Surabaya (ANTARA) - Kementerian Agama mendeklarasikan Pesantren Ramah Anak di Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah, Kota Malang, Jawa Timur, Kamis, sebagai upaya untuk melindungi para santri dari aksi kekerasan.

"Melalui Aspirasi Suara Perubahan Santri dan Deklarasi Pesantren Aman Tanpa Kekerasan kami mencoba untuk melakukan upaya pencegahan kekerasan pada anak," kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI Dr. Waryono Abdul Ghafur dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, saat Deklarasi Pesantren Aman di Pondok Pesantern Al Hayatul Islamiyah, Kamis.

Upaya kolaborasi pun dilakukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten dan Lembaga Pelatihan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia (LPKIPI) Jawa Timur bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur didukung oleh UNICEF Indonesia, serta Kanwil Kemenag Jatim dan Jateng melalui Program Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender (GBV).

Menurut dia, lingkungan pondok pesantren menjadi salah satu tempat bagi anak untuk bertumbuh. Perlu ada sistem terpadu dan komitmen bersama untuk memastikan para santri aman dari aksi kekerasan pada anak.

Selain itu, lanjut dia, perempuan dan anak memiliki peranan penting untuk dilindungi. Mereka termasuk kelompok rentan yang harus terus disiapkan sistem untuk melindungi mereka.

"Kami mau menyuarakan suara profetik dari anak. Sehingga kita bisa terus menjaga mereka dari berbagai ancaman," kata dia.

Semua pihak, lanjut dia, harus berjuang termasuk pesantren karena sampai saat ini masih ada kekerasan pada anak dan perempuan. Selama ini semua pihak banyak bergerak di sektor hilir. Ketika kasus atau kejadian sudah terjadi baru berjalan dan turun ke lapangan.

"Kami perlu bekerja keras untuk mencari solusi, salah satunya adalah sisi kebijakan. Kebijakan yang perlu dibuat buat anak biar terlindungi. Jadi upaya pencegahan di sektor hulu sangat penting," ujar dia.

Selain itu, salah satu faktor lagi adalah masalah budaya. Masih ada tradisi memperlakukan anak dengan semena-mena. Termasuk ada juga tradisi perkawinan anak yang masih juga terjadi di beberapa daerah.

"Tempo dulu suara anak tidak didengarkan, sekarang suara itu harus didengarkan. Pesantren dan semua lingkungan juga harus bisa mendengar suara anak itu," kata dia.

Baca juga: Menteri PPPA apresiasi deklarasi pesantren ramah anak di Ponorogo

Pengurus PP Al Hayatul Islamiyah Malang Nyai Hj. Anik Zulaichah menuturkan, perlindungan anak di pesantren sangat penting bagi kemajuan dunia pendidikan. Pihaknya memastikan suasana yang nyaman bagi para santri di pesantren.

"Kami siap untuk menerapkan itu dan berkomitmen bersama dalam pesantren ramah anak," kata dia.

Sebelumnya, para santri juga memberikan suaranya melalui Suara Perubahan Santri yang sudah dihimpun. Para anak ingin di pesantren menjamin, menghargai dan memenuhi hak-hak anak. Serta mewujudkan hak anak bebas dari aksi kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya di lingkungan pondok pesantren.

Serta saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam proses pembelajaran dan pengasuhan di lingkungan pondok pesantren. Termasuk juga menerapkan disiplin positif dalam pembelajaran di pondok pesantren.

"Juga mencegah perkawinan anak dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak di pondok pesantren," kata Adra Fawaid, santri dari Pesantren Alhamdulillah.

Aspirasi Suara Santri Perubahan disusun oleh 10 Pondok Pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terdiri dari Ponpes Al Asy’ariyah Wonosobo, Al Asror Semarang, Khozinatul Ulum Blora, Hidayatul Mubtadiin Cilacap, Al Anwar Rembang, Alhamdulillah Rembang, Mambaul Ulum Bondowoso, Wahyu Hidayatul Lumajang, Hidayatullah Trenggalek dan Al Hayatul Islamiyah.

Baca juga: Cegah kekerasan, Kemenag sosialisasi buku panduan pesantren ramah anak
Baca juga: IPNU Jatim apresiasi program Pesantren Ramah Anak PWNU