Dua Komunitas Siaga Tsunami di Padang diajukan ke UNESCO IOC
10 Desember 2022 17:55 WIB
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang Suaidi Ahadi (kiri) , Perwakilan dari UNESCO IOC Ardito M Kodijat (tengah) , Kalaksa BPBD Padang Endrizal (kanan) pada verifikasi lapangan Tsunami Ready Community di Padang, Sabtu. (Antara/Ikhwan Wahyudi)
Padang (ANTARA) - Dua Komunitas Siaga Tsunami di dua kelurahan di Kota Padang, Sumatera Barat, diajukan menjadi Komunitas Siaga Tsunami Internasional kepada Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO Intergovermental Oceanographic Commission (IOC).
"Dua kelurahan tersebut yaitu Lolong Belanti dan Purus," kata Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang Endrizal di Padang, Sabtu pada verifikasi lapangan Tsunami Ready Community oleh Tim UNESCO IOC.
Menurut dia UNESCO IOC memiliki program Tsunami Ready Community dan Pemkot Padang mengusulkan dua komunitas siaga tsunami untuk mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari Komunitas Siaga Tsunami Internasional.
Ia melihat semangat warga Padang melakukan antisipasi meminimalkan risiko jika tsunami terjadi akan melahirkan masyarakat yang sadar dan tangguh bencana.
Baca juga: Pemkot Padang bersama BMKG bentuk komunitas siaga tsunami
Baca juga: BMKG kukuhkan Kelurahan Tanjung Benoa jadi Komunitas Siaga Tsunami
"Dua kelurahan yang terpilih tersebut telah menyiapkan diri menjadi bagian dari Komunitas Siaga Tsunami Internasional yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai kelurahan tangguh bencana," kata dia.
Ia menyampaikan pada 30 September 2022 BMKG juga telah menyerahkan sertifikat Tsunami Ready Community pada dua kelurahan tersebut.
Oleh sebab itu pihaknya juga berharap dua kelurahan tersebut mendapatkan pengakuan dari UNESCO IOC.
Ia menambahkan saat ini ada 10 kelurahan lainnya di Padang yang juga tengah disiapkan komunitas siaga tsunaminya.
Sementara Kepala Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang Suaidi Ahadi menyampaikan Komunitas Siaga Tsunami merupakan program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami dengan berbasis pada 12 indikator yang telah ditetapkan UNESCO IOC.
"Harapannya adalah agar masyarakat senantiasa siap siaga dan tidak gagap dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami," kata dia.
Menurut dia, predikat komunitas siaga tsunami akan tercapai apabila semua pihak terlibat dengan berkolaborasi dan bersinergi, sehingga 12 indikator yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik.
Ke-12 indikator tersebut yaitu zona bahaya tsunami, jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi, sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi, serta adanya peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.
Lalu, informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik, sosialisasi, kesadaran masyarakat dan edukasi tersedia serta terdistribusi.
"Sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun, begitu juga pelatihan bagi dan oleh komunitas tsunami diadakan minimal dua tahun sekali," ujarnya
Indikator lainnya, yakni tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang (BPBD) selama 24 jam secara tepat waktu.
Kemudian tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan tsunami resmi 24 jam kepada publik setempat secara tepat waktu.
Sementara perwakilan dari UNESCO IOC Ardito M Kodijat menyampaikan pada 2021 telah dicanangkan oleh PBB sebagai tahun ilmu kelautan sehingga negara-negara PBB berupaya memperkuat ilmu pengetahuan kelautan.
"Salah satu sasaran adalah dicapai masyarakat yang aman dari bencana disebabkan oleh fenomena alam dari laut seperti gempa bumi dan tsunami," kata dia.
Ia menyampaikan pada 2030 semua masyarakat yang berada di daerah rawan tsunami siaga dan tangguh bila bencana terjadi.
Ia menyebutkan saat ini di seluruh dunia sudah ada 50 lebih komunitas siaga tsunami yang mendapatkan pengakuan UNESCO IOC sebagian besar di Karibian.
Di Samudra Hindia baru dua di India dan di Indonesia ada tujuh yaitu Tanjung Benoa, Tambak Rejo, Gelagah, Pangandaran, Kemadang, Panggarangan dan Kuta Mandalika.*
Baca juga: Warga usul pengakuan komunitas siaga tsunami Kelurahan Tanjung Benoa
"Dua kelurahan tersebut yaitu Lolong Belanti dan Purus," kata Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang Endrizal di Padang, Sabtu pada verifikasi lapangan Tsunami Ready Community oleh Tim UNESCO IOC.
Menurut dia UNESCO IOC memiliki program Tsunami Ready Community dan Pemkot Padang mengusulkan dua komunitas siaga tsunami untuk mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari Komunitas Siaga Tsunami Internasional.
Ia melihat semangat warga Padang melakukan antisipasi meminimalkan risiko jika tsunami terjadi akan melahirkan masyarakat yang sadar dan tangguh bencana.
Baca juga: Pemkot Padang bersama BMKG bentuk komunitas siaga tsunami
Baca juga: BMKG kukuhkan Kelurahan Tanjung Benoa jadi Komunitas Siaga Tsunami
"Dua kelurahan yang terpilih tersebut telah menyiapkan diri menjadi bagian dari Komunitas Siaga Tsunami Internasional yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai kelurahan tangguh bencana," kata dia.
Ia menyampaikan pada 30 September 2022 BMKG juga telah menyerahkan sertifikat Tsunami Ready Community pada dua kelurahan tersebut.
Oleh sebab itu pihaknya juga berharap dua kelurahan tersebut mendapatkan pengakuan dari UNESCO IOC.
Ia menambahkan saat ini ada 10 kelurahan lainnya di Padang yang juga tengah disiapkan komunitas siaga tsunaminya.
Sementara Kepala Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang Suaidi Ahadi menyampaikan Komunitas Siaga Tsunami merupakan program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami dengan berbasis pada 12 indikator yang telah ditetapkan UNESCO IOC.
"Harapannya adalah agar masyarakat senantiasa siap siaga dan tidak gagap dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami," kata dia.
Menurut dia, predikat komunitas siaga tsunami akan tercapai apabila semua pihak terlibat dengan berkolaborasi dan bersinergi, sehingga 12 indikator yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik.
Ke-12 indikator tersebut yaitu zona bahaya tsunami, jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi, sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi, serta adanya peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.
Lalu, informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik, sosialisasi, kesadaran masyarakat dan edukasi tersedia serta terdistribusi.
"Sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun, begitu juga pelatihan bagi dan oleh komunitas tsunami diadakan minimal dua tahun sekali," ujarnya
Indikator lainnya, yakni tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang (BPBD) selama 24 jam secara tepat waktu.
Kemudian tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan tsunami resmi 24 jam kepada publik setempat secara tepat waktu.
Sementara perwakilan dari UNESCO IOC Ardito M Kodijat menyampaikan pada 2021 telah dicanangkan oleh PBB sebagai tahun ilmu kelautan sehingga negara-negara PBB berupaya memperkuat ilmu pengetahuan kelautan.
"Salah satu sasaran adalah dicapai masyarakat yang aman dari bencana disebabkan oleh fenomena alam dari laut seperti gempa bumi dan tsunami," kata dia.
Ia menyampaikan pada 2030 semua masyarakat yang berada di daerah rawan tsunami siaga dan tangguh bila bencana terjadi.
Ia menyebutkan saat ini di seluruh dunia sudah ada 50 lebih komunitas siaga tsunami yang mendapatkan pengakuan UNESCO IOC sebagian besar di Karibian.
Di Samudra Hindia baru dua di India dan di Indonesia ada tujuh yaitu Tanjung Benoa, Tambak Rejo, Gelagah, Pangandaran, Kemadang, Panggarangan dan Kuta Mandalika.*
Baca juga: Warga usul pengakuan komunitas siaga tsunami Kelurahan Tanjung Benoa
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: