Jakarta (ANTARA) - Peserta Program Kartu Prakerja Gelombang 2, Yumna Via Hasiany menjadi contoh sukses orang yang mampu bertarung mengisi salah satu pekerjaan dalam critical occupation list (COL) atau daftar pekerjaan kritis.

COL dapat diartikan sebagai daftar pekerjaan dalam kondisi defisit atau sisi permintaan untuk pekerjaan dalam COL lebih besar daripada jumlah SDM yang tersedia.

Melalui Kartu Prakerja, pemerintah berupaya memperbaiki sisi penyediaan angkatan kerja lewat program yang telah diluncurkan sejak 11 April 2020.

Berkat pelatihan dari Program Kartu Prakerja, perempuan asal Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, itu kini bekerja mengisi salah satu pekerjaan yang masuk dalam kategori COL, yakni pengembang aplikasi dan sistem (apps and system developer).

"Berkat pelatihan Program Kartu Prakerja, saya mendapat skill, mendapat sertifikat, terus mendapat kerja sesuai keinginan," tuturnya, ketika ditemui di acara Program Kartu Prakerja di Bali.

Perempuan berusia 25 tahun, lulusan Fakultas Teknik Informatika Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu saat ini bekerja di sebuah bank swasta sebagai programmer untuk mobile banking.

Sebelum bekerja di perusahaan perbankan, ia sempat menjadi programmer web di sebuah perusahaan logistik yang berlokasi di Jakarta Barat dan salah satu anak usaha Pertamina dengan berbekal sertifikat yang didapat dari pelatihan Kartu Prakerja.

Sertifikat kompetensi yang didapatkannya menjadi legitimasi (bukti pengakuan) terhadap capaian kemampuannya, sehingga ia diterima bekerja di beberapa tempat, meski di tengah pandemi COVID-19, dimana situasi saat itu banyak pekerja justru dirumahkan atau malah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak tidak langsung pandemi.

"Kartu Prakerja berpengaruh banget, dari awal ke Jakarta belum bekerja, terus diterima kerja tuh orang sampai bilang, kok bisa ya dapat kerja di Jakarta. Sampai sekarang aku tuh masih dapat tawaran kerja," tuturnya.

Menurutnya, skill menjadi salah satu faktor yang membuat dirinya mendapatkan banyak tawaran kerja.

Peserta Program Kartu Prakerja lainnya, Natalie. Perempuan berusia 33 tahun itu kini aktif menjadi pembuat konten atau content creator di media sosial.

Peserta Program Kartu Prakerja Gelombang 21 itu memilih pelatihan menjadi content creator dan pelatihan Bahasa Mandarin. Alasan pemilihan pelatihan itu karena dia ingin serius menjadi pembuat konten yang mendapatkan pendapatan dari media sosial.

Sementara pelatihan Bahasa Mandarin dipilihnya karena melihat penghasilan tinggi penerjemah bahasa asing itu.

Dari penghasilan sebagai pembuat konten dia bisa mendapatkan setidaknya Rp1 juta per bulan, mengingat posisinya masih dalam kategori nano influencer atau pembuat konten yang memiliki followers 1.000 hingga 10.000 orang.

"Saya masih di nano influencer. Saat ini memang belum ada personal branding, tapi ketika ada tawaran saya terima," kata Natalia, ketika ditemui di acara Kartu Prakerja di Bali.

Profesi programmer dan pembuat konten menjadi salah satu bukti telah terjadinya percepatan digitalisasi di pasar kerja, ditandai dengan munculnya jenis pekerjaan baru dan menurunnya kebutuhan akan beberapa pekerjaan tradisional.

Tahun 2020, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Bank Dunia menciptakan suatu sistem pemantauan keterampilan yang menyelaraskan program pendidikan dan keterampilan terhadap tuntutan dunia usaha dan dunia industri.

Langkah pertama yang dilakukan dari sistem pemantauan tersebut adalah melalui penyusunan Daftar Pekerjaan Kritis di Indonesia.

Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin mengatakan daftar pekerjaan kritis dikembangkan dengan menggunakan pendekatan top-down dan bottom-up.

Ia menjelaskan, dalam analisis top-down digunakan data Sakernas tahun 2014-2017 untuk melihat tren perubahan demand dan supply keterampilan tingkat nasional.

Sementara analisis bottom-up dilakukan dengan melakukan survei dan focus group discussion bersama perusahaan Indonesia untuk mengetahui data kualitatif mengenai keterampilan yang dibutuhkan, tetapi kurang tersedia.

Setelah dilakukan proses penggabungan (devotailling) dan beberapa tahap analisis, dihasilkan 35 jenis pekerjaan spesifik yang sulit terisi untuk masuk ke dalam daftar pekerjaan kritis.

