beberapa hari untuk mencapai sebuah dokumen hasil. Pertemuan tingkat menteri ini akan berlangsung hingga Sabtu (17/12) untuk menegosiasikan isu-isu sulit terkait dokumen tersebut.
Menurut sebuah surat yang dikirimkan kepada para delegasi pada Kamis oleh Menteri Ekologi dan Lingkungan China Huang Runqiu, yang juga menjabat sebagai presiden pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (COP15), sejumlah isu kompleks terkait dokumen akhir yang perlu disepakati tersebut mencakup mobilisasi sumber daya, informasi urutan digital tentang sumber daya genetik, dan kerangka kerja pemantauan.
Konferensi keanekaragaman hayati PBB di Montreal ini harus menjadi "titik balik," kata sekretaris eksekutif Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati Elizabeth Maruma Mrema.
Mrema mengatakan meskipun berbagai pihak memiliki kepentingan yang berbeda, "kita masih bisa bersatu dengan visi dan tujuan yang sama."
Dia meminta semua pemangku kepentingan untuk mengesampingkan perbedaan guna mencapai peta jalan yang ambisius tetapi realistis dan dapat dicapai demi perlindungan keanekaragaman hayati.
China memimpin kepresidenan COP15 untuk Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati dan telah mengadakan pertemuan fase pertama di Kunming, ibu kota Provinsi Yunnan, China barat daya.
COP15 fase kedua berlangsung di Montreal, Kanada, pada 7-19 Desember dengan tema lanjutan "Peradaban Ekologis: Membangun Masa Depan Bersama untuk Semua Kehidupan di Bumi" (Ecological Civilization: Building a Shared Future for All Life on Earth).
Presiden Majelis Umum PBB Csaba Korosi mendorong para pihak terkait untuk mengatasi akar penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dengan mengubah cara produksi, konsumsi, perdagangan, dan transportasi.
"Saya memohon kepada bisnis-bisnis global agar mengemban tanggung jawab sosial dengan mengarusutamakan keanekaragaman hayati ke dalam strategi dan rantai nilai mereka," tuturnya, seraya menyerukan untuk mengungkapkan dependensi dan dampaknya terhadap alam.
Pertemuan COP15 diperkirakan akan berakhir pada pekan depan dengan pengesahan kerangka kerja keanekaragaman hayati global pasca-2020 yang bertujuan menyelamatkan alam bagi generasi mendatang.
Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: