Bima Arya: HAM itu soal kepercayaan dan perlu reformasi hukum
10 Desember 2022 21:48 WIB
Bima Arya dalam sambutan Puncak Pekan HAM Kota Bogor dengan tema besar Kontekstualisasi Kearifan Lokal Dalam Pemajuan HAM dan Kota Inklusif dilaksanakan di Gedung Bakorwil, Jalan Ir H. Juanda, Kota Bogor, Sabtu (10/12/2022). (ANTARA/HO/Pemkot Bogor)
Kota Bogor (ANTARA) - Wali Kota Bogor Bima Arya berpandangan bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan soal kepercayaan dan ke depan perlu reformasi hukum agar segala sesuatu bisa disepakati dan dikerjakan bersama.
Bima Arya dalam sambutan Puncak Pekan HAM Kota Bogor dengan tema besar Kontekstualisasi Kearifan Lokal Dalam Pemajuan HAM dan Kota Inklusif dilaksanakan di Gedung Bakorwil, Jalan Ir H. Juanda, Kota Bogor, Sabtu (10/12), mengatakan HAM memiliki bentuk yang unik dan menarik serta penting karena memiliki definisi, serta persepsi yang beragam.
"Sebetulnya HAM ini adalah satu proses panjang, pergulatan manusia dari dulu sampai sekarang untuk mencari yang terbaik, berdialektika. Dan dari dulu kita berbeda pendapat banyak," jelasnya.
Dalam mencari nilai terbaik masalah HAM, kata Bima Arya, Kota Bogor memiliki bukti sejarah panjang dan memiliki nilai-nilai terbaik yang menghargai kebersamaan dalam keberagaman.
"Ada rumah ibadah berdampingan di pusat kota, ada sejarah praktek menghormati dari masa ke masa, ada Prabu Siliwangi yang dikenal sebagai pemimpin yang menghormati seluruh warga semua rakyatnya tanpa terkecuali untuk memenuhi hak haknya," katanya.
Dikatakannya, praktek-praktek tersebut lanjut Bima Arya masih terjaga dengan baik hingga saat ini di Kota Bogor.
Sebagai contoh, polemik pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor yang sempat diprotes warga setempat hingga ini telah mendapatkan lokasi pembangunan yang disepakati bersama antara Kemenkumham, Pemerintah Kota Bogor, Forkopimda dan unsur lainnya.
Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang berlokasi di Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat pada Minggu (5/12/2021).
Bima pun menerapkan bahwa pro kontra selama 15 tahun merupakan kebersamaan semua unsur masyarakat yang komunikatif dan edukatif.
Ada pula polemik HAM saat Pemkot melakukan penertiban dan relokasi pedagang kaki lima (PKL) yang sempat ditentang oleh para pedagang karena dianggap melanggar HAM, namun di sisi lain ada juga koalisi dan masyarakat pejalan kaki yang menyampaikan bahwa jalan dan trotoar adalah hak pejalan kaki.
Namun satu persatu, kata Bima Arya, permasalahan tersebut diselesaikan agar tidak menjadi warisan masalah di kepemimpinan berikutnya.
"Di Bogor PR (Pekerjaan Rumah) kita banyak, kita cicil satu persatu, Alhamdulillah bisa selesai. Isu Gereja Yasmin yang mendunia bisa kita selesaikan, tapi memang masih ada persoalan lain, persoalan rumah ibadah, ini harus juga dituntaskan karena jika tidak akan menjadi tabungan persoalan ke depan," katanya.
Bima Arya dalam sambutan Puncak Pekan HAM Kota Bogor dengan tema besar Kontekstualisasi Kearifan Lokal Dalam Pemajuan HAM dan Kota Inklusif dilaksanakan di Gedung Bakorwil, Jalan Ir H. Juanda, Kota Bogor, Sabtu (10/12), mengatakan HAM memiliki bentuk yang unik dan menarik serta penting karena memiliki definisi, serta persepsi yang beragam.
"Sebetulnya HAM ini adalah satu proses panjang, pergulatan manusia dari dulu sampai sekarang untuk mencari yang terbaik, berdialektika. Dan dari dulu kita berbeda pendapat banyak," jelasnya.
Dalam mencari nilai terbaik masalah HAM, kata Bima Arya, Kota Bogor memiliki bukti sejarah panjang dan memiliki nilai-nilai terbaik yang menghargai kebersamaan dalam keberagaman.
"Ada rumah ibadah berdampingan di pusat kota, ada sejarah praktek menghormati dari masa ke masa, ada Prabu Siliwangi yang dikenal sebagai pemimpin yang menghormati seluruh warga semua rakyatnya tanpa terkecuali untuk memenuhi hak haknya," katanya.
Dikatakannya, praktek-praktek tersebut lanjut Bima Arya masih terjaga dengan baik hingga saat ini di Kota Bogor.
Sebagai contoh, polemik pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor yang sempat diprotes warga setempat hingga ini telah mendapatkan lokasi pembangunan yang disepakati bersama antara Kemenkumham, Pemerintah Kota Bogor, Forkopimda dan unsur lainnya.
Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang berlokasi di Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat pada Minggu (5/12/2021).
Bima pun menerapkan bahwa pro kontra selama 15 tahun merupakan kebersamaan semua unsur masyarakat yang komunikatif dan edukatif.
Ada pula polemik HAM saat Pemkot melakukan penertiban dan relokasi pedagang kaki lima (PKL) yang sempat ditentang oleh para pedagang karena dianggap melanggar HAM, namun di sisi lain ada juga koalisi dan masyarakat pejalan kaki yang menyampaikan bahwa jalan dan trotoar adalah hak pejalan kaki.
Namun satu persatu, kata Bima Arya, permasalahan tersebut diselesaikan agar tidak menjadi warisan masalah di kepemimpinan berikutnya.
"Di Bogor PR (Pekerjaan Rumah) kita banyak, kita cicil satu persatu, Alhamdulillah bisa selesai. Isu Gereja Yasmin yang mendunia bisa kita selesaikan, tapi memang masih ada persoalan lain, persoalan rumah ibadah, ini harus juga dituntaskan karena jika tidak akan menjadi tabungan persoalan ke depan," katanya.
Pewarta: Linna Susanti
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022
Tags: