BKKBN: Penguatan Dashat diimbangi dengan edukasi gizi seimbang
6 Desember 2022 16:20 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (kiri) bersama CEO Global Tanoto Foundation J. Satrijo Tanudjojo (kanan) saat ditemui ANTARA usai Forum Nasional Stunting di Jakarta, Selasa (6/12/2022). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti.
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan penguatan pada program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) saat ini dibarengi dengan pemberian edukasi gizi seimbang untuk masyarakat.
“Jadi ke depan kita akan meningkatkan lebih presisi lagi, lebih ke data karena sumber daya kita terbatas. Ketika pangan ada kenaikan harga, maka kita konvergen mengerucut jadi sumber daya manusia,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Forum Nasional Stunting di Jakarta, Selasa.
Hasto menuturkan penguatan pada program Dashat saat ini dilakukan dengan menyusun data-data keluarga yang berisiko stunting, supaya upaya yang dilakukan menjadi lebih tepat sasaran.
Penguatan pada data keluarga yang menjadi sasaran juga nantinya akan berguna dalam menemukan keluarga mana yang berisiko stunting dan mendapatkan program bantuan dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), namun tidak menggunakan dana tersebut untuk memberikan makanan bergizi pada anak.
Selain melakukan penguatan dari data-data, Dashat juga diintegrasikan dengan program kerja kementerian lain. BKKBN yang saat ini bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, memberikan usulan agar anggaran yang dialokasikan untuk memberikan makanan pendamping ASI yang berbentuk biskuit atau makanan pabrikan lainnya, dapat diubah menjadi dana alokasi khusus yang dikelola pihak desa.
Nantinya, dana alokasi khusus itu akan diolah oleh posyandu dan tim pendamping keluarga (TPK) yang didampingi oleh ahli gizi di tingkat kecamatan untuk membeli pangan lokal, yang akan digunakan untuk membuat menu bergizi saat memberikan sosialisasi gizi seimbang dan pentingnya protein hewani pada masyarakat.
“Jadi edukasi itu penting, kita punya sumber daya alam yang memadai dan uang yang cukup. Masa makannya salah pilih? Lebih memilih mi atau kerupuk, padahal sama-sama beli. Kenapa tidak telur atau ikan yang lebih bermanfaat?,” ujarnya.
CEO Global Tanoto Foundation J. Satrijo Tanudjojo menambahkan Indonesia merupakan negara yang tidak kekurangan sumber makanan, namun memiliki literasi yang minim akan gizi seimbang.
Banyak makanan di laut seperti ikan misalnya, tetapi keluarga yang tinggal di pesisir pantai lebih memilih untuk membeli makanan lainnya dibandingkan memberikan pangan lokal tersebut pada anak-anaknya.
Sebagai mitra kerja BKKBN, Satrijo mengatakan pihaknya akan menggencarkan edukasi melalui bidang pendidikan yang dirasa akan mempercepat penurunan stunting melalui peningkatan kualitas keluarga dan peningkatan pengetahuan para tim pendamping keluarga dari BKKBN.
“Kita juga bekerja sama dengan BKKBN, pendekatannya adalah memerangi stunting melalui keluarga. Ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas dari keluarga dan itu yang terus kita lakukan. Kerja sama ini tidak akan berhenti di tahun 2024, di 14 persen saja. Tapi akan berlanjut sampai kalau idealnya zero stunting,” ujarnya.
Baca juga: BKKBN nyatakan butuh waktu lama bagi RI untuk alami resesi seks
Baca juga: BKKBN: Kerja keras harus dilakukan guna turunkan prevalensi stunting
Baca juga: BKKBN gandeng penyuluh agama di DIY percepat penurunan angka stunting
“Jadi ke depan kita akan meningkatkan lebih presisi lagi, lebih ke data karena sumber daya kita terbatas. Ketika pangan ada kenaikan harga, maka kita konvergen mengerucut jadi sumber daya manusia,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Forum Nasional Stunting di Jakarta, Selasa.
Hasto menuturkan penguatan pada program Dashat saat ini dilakukan dengan menyusun data-data keluarga yang berisiko stunting, supaya upaya yang dilakukan menjadi lebih tepat sasaran.
Penguatan pada data keluarga yang menjadi sasaran juga nantinya akan berguna dalam menemukan keluarga mana yang berisiko stunting dan mendapatkan program bantuan dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), namun tidak menggunakan dana tersebut untuk memberikan makanan bergizi pada anak.
Selain melakukan penguatan dari data-data, Dashat juga diintegrasikan dengan program kerja kementerian lain. BKKBN yang saat ini bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, memberikan usulan agar anggaran yang dialokasikan untuk memberikan makanan pendamping ASI yang berbentuk biskuit atau makanan pabrikan lainnya, dapat diubah menjadi dana alokasi khusus yang dikelola pihak desa.
Nantinya, dana alokasi khusus itu akan diolah oleh posyandu dan tim pendamping keluarga (TPK) yang didampingi oleh ahli gizi di tingkat kecamatan untuk membeli pangan lokal, yang akan digunakan untuk membuat menu bergizi saat memberikan sosialisasi gizi seimbang dan pentingnya protein hewani pada masyarakat.
“Jadi edukasi itu penting, kita punya sumber daya alam yang memadai dan uang yang cukup. Masa makannya salah pilih? Lebih memilih mi atau kerupuk, padahal sama-sama beli. Kenapa tidak telur atau ikan yang lebih bermanfaat?,” ujarnya.
CEO Global Tanoto Foundation J. Satrijo Tanudjojo menambahkan Indonesia merupakan negara yang tidak kekurangan sumber makanan, namun memiliki literasi yang minim akan gizi seimbang.
Banyak makanan di laut seperti ikan misalnya, tetapi keluarga yang tinggal di pesisir pantai lebih memilih untuk membeli makanan lainnya dibandingkan memberikan pangan lokal tersebut pada anak-anaknya.
Sebagai mitra kerja BKKBN, Satrijo mengatakan pihaknya akan menggencarkan edukasi melalui bidang pendidikan yang dirasa akan mempercepat penurunan stunting melalui peningkatan kualitas keluarga dan peningkatan pengetahuan para tim pendamping keluarga dari BKKBN.
“Kita juga bekerja sama dengan BKKBN, pendekatannya adalah memerangi stunting melalui keluarga. Ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas dari keluarga dan itu yang terus kita lakukan. Kerja sama ini tidak akan berhenti di tahun 2024, di 14 persen saja. Tapi akan berlanjut sampai kalau idealnya zero stunting,” ujarnya.
Baca juga: BKKBN nyatakan butuh waktu lama bagi RI untuk alami resesi seks
Baca juga: BKKBN: Kerja keras harus dilakukan guna turunkan prevalensi stunting
Baca juga: BKKBN gandeng penyuluh agama di DIY percepat penurunan angka stunting
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: