Jakarta (ANTARA) - Saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022, Kamis (9/12), Wapres RI Ma'ruf Amin sempat ditanya oleh tiga orang penyuluh antikorupsi cilik soal apakah orang yang menyontek berarti berbuat dosa.

Pertanyaan itu terlontar saat Wapres Ma'rus selesai menyampaikan sambutan pembukaan, lalu tiga penyuluh antikorupsi cilik maju ke panggung bersama dengan Abang None DKI Jakarta.

"Oh, ujiannya sudah selesai, gimana? Tadi ada yang nyontek gak?" tanya None DKI Jakarta Gisela Thesa.

"Gak ada, emangnya nyontek itu keren?" jawab Abdulloh Syafii, penyuluh antikorupsi cilik yang juga siswa kelas II SDN Pancoran 07 Jakarta.

"Tentu saja tidak. Kalau adik-adik menyontek terus dapat nilai yang bagus, itu sama saja nilainya bukan dari kemampuan kalian sendiri. Jadi, coba deh adik-adik, nilainya tidak usah terlalu dipikirin, justru lebih keren kalau adik-adik bisa mengerjakan dengan baik dan benar tanpa menyontek," kata Abang DKI Jakarta M. Dzamir Adani.

"Tapi 'kan semua orang 'kan pernah nyontek," ungkap Syafii lagi.

"Kalau Nurul dan Asfa bagaimana? Ada yang nyontek gak?" tanya Gisela.

"Sepertinya di kelas Nurul ada deh Kak," jawab Nurul Maulani, penyuluh cilik yang merupakan siswi kelas IV SDN Bukti Duri 05 Jakarta.

"Di kelas aku ada yang ketahuan menyontek sama Pak Pengawas," jawab Asfa Azita Hasti, penyuluh cilik yang juga siswi kelas VI SDN Kalibata 011.

"Kalau menyontek itu dosa enggak?" tanya Syafii.

"Ya, sudah pasti dosalah," kata Asfa dan Nurul.

Namun, Abang Dzamir mengusulkan agar para penyuluh cilik bertanya kepada Wapres Ma'ruf Amin apakah menyontek masuk dalam kategori berdosa atau tidak.

"Assalamualaikum," sapa Asfa, Nurul, dan Syafii berbarengan mendatangi tempat duduk Wapres Ma'ruf Amin.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Wapres Ma'ruf lalu menyalami ketiga penyuluh cilik tersebut.

"Mohon izin Pak Kiai, saya mau bertanya, kalau nyontek itu dosa gak?" tanya Syafii.

"Menyontek dosalah," jawab Wapres.

"Oh, begitu ya," kata Syafii.

"Iya," jawab Wapres lagi.

"Baik Pak berarti kita semua harus jujur dan percaya atas kemampuan diri kita sendiri. Betul?" kata Nurul.

"Teman-teman, dari jawaban Bapak Kiai tadi, berarti kita sebagai pelajar tidak boleh menyontek karena menyontek adalah perbuatan yang tidak jujur," ungkap Asfa

"Ya," kata Wapres.

"Kita harus kerja keras karena menyontek atau yang memberi sontekan adalah hal yang buruk, dosanya sama," sambung Asfa.

"Nah, sekarang sudah tahu 'kan dari jawaban Bapak Wakil Presiden bahwa menyontek itu merupakan perbuatan yang buruk dan juga kita sebagai rakyat yang baik dan benar tidak boleh menyontek dan berperilaku curang, ya. Sekarang kita ucapkan terima kasih yuk," kata Gisela.

"Terima kasih Bapak," kata Syafii, Asfa, dan nurul kompak.

Baca juga: Ma'ruf Amin: Pemberantasan korupsi diarahkan pada perubahan perilaku
Baca juga: Firli beberkan capaian kinerja KPK di hadapan Wapres


Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri melaporkan sejak KPK berdiri hingga saat ini sudah ada 1.479 kasus yang ditangani dengan tersangka 22 gubernur, 133 bupati/wali kota, dan 281 anggota DPR dan DPRD.

Dari jumlah itu, suap dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya pengadaan infrastruktur, jasa konstruksi, dan suap jual beli jabatan adalah yang paling banyak terjadi.

Dari sisi Perolehan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), KPK juga berhasil mengoptimalisasi penerimaan (asset recovery) sebesar Rp494,54 miliar.

KPK pun telah melakukan penyelamatan keuangan negara dan daerah sebesar Rp57,9 triliun yang terdiri atas penyelamatan/penertiban aset pemda sebesar Rp52,25 triliun (68.470 unit aset) dan Rp5,69 triliun optimalisasi pendapatan daerah (PAD).

Laporan gratifikasi yang telah ditetapkan sebagai milik negara sebanyak Rp16,69 miliar yang berasal dari sebanyak 3.445 laporan.

Sementara itu, implementasi pendidikan antikorupsi juga telah menghasilkan 397 peraturan kepala daerah untuk tingkat SD, SMP, SMA, dan sederajat, artinya 72 persen kepala daerah telah memiliki peraturan pendidikan karakter antikorupsi.

KPK juga telah mencetak 2.665 orang penyuluh antikorupsi dan 330 orang ahli pembangunan integritas.

Untuk kepatuhan terhadap pelaporan LHKPN, data yang terhimpun menyebutkan dari 383.147 orang wajib lapor, sebanyak 375.878 orang atau 98,10 persen orang telah melaporkannya.