Jakarta (ANTARA) - Pasien HIV/AIDS berisiko 30 kali lipat lebih tinggi terkena tuberkulosis (TB), kata dokter spesialis penyakit dalam dr. Herikurniawan, Sp.PD, KP.

"Kalau bicara AIDS enggak afdol kalau enggak bicara TB. Kita perlu aware dengan TB ini karena pasien HIV berisiko 30 kali lipat lebih tinggi terkena TB," ujar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu dalam bincang-bincang media di Jakarta, Kamis.

Insidensi total penyakit TB tahun 2021 di Indonesia sebesar 354/100.000 populasi atau 969.000 kasus. Sedangkan, insidensi TB-HIV tahun 2021 sebesar 8,1/100.000 populasi atau 22.000 kasus.

Kematian TB non-HIV pada tahun 2021 mencapai 52/100.000 populasi atau 144.000 kasus. Sedangkan kematian TB-HIV sebesar 2,4/100.000 populasi atau 6.500 kasus.

dr. Herikurniawan mengatakan TB disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bila menginfeksi paru maka menyebabkan TB Paru, namun kuman ini juga mampu menginfeksi organ tubuh lainnya seperti hati, otak, mata hingga tulang.

Kuman ini bisa bertahan hingga suhu terendah -70 derajat, namun mati dalam beberapa menit jika terkena sinar matahari atau suhu 30-37 derajat.

TB pada non-HIV dan HIV memiliki gejala yang sama seperti batuk lebih dari dua minggu, demam berkepanjangan, penurunan berat badan, keringat malam berlebih, nafsu makan menurun, lemah dan lelah.

Namun pada pasien HIV, keluhan batuk berapapun lamanya harus tetap melakukan pemeriksaan.

"Semua pasien yang terdiagnosa HIV positif wajib dilakukan pemeriksaan TB, kita periksa dahaknya," kata dr. Herikurniawan.

Lebih lanjut, dr. Herikurniawan mengatakan pengobatan TB pada pasien HIV harus didahulukan dengan pemberian obat OAT selama 6 bulan setiap hari.

Pada pasien HIV juga sering ditemukan infeksi hati sehingga mudah terjadi efek samping obat berupa gangguan hati pada beberapa obat OAT.

Selain itu, semua pasien TB-HIV positif akan diberikan antibiotik pencegahan Kotrimoksazol untuk mencegah infeksi oportunistik lain.

"Kalau baru ketahuan HIV itu harus langsung cek TB, kalau enggak ada TB tetap harus dikasih pencegahan," ujar dr. Herikurniawan.

Baca juga: Menkes: Indonesia beri kontribusi ke Global Fund 15,5 juta dolar AS

Baca juga: Studi prediksi lonjakan kematian HIV, TB, malaria di tengah pandemi

Baca juga: TBC saingi HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama