Semarang (ANTARA) - Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tegah, bakal menorehkan sejarah penting. Karena, di Pendopo Pura Mangkunegaran ini bakal dilangsungkan resepsi pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dengan Erina Gudono pada 11 Desember 2022.

Bagi Kaesang, lokasi resepsi in juga terasa istimewa karena kedua kakaknya, Gibran Rakabuming dan Kahiyang Ayu, dulu menggelar resepsi di Aula Serbaguna Graha Saba Buana di Solo, milik keluarga Presiden Jokowi.

Lebih dari itu, dipilihnya Pendopo Pura Mangkunegaran menyiratkan pesan pengakuan atas eksistensi kerajaan tersebut pada zaman modern, setidaknya sebagai salah satu pusat budaya Jawa.

Menjadi tempat yang dipilih dalam resepsi atau syukuran pernikahan anak Presiden tersebut bisa dijadikan momentum oleh Pura Mangkunegaran untuk lebih membuka diri terhadap dunia luar, misalnya, memberi akses kepada wisatawan untuk mengunjungi bangunan kerajaan bersejarah tersebut.

Pura Mangkunegaran tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Mataram Islam. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa garis besar isi Perjanjian Giyanti 1755 itu membagi Mataram Islam menjadi dua wilayah, yakni Kesunanan Surakarta di bawah Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kepemimpinan Pangeran Mangkubumi bergelar Hamengku Buwono I.

Jadi, Keraton Surakarta (Kesunanan) dan Mangkunegaran beda. Yang disebut terakhir ini merupakan kadipaten yang secara politik posisinya di bawah Kesunanan (Surakarta) maupun Kesultanan (Yogyakarta)

Meski demikian, Kadipaten Mangkunegaran pada tahun 1757--1946 merupakan kerajaan otonom yang memiliki wilayah luas sekaligus memiliki tentara sendiri terpisah dari Kesunanan.

Seiring dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kedua keraton tersebut telah mengambil perannya masing-masing. Namun, peran kedua keraton yang hingga kini masih terasakan adalah kontribusi mereka dalam merawat sekaligus mengembangkan seni, tradisi, dan budaya.

Begitu pula Pura Mangkunegaran. Meski secara politik posisinya di bawah Kesunanan Surakarta, mereka juga menciptakan seni, tradisi, dan budaya sendiri, yang hingga saat ini masih terawat dan terus dikembangkan.

Hasil kreasi seni dan budaya tersebut bukan saja diakui di dalam negeri, melainkan juga warga dunia, dibuktikan dengan undangan para seniman Mangkunegaran, terutama tari, untuk tampil di luar negeri.

Pada zaman ketika dunia seni, budaya, dan pariwisata kian memperoleh porsi besar dalam masyarakat global, Mangkunegaran bisa mengambil peran dan memanfaatkan tren tersebut untuk menunjukkan eksistensinya.

Oleh karena itu, resepsi pernikahan Kaesang dengan Erina Gudono di Pura Mangkunegaran, bisa dijadikan titik awal untuk membuka lebih lebar pintu gerbang keraton bagi masyarakat lokal dan mancanegara.

Pada era ketika pariwisata menjadi salah satu magnet kuat pendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan negara, bukan merupakan noda bila bangunan bersejarah itu kemudian dibenahi untuk menarik wisatawan.

Sudah menjadi kelaziman bahwa untuk merawat bangunan yang pernah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Nusantara itu, diperlukan biaya yang tidak selamanya harus menggantungkan dari anggaran negara.

Oleh karena itu, membuka diri untuk menerima kedatangan wisatawan di Pura Mangkunegaran merupakan suatu kewajaran pada zaman sekarang. Tentu tidak semua ruang dan bagian bangunan bisa diakses masyarakat umum.


Pusat kebudayaan

Sri Paduka Mangkunegara X, KGPAA Bhre Cakarahutomo Wira Sudjiwo, pun memiliki rencana merevitalisasi Pura Mangkunegaran sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa.

“Sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, kami punya amanah yang besar untuk menggali, melestarikan kebudayaan, dan mengembangkannya,” kata Mangkunegara X, usai bertemu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Juli silam.

Pura Mangkunegaran berharap ke depan bisa bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, terutama dalam kegiatan kebudayaan.

Seniman dan budayawan Pura Mangkunegaran hingga saat ini masih terus merawat dan mengembangkan seni, tradisi, dan budaya. Oleh karena itu, para senimannya juga aktif melakukan misi kebudayaan, misalnya, pada tahun ini para penari keraton diundang tampil di Malaysia, Thailand, dan Australia.

Menanggapi rencana tersebut, Ganjar Pranowo menyatakan bahwa keinginan Mangkunegaran X untuk merevitalisasi Pura Mangkunegaran itu sesuai dengan apa yang ada di pikirannya.

Selain untuk melestarikan dan mengembangkan budaya, revitalisasi Pura Mangkunegaran juga dapat membuka ruang publik untuk belajar kebudayaan Jawa, khususnya budaya keraton.

“Ini waktu yang tertunda dan saya senang karena Gusti Bhre ingin melakukan semacam revitalisasi keraton dengan keseniannya, dengan kebudayaannya. Beliau akan me-manage kondisi keraton yang ada hari ini, untuk kemudian bisa dikembangkan,” katanya, seperti dikutip laman jatengprov.go.id.

Mengenai pengembangan seni, Ganjar menyebutkan sudah ada tari karya Gusti Bhre yang ditampilkan. Begitu juga dengan ide pengembangan batik agar memiliki lebih banyak corak.

Untuk menempatkan Pura Mangkunegaran sebagai destinasi wisata unik dan eksklusif, Ganjar melontarkan ide menarik, yakni “Makan Malam Bersama Raja” atau Dinner with The King dengan menu masakan raja tempo dulu.

Ganjar memang membantu dan mendukung ide-ide kreatif dari sisi pariwisata, budaya, dan keseniannya. Dalam konteks pariwisatanya adalah pemanfaatan keraton. Ide Dinner with The King ternyata sudah dijalankan meskipun belum rutin.

“Kalau acara tersebut bisa jadi paket wisata, itu bagus,” katanya.

Meski mendorong Pura Mangkunegaran membuka diri, ia mengharapkan tetap ada pengaturan di zona keraton bagi wisatawan. Zona mana saja yang tidak boleh dimasuki para wisatawan dan zona mana turis diizinkan menjelajahi area bersejarah itu.

Salah satu yang memiliki daya tarik adalah museum, yang di dalamnya menyimpan beragam benda bersejarah, mulai dari senjata tradisional, seperti keris, pedang, tombak, peranti seni, tempat makan, peralatan upacara, hingga perhiasan raja beserta permaisuri. Koleksi museum ini dikumpulkan sejak tahun 1926.

Pura Mangkunegaran kini kembali mendapatkan momentum untuk lebih dikenal masyarakat luas menyusul digunakannya Pendopo Pura Mangkunegaran untuk resepsi pernikahan Kaesang dan Erina.