Ibu hamil dianjurkan jalani pemeriksaan untuk deteksi penularan HIV
2 Desember 2022 16:16 WIB
Arsip Foto. Petugas kesehatan melakukan tes cepat untuk mendeteksi penularan HIV pada warga di Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Minggu (20/11/2022). (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita dr. Dwinanda Aidina, Sp.A(K) menganjurkan ibu hamil menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi penularan HIV guna menekan risiko transmisi virus kepada bayi semasa kehamilan hingga pasca-persalinan.
"Ibunya harus diskrining. Lebih baik lagi kalau dia sebelum menikah sudah diskrining. Atau pada saat trimester dua atau tiga dites penyakit HIV dan penyakit-penyakit lainnya," kata Dwinanda dalam acara bincang-bincang virtual Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan yang diikuti dari Jakarta, Jumat.
Apabila penularan HIV pada ibu bisa dideteksi lebih dini, ia mengatakan, maka dokter bisa menyiapkan terapi pengobatan antiretroviral (ARV) guna menekan perkembangan virus serta mencegah ibu menularkan virus kepada bayinya.
Ia menambahkan, dokter juga bisa rutin memantau kondisi ibu untuk mengecek kemungkinan muncul efek samping penggunaan obat ARV meskipun secara umum ARV aman diberikan kepada ibu hamil.
Dia mengatakan bahwa ibu hamil dengan infeksi HIV biasanya disarankan menjalani kontrol rutin sekitar dua minggu hingga satu bulan sekali jika mengalami efek samping penggunaan obat atau masalah yang lain.
"Kami juga harus melihat evaluasi obat apakah si antivirus ini sudah efektif terhadap HIV itu dan kami juga akan mengevaluasi kepatuhan berobat si ibu hamil," katanya, menambahkan, kepatuhan mengonsumsi ARV penting untuk menghindari risiko resistensi virus terhadap obat.
Dwinanda menjelaskan, pengobatan ARV ditujukan untuk menekan replikasi HIV sampai virus tidak terdeteksi atau terdeteksi pada tingkat sangat rendah di dalam darah.
"Kalau kadarnya sangat rendah, sebetulnya sangat sangat rendah kemungkinan dia akan menularkan ke pasangannya dan sangat sangat rendah kemungkinan dia akan menularkan ke bayinya," kata dia.
Dia mengemukakan bahwa ibu dengan HIV bisa merencanakan punya anak selama syarat kepatuhan minum ARV terpenuhi dan virus HIV sudah tidak terdeteksi di dalam darahnya.
"Tetapi, nanti begitu dia melahirkan anaknya, anaknya pun juga akan mendapatkan obat pencegahan agar tidak tertular virus itu," kata Dwinanda.
Ia menjelaskan pula bahwa dokter kandungan serta dokter penyakit dalam akan bekerja sama dan memberikan berbagai saran mengenai persiapan persalinan hingga pasca-persalinan kepada ibu dengan HIV, termasuk perencanaan persalinan dan perencanaan pemberian ASI atau pendamping ASI serta pemeriksaan darah rutin.
Dwinanda mengingatkan bahwa pemerintah telah menjalankan program pencegahan HIV yang mencakup penyediaan pelayanan pemeriksaan HIV pada ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.
Baca juga:
Pemeriksaan HIV sejak dini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
Kemenkes: Skrining HIV membaik namun pengobatan masih rendah
"Ibunya harus diskrining. Lebih baik lagi kalau dia sebelum menikah sudah diskrining. Atau pada saat trimester dua atau tiga dites penyakit HIV dan penyakit-penyakit lainnya," kata Dwinanda dalam acara bincang-bincang virtual Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan yang diikuti dari Jakarta, Jumat.
Apabila penularan HIV pada ibu bisa dideteksi lebih dini, ia mengatakan, maka dokter bisa menyiapkan terapi pengobatan antiretroviral (ARV) guna menekan perkembangan virus serta mencegah ibu menularkan virus kepada bayinya.
Ia menambahkan, dokter juga bisa rutin memantau kondisi ibu untuk mengecek kemungkinan muncul efek samping penggunaan obat ARV meskipun secara umum ARV aman diberikan kepada ibu hamil.
Dia mengatakan bahwa ibu hamil dengan infeksi HIV biasanya disarankan menjalani kontrol rutin sekitar dua minggu hingga satu bulan sekali jika mengalami efek samping penggunaan obat atau masalah yang lain.
"Kami juga harus melihat evaluasi obat apakah si antivirus ini sudah efektif terhadap HIV itu dan kami juga akan mengevaluasi kepatuhan berobat si ibu hamil," katanya, menambahkan, kepatuhan mengonsumsi ARV penting untuk menghindari risiko resistensi virus terhadap obat.
Dwinanda menjelaskan, pengobatan ARV ditujukan untuk menekan replikasi HIV sampai virus tidak terdeteksi atau terdeteksi pada tingkat sangat rendah di dalam darah.
"Kalau kadarnya sangat rendah, sebetulnya sangat sangat rendah kemungkinan dia akan menularkan ke pasangannya dan sangat sangat rendah kemungkinan dia akan menularkan ke bayinya," kata dia.
Dia mengemukakan bahwa ibu dengan HIV bisa merencanakan punya anak selama syarat kepatuhan minum ARV terpenuhi dan virus HIV sudah tidak terdeteksi di dalam darahnya.
"Tetapi, nanti begitu dia melahirkan anaknya, anaknya pun juga akan mendapatkan obat pencegahan agar tidak tertular virus itu," kata Dwinanda.
Ia menjelaskan pula bahwa dokter kandungan serta dokter penyakit dalam akan bekerja sama dan memberikan berbagai saran mengenai persiapan persalinan hingga pasca-persalinan kepada ibu dengan HIV, termasuk perencanaan persalinan dan perencanaan pemberian ASI atau pendamping ASI serta pemeriksaan darah rutin.
Dwinanda mengingatkan bahwa pemerintah telah menjalankan program pencegahan HIV yang mencakup penyediaan pelayanan pemeriksaan HIV pada ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.
Baca juga:
Pemeriksaan HIV sejak dini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
Kemenkes: Skrining HIV membaik namun pengobatan masih rendah
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: