Singapura (ANTARA) - Dolar menguat secara luas di sesi Asia pada Kamis sore, setelah Federal Reserve (Fed) menaikkan suku bunga 50 basis poin semalam seperti yang diharapkan secara luas, dan para pembuat kebijakan meramalkan membuat kenaikan lebih lanjut serta mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

Menetapkan tekad Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) untuk menjinakkan inflasi meskipun ada risiko resesi, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan suku bunga diperkirakan akan mencapai puncak di atas 5,0 persen.

Euro turun 0,29 persen menjadi 1,0651 dolar, sementara sterling kehilangan 0,34 persen menjadi 1,2386 dolar. Kiwi merosot 0,3 persen menjadi 0,6440 dolar AS, dan terhadap yen Jepang, dolar naik 0,17 persen menjadi 135,705.

"Pernyataan FOMC yang hampir tidak berubah mengangkat pertanda hawkish karena tidak adanya pengurangan yang mencolok dalam pengetatan," kata Kepala Ekonomi dan Strategi Mizuho Bank, Vishnu Varathan.

"Hasilnya adalah bahwa Fed tidak hanya menunjukkan puncak yang lebih tinggi, tetapi menekankan pada tingkat restriktif lebih lama."

Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar AS naik 0,22 persen menjadi 103,89. Tapi masih merana di dekat terendah enam bulan di sesi sebelumnya, yang mencerminkan beberapa skeptisisme pasar mengenai apakah The Fed benar-benar akan mengambil suku bunga yang begitu tinggi.

Dana Fed berjangka menunjukkan bahwa pasar memperkirakan suku bunga AS mencapai puncaknya di bawah 5,0 persen pada Mei tahun depan, lebih rendah dari yang telah dipandu oleh Fed.

Baca juga: Dolar goyah di awal sesi Asia, investor menantang sikap "hawkish" Fed

"The Fed tidak ingin kondisi keuangan melonggar, tetapi semakin banyak investor mengatakan: kami mendengar apa yang Anda katakan dan kami tahu apa yang Anda inginkan, tetapi kami tidak mempercayai Anda," kata Manajer Portofolio dan Direktur Pelaksana Thornburg Investment Management, Christian Hoffmann, yang berbasis di New Mexico.

Keyakinan yang berkembang bahwa inflasi AS kemungkinan telah mencapai puncaknya juga memicu skeptisisme pasar.

Harga konsumen AS naik lebih rendah dari yang diperkirakan untuk bulan kedua berturut-turut pada November, data yang dirilis minggu ini menunjukkan, dengan harga konsumen yang mendasari naik paling sedikit dalam 15 bulan.

Di Asia, data yang dirilis pada Kamis menunjukkan bahwa ekonomi China kehilangan lebih banyak kekuatan pada November karena output pabrik melambat dan penjualan ritel memperpanjang penurunan, keduanya meleset dari perkiraan dan mencatat angka terburuk dalam enam bulan, dengan ekonomi tertatih-tatih oleh lonjakan kasus COVID-19 dan meluasnya pembatasan virus, yang baru dilonggarkan minggu lalu.

Aussie, sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan, turun 0,55 persen menjadi 0,6826 dolar AS. Yuan di pasar luar negeri terakhir 0,3 persen lebih rendah pada 6,9643 per dolar.

Pasar sekarang mengalihkan perhatian mereka ke keputusan suku bunga oleh bank sentral Inggris (BoE) dan Bank Sentral Eropa (ECB) yang dijadwalkan pada Kamis waktu setempat, dengan kedua bank sentral tersebut juga diperkirakan akan memberikan kenaikan suku bunga 50 basis poin. "BoE dan ECB menghadapi banyak tantangan. Saya pikir ekonomi mereka benar-benar akan kesulitan tahun depan," kata Kepala Ekonom di Kiwibank, Jarrod Kerr. "Mereka harus lebih berhati-hati dengan prospek mereka dan ekonomi yang lebih lemah."

Baca juga: Rupiah melemah, pasar khawatir suku bunga tinggi dorong resesi
Baca juga: Dolar jatuh setelah data inflasi AS lemah, fokus pasar beralih ke Fed