Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi Rp3,81 miliar dalam penyaluran bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).

Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Timur Lalu Mohamad Rasyidi yang dihubungi di Mataram, Kamis, mengungkapkan dua tersangka tersebut berinisial S, mantan anggota DPRD Lombok Timur, dan Z, mantan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur.

"Terhitung mulai hari ini hingga 20 hari ke depan, kedua tersangka resmi menjalani penahanan tahap pertama. Penahanan kami titipkan di Rutan Selong, Lombok Timur," kata Rasyidi.

Dia menjelaskan penyidik melakukan penahanan usai keduanya menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka di Kantor Kejari Lombok Timur.

Karena itu, hanya tersangka lain berinisial AM, eksekutor pembentuk usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) di dua kecamatan wilayah Lombok Timur, yang belum menjalani penahanan.

"Jadi, tersangka AM mangkir dari panggilan pemeriksaan. Makanya, penyidik akan kembali melayangkan surat panggilan (pemeriksaan) kedua," ujarnya.

Lebih lanjut, Rasyidi menegaskan bahwa penahanan ini bukan bagian dari pelaksanaan pelimpahan berkas dan tersangka dari penyidik ke jaksa penuntut umum atau P-21.

"Penanganan kasus ini masih penyidikan, masih pemberkasan, belum P-21. Kami tahan untuk memudahkan proses pemberkasan," ucap dia.

Baca juga: Sejumlah anggota legislatif masuk agenda pemeriksaan korupsi alsintan

Baca juga: Presiden Jokowi bagikan ratusan unit alsintan di Gresik


Tiga tersangka dalam kasus ini disangkakan pasal 2 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik pun telah mengantongi alat bukti yang menguatkan adanya dugaan tiga tersangka secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.

Salah satunya, berkaitan dengan kerugian negara Rp3,81 miliar yang berasal dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Menurut hitungan tim audit, kerugian muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur. Ada dugaan alat pertanian tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Dugaan lain, ada sejumlah barang yang dijual dan dibagikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tercantum sebagai penerima bantuan sesuai data CPCL.

Masing-masing tersangka dalam kasus ini pun terungkap memiliki peran berbeda. Dalam satu rangkaian, tersangka S diduga berperan sebagai orang yang menyuruh tersangka AM membentuk UPJA sebagai dasar penerbitan CPCL oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.

Baca juga: Pemerintah dorong industri alsintan gunakan komponen UMKM

Data CPCL yang diterbitkan Z tidak melalui mekanisme verifikasi. Sehingga UPJA yang dibuat oleh AM atas suruhan S hanya dalam bentuk formalitas.

Proyek penyaluran bantuan alsintan melalui Dinas Pertanian Lombok Timur ini bersumber dari Bantuan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun Anggaran 2018.

Dalam pengadaan, pemerintah menyalurkan bantuan dalam bentuk alsintan untuk petani yang terdaftar dalam dua UPJA di wilayah Lombok Timur.

Bantuan alsintan itu berupa traktor roda 4 sebanyak 5 unit, Traktor roda dua sebanyak 60 unit, pompa air berdiameter 3 inci sebanyak 121 unit, pompa air irigasi sebanyak 29 unit, dan "handsprayer" sebanyak 250 unit.