Jakarta (ANTARA) - Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Itje Chodijah mengatakan pengajuan elemen budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) merupakan upaya untuk melestarikan kebudayaan.


“Jadi bukan kepemilikan, melainkan bagian dari upaya pelestarian kebudayaan,” ujar Itje di Jakarta, Senin.


Dia menambahkan WBTB tersebut tidak berhubungan dengan hak paten. Elemen budaya yang bisa diusulkan tersebut, lanjut dia, bukan termasuk dalam kriteria inskripsi dan yang penting budaya itu hidup paling tidak satu hingga dua generasi di suatu masyarakat di wilayah tertentu.


Hingga 2021, terdapat sejumlah WBTB yang telah tercatat di UNESCO diantaranya wayang, keris, batik, angklung, pinisi, tiga genre tari tradisional di Bali, pencak silat dan gamelan.

Kemudian, juga terdapat tas noken dan tari Saman yang yang harus dilestarikan.

Baca juga: Kemdikbudristek ungkap strategi dalam pengajuan WBTb ke Unesco

Baca juga: Kemdikbudristek soroti pentingnya data warisan budaya tak benda daerah



Proses penetapan WBTB tersebut dimulai dari tingkat nasional, kemudian diusulkan menjadi warisan budaya ke UNESCO. Saat ini, terdapat 1.728 elemen budaya di Indonesia.


“Kita perlu setidaknya 3.000 tahun untuk dapat mengusulkan semua warisan budaya Indonesia agar tercatat di UNESCO,” terang dia.


Hal itu dikarenakan setiap tahunnya, UNESCO hanya menginskripsi 50-55 elemen budaya, sehingga diperkirakan bahwa setiap negara memiliki kesempatan untuk menominasikan satu elemen budaya setiap tahun dengan kemungkinan inskripsi dua tahun sekali.

Baca juga: Empat kesenian Bengkulu masuk Warisan Budaya Tak Benda

Baca juga: Disbudpar Sumsel usulkan 17 WBTB disertifikasi Kemendikbud