Menkumham: RUU KUHP jadi peletak dasar sistem hukum pidana nasional
6 Desember 2022 15:13 WIB
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly (kiri) berofoto usai pengesahan RUU KUHP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (6/12/2022). (ANTARA/HO-Humas Kemenkumham).
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menilai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional dalam mewujudkan dekolonisasi KUHP peninggalan Kolonial Belanda.
"RUU KUHP untuk mewujudkan demokratisasi dan konsolidasi hukum pidana, adaptasi, dan harmonisasi berbagai perkembangan hukum sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana," kata Yasonna dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai RUU KUHP adalah salah satu rencana undang-undang yang disusun dalam satu sistem kodifikasi hukum nasional untuk menggantikan KUHP lama yang merupakan produk hukum pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Menurut dia, perkembangan yang terjadi dalam hukum pidana terkait erat dengan perumusan perbuatan yang dilarang, perumusan pertanggungjawaban pidana, dan perumusan sanksi pidana maupun tindakan.
"Karena itu perkembangan hukum pidana perlu diintegrasikan ke dalam hukum pidana Indonesia dengan melakukan rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana virtual maupun horizontal ke dalam satu kitab undang-undang yang sistematis," ujarnya.
Baca juga: Menkumham: Pengesahan RUU KUHP momen bersejarah bagi Indonesia
Baca juga: Menkumham: Masyarakat yang tidak setuju RUU KUHP bisa ajukan gugatan
Menurut dia, upaya rekodifikasi tersebut menghasilkan RUU KUHP yang prosesnya sudah dilakukan sejak tahun 1963. Dia menilai meskipun proses penyusunan RUU KUHP sudah berjalan lama, RUU tersebut tetap dijaga agar sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan pembaharuan hukum pidana.
"Kami berupaya untuk mengakomodasi sebaik mungkin terkait isu-isu penting yang jadi perdebatan masyarakat. Namun pada saatnya kita ambil keputusan historis terhadap RUU KUHP untuk meninggalkan warisan hukum Kolonial Hindia Belanda," katanya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, menyetujui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Setelah itu, seluruh anggota DPR yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang.
Dasco mengatakan seluruh fraksi sudah menyatakan pendapat di tingkat I terkait RUU KUHP untuk dibawa dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk pengambilan keputusan.
"RUU KUHP untuk mewujudkan demokratisasi dan konsolidasi hukum pidana, adaptasi, dan harmonisasi berbagai perkembangan hukum sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana," kata Yasonna dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai RUU KUHP adalah salah satu rencana undang-undang yang disusun dalam satu sistem kodifikasi hukum nasional untuk menggantikan KUHP lama yang merupakan produk hukum pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Menurut dia, perkembangan yang terjadi dalam hukum pidana terkait erat dengan perumusan perbuatan yang dilarang, perumusan pertanggungjawaban pidana, dan perumusan sanksi pidana maupun tindakan.
"Karena itu perkembangan hukum pidana perlu diintegrasikan ke dalam hukum pidana Indonesia dengan melakukan rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana virtual maupun horizontal ke dalam satu kitab undang-undang yang sistematis," ujarnya.
Baca juga: Menkumham: Pengesahan RUU KUHP momen bersejarah bagi Indonesia
Baca juga: Menkumham: Masyarakat yang tidak setuju RUU KUHP bisa ajukan gugatan
Menurut dia, upaya rekodifikasi tersebut menghasilkan RUU KUHP yang prosesnya sudah dilakukan sejak tahun 1963. Dia menilai meskipun proses penyusunan RUU KUHP sudah berjalan lama, RUU tersebut tetap dijaga agar sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan pembaharuan hukum pidana.
"Kami berupaya untuk mengakomodasi sebaik mungkin terkait isu-isu penting yang jadi perdebatan masyarakat. Namun pada saatnya kita ambil keputusan historis terhadap RUU KUHP untuk meninggalkan warisan hukum Kolonial Hindia Belanda," katanya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, menyetujui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Setelah itu, seluruh anggota DPR yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang.
Dasco mengatakan seluruh fraksi sudah menyatakan pendapat di tingkat I terkait RUU KUHP untuk dibawa dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk pengambilan keputusan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: