Ombudsman RI harap pemerintah pastikan keakuratan data terkait PHK
1 Desember 2022 17:48 WIB
Tangkapan layar Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi virtual diikuti dari Jakarta, Kamis (1/12/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI mengharapkan pemerintah turun ke lapangan untuk memastikan keakuratan data terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dasar untuk mencari solusi atas isu tersebut.
Dalam konferensi pers virtual diikuti di Jakarta, Kamis, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyebut terdapat perbedaan data antara pemangku kepentingan ketenagakerjaan terkait PHK.
Hal itu menyebabkan timbul kesangsian para pihak terkait data mana yang merefleksikan fakta di lapangan.
"Kenyataan di lapangan itu perlu untuk dilihat. Kami berharap Kementerian Ketenagakerjaan bisa melakukan kunjungan ke berbagai tempat terutama ke dua industri yang hari-hari ini sebagai industri yang memiliki jumlah PHK yang cukup besar baik garmen, tekstil maupun industri alas kaki," ujar Robert.
Sebelumnya, Ombudsman RI mendapatkan informasi dari Apindo dan BPJS Ketenagakerjaan terkait data PHK periode Januari-Oktober 2022 yaitu 834.037 pekerja telah mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dalam periode itu. Dengan JHT dapat dicairkan oleh pekerja anggota BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK.
Data dari Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia sepanjang 2022 telah terjadi PHK sebanyak 25.700 pekerja pada segmen industri berorientasi ekspor.
Baca juga: Ombudsman minta pemerintah periksa audit perusahaan untuk mitigasi PHK
Baca juga: Airlangga: Akselerasi ekonomi penting guna ciptakan lapangan kerja
Selain itu, ratusan ribu pekerja pada segmen produksi orientasi domestik juga mengalami dirumahkan, tidak diperpanjang masa kerja serta pengurangan jam kerja.
Sementara data Kemnaker memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang terkena PHK per Oktober 2022 mencapai 11.626 pekerja.
Dengan melihat situasi di lapangan, katanya, maka dapat memastikan akurasi data dan menemukan penyebabnya. Dia mengingatkan bahwa dampak PHK tidak bisa terlihat saat ini tapi akan dirasakan dalam beberapa bulan ke depan.
"Baiknya pemerintah kita harapkan untuk bergerak di lapangan, mencermati, melihat. Sebarkan pengawas ketenagakerjaan maupun petugas terkait untuk mencermati situasi, mengumpulkan data. Karena hanya dengan data yang valid, data yang pasti, maka kerangka tindakan bisa lebih terumuskan secara pasti," katanya.
Robert memastikan Ombudsman RI akan melakukan beberapa langkah menindaklanjuti isu PHK di Tanah Air termasuk terus menerima laporan masyarakat terkait pengaduan layanan publik ketenagakerjaan, membangun koordinasi dengan pemangku kepentingan ketenagakerjaan dan membangun jaringan kerja dengan membuka ruang dialog.
Baca juga: Kemnaker minta dilakukan dialog bipartit untuk hindari PHK
Baca juga: Kemnaker minta Depeda patuhi Permenaker susun rekomendasi UM 2023
Dalam konferensi pers virtual diikuti di Jakarta, Kamis, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyebut terdapat perbedaan data antara pemangku kepentingan ketenagakerjaan terkait PHK.
Hal itu menyebabkan timbul kesangsian para pihak terkait data mana yang merefleksikan fakta di lapangan.
"Kenyataan di lapangan itu perlu untuk dilihat. Kami berharap Kementerian Ketenagakerjaan bisa melakukan kunjungan ke berbagai tempat terutama ke dua industri yang hari-hari ini sebagai industri yang memiliki jumlah PHK yang cukup besar baik garmen, tekstil maupun industri alas kaki," ujar Robert.
Sebelumnya, Ombudsman RI mendapatkan informasi dari Apindo dan BPJS Ketenagakerjaan terkait data PHK periode Januari-Oktober 2022 yaitu 834.037 pekerja telah mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dalam periode itu. Dengan JHT dapat dicairkan oleh pekerja anggota BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK.
Data dari Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia sepanjang 2022 telah terjadi PHK sebanyak 25.700 pekerja pada segmen industri berorientasi ekspor.
Baca juga: Ombudsman minta pemerintah periksa audit perusahaan untuk mitigasi PHK
Baca juga: Airlangga: Akselerasi ekonomi penting guna ciptakan lapangan kerja
Selain itu, ratusan ribu pekerja pada segmen produksi orientasi domestik juga mengalami dirumahkan, tidak diperpanjang masa kerja serta pengurangan jam kerja.
Sementara data Kemnaker memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang terkena PHK per Oktober 2022 mencapai 11.626 pekerja.
Dengan melihat situasi di lapangan, katanya, maka dapat memastikan akurasi data dan menemukan penyebabnya. Dia mengingatkan bahwa dampak PHK tidak bisa terlihat saat ini tapi akan dirasakan dalam beberapa bulan ke depan.
"Baiknya pemerintah kita harapkan untuk bergerak di lapangan, mencermati, melihat. Sebarkan pengawas ketenagakerjaan maupun petugas terkait untuk mencermati situasi, mengumpulkan data. Karena hanya dengan data yang valid, data yang pasti, maka kerangka tindakan bisa lebih terumuskan secara pasti," katanya.
Robert memastikan Ombudsman RI akan melakukan beberapa langkah menindaklanjuti isu PHK di Tanah Air termasuk terus menerima laporan masyarakat terkait pengaduan layanan publik ketenagakerjaan, membangun koordinasi dengan pemangku kepentingan ketenagakerjaan dan membangun jaringan kerja dengan membuka ruang dialog.
Baca juga: Kemnaker minta dilakukan dialog bipartit untuk hindari PHK
Baca juga: Kemnaker minta Depeda patuhi Permenaker susun rekomendasi UM 2023
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022
Tags: