Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan akan menindak tegas importir daging sapi yang melakukan importasi tanpa dilengkapi Surat Persetujuan Impor (SPI) sesuai ketentuan.

Pernyataan itu disampaikan Kemendag menyusul ditemukannya 118 kontainer berisi daging sapi beku asal Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat yang diduga tidak dilengkapi SPI dan sekarang ditahan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Indikasi pelanggaran impor daging sapi tersebut telah diketahui oleh Direktorat Jenderal Perdaganan Luar Negeri Kemendang, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dan Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian pada 17 Agustus 2012.

Kontainer milik perusahaan dengan inisial PT. KSU tersebut tertahan karena masih menunggu penyelesaian proses administrasi dan belum diperbolehkan keluar wilayah kepabeanan oleh Badan Karantina sampai PT KSU mendapat izin dari Kemendag, kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Deddy Saleh, di Jakarta, Kamis.

Deddy Saleh menjelaskan bahwa alokasi impor PT KSU pada Semester II Tahun 2012 hanya sebesar 300 ton, sedangkan pada Semester I Tahun 2012 alokasi impornya sebesar 500 ton dan telah direalisasikan oleh perusahaan bersangkutan.

Sebagai ilustrasi, sebanyak 35 dari 118 kontainer tersebut berukuran 40 feet, sementara sisanya 83 kontainer berukuran 20 feet.

Jika rata-rata kontainer ukuran 40 feet berisi sekitar 26-30 ton dan kontainer 20 feet berisi sekitar 20-22 ton, maka tonase keseluruhan daging sapi impor tersebut berjumlah antara 2.570-2.876 ton.

“Jumlah ini jelas jauh melampaui alokasi impor yang diizikan Kemendag untuk PT. KSU. Ini menunjukkan perusahaan tersebut telah melakukan impor tanpa memiliki SPI sesuai dengan yang telah diterbitkan oleh Kemendag,” ujar Deddy Saleh.

Lebih lanjut, Deddy Saleh meminta agar pihak Bea Cukai dan Badan Karantina Pertanian untuk menindak tegas importir yang sengaja melakukan importasi daging sapi tanpa memiliki SPI yang sesuai dengan yang diterbitkan Kemendag.

“Pengawasan dan penerapan sanksi yang sesuai dengan ketentuan perundangan ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kembali importasi daging sapi ilegal,” tegasnya.

Terkait dengan permasalahan tersebut, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok telah meminta Balai Besar Karantina Pertanian di Tanjung Priok untuk mengklarifikasi kesesuaian dokumen karantina daging dan pihak karantina telah menjelaskan bahwa daging tersebut diragukan keabsahan SPI-nya.

Dengan kondisi tersebut, pihak karantina tidak dapat menerbitkan Dokumen Kekarantinaan yaitu KH5 (ijin bongkar) dan KH7 (ijin pemasukan ke instalasi karantina sementara/IKHS).

Dokumen itu merupakan dokumen Lartas yang harus dimasukan (upload) ke dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW) untuk selanjutnya diproses secara administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea dan Cukai.

(*)