Ke-35 jenis pekerjaan spesifik itu, di antaranya manajer gudang, logistik, dan orang yang mengerti urusan kepabeanan.

Kemudian, orang dengan keahlian kalibrasi, lingkungan, konstruksi, infrastruktur (sampah, drainase, jalan), quality control, perencanaan, ahli kimia/biokimia dan biologi, K3, surveyor, teknisi mesin gambar, pembangkit, perakitan logam dan perkapalan, tukang las dalam air.

Selain itu, manajer pertanian dan perkebunan, profesional di bidang hukum, keuangan/perbankan (treasurer, broker, dealer) dan asuransi (aktuaria, underwriter); desainer grafis, desainer layout dan animator, penenun dan perajin batik, hingga pengemudi truk berat.

Hasil kajian COL ini dapat menjadi dasar perumusan berbagai kebijakan oleh pemangku kepentingan, terutama terkait pendidikan, pelatihan, upaya-upaya aktif dalam meningkatkan keterampilan pekerja; dan juga sebagai jembatan antara supply dan demand Tenaga Kerja.

Di dunia internasional, daftar pekerjaan kritis telah digunakan untuk menyusun kebijakan pendidikan dan migrasi tersasar yang menangani kesenjangan keterampilan kritis.

Tak hanya itu, daftar pekerjaan kritis juga membantu para pembuat kebijakan untuk menentukan investasi-investasi program pelatihan, penyesuaian insentif untuk program pemagangan, serta keterampilan-keterampilan mana saja yang harus dikembangkan oleh pencari kerja untuk meningkatkan nilai mereka di pasar tenaga kerja.

Dengan adanya daftar ini, maka ketidaksesuaian tenaga kerja dengan kebutuhan industri dapat terus diperkecil ke depannya.

Program Kartu Prakerja berhasil menjawab kebutuhan dunia usaha dan industri sekaligus menumbuhkan antusiasme masyarakat.


Tantangan ke depan

Perkembangan teknologi digital membuat banyak pekerjaan semakin mudah. Di sisi lain, kondisi itu mengancam lapangan kerja manusia karena bisa digantikan oleh mesin.

Berdasarkan Laporan World Economic Forum – Future of Jobs 2020 diperkirakan ada 85 juta pekerjaan manusia yang akan tergantikan mesin, namun akan muncul 97 juta pekerjaan baru yang melibatkan manusia, mesin dan algoritma sebelum 2025.

Dalam laporan itu juga menyebutkan, pada tahun 2025 akan terdapat 43 persen pelaku industri yang melakukan reduksi atau pengurangan jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari penerapan integrasi teknologi.

Masih dalam laporan yang sama, terdapat 10 tren lapangan kerja baru di bidang teknologi digital yang permintaannya semakin meningkat di Indonesia, yakni data analyst and scientist, big data specialist, artificial intelligence dan machine learning specialist.

Kemudian, digital marketing and strategy specialist, renewable energy engineer, process automation specialist, internet of things specialist, digital transformation specialist, business services and administration manager, dan business development professional.

Berdasarkan data marketplace pencarian kerja Ekrut, profesi di bidang software engineering paling banyak dicari perusahaan dengan persentase sebesar 64,64 persen, diikuti data science 23,66 persen, dan product management 11,70 persen.

Direktur Pemantauan dan Evaluasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Cahyo Prihadi mengatakan pelatihan melalui Program Kartu Prakerja relevan dengan kebutuhan industri saat ini.

"Kita coba bagaimana pelatihan yang ada diselenggarakan Kartu Prakerja relevan dengan dunia industri yang sekarang," ujar Cahyo ketika memberikan kuliah umum di STITEK di Kota Bontang, Kalimantan Timur beberapa waktu lalu.

Kurasi dilakukan salah satunya berdasarkan referensi COL yang disusun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Bank Dunia.

Relevansi memenuhi kebutuhan industri itu dinilai penting karena masih belum optimalnya kemampuan dari angkatan kerja di Tanah Air.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 terdapat 144 juta orang angkatan kerja di Indonesia. Namun, 83 persen di antaranya belum pernah mengikuti pelatihan.

Untuk itu, Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja terus melakukan kurasi untuk memastikan bahwa pelatihan yang diberikan di dalam program tersebut akan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja untuk menyerap angkatan kerja Indonesia.

Kartu Prakerja sendiri sampai menjelang akhir 2022 ini telah dirasakan 16,42 juta orang di 514 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia.

Lewat Kartu Prakerja yang menyediakan 1.224 program pelatihan vokasi itu diharapkan dapat membantu menjawab tantangan tren pasar kerja dan mendorong para pekerja di Indonesia menghadapi berbagai perubahan yang ada dengan kompetensi mumpuni.