Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (Asppuk) Emmy Astuti meminta para perempuan pelaku usaha kecil dan mikro untuk menerapkan nilai-nilai responsif gender di dalam menjalankan bisnis mereka.

“Kita dorong bagaimana mereka dalam berwirausaha itu bisa ada nilai-nilai yang mereka terapkan dalam menjalankan bisnisnya. Nilai-nilai apa saja? Nilai-nilai responsif gender, ramah lingkungan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia,” kata Emmy dalam media gathering yang digelar Oxfam di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa nilai dalam kewirausahaan responsif gender diartikan sebagai upaya bagaimana suatu wirausaha yang dijalankan sekaligus dapat mengatasi isu-isu ketidakadilan gender yang muncul serta memiliki tanggung jawab sosial.

Baca juga: KemenPPPA cetak wirausaha perempuan mulai tingkat desa

“Memang sudah ada juga yang menjalankan, tetapi belum banyak. Orang kebanyakan hanya mengejar profit saja, tanggung jawab sosialnya tidak ada. Kewirausahaan sosial itu belum banyak digeluti oleh masyarakat kita sebenarnya,” ujar Emmy.

Dia menyebutkan nilai-nilai responsif gender dapat mencakup menciptakan produk atau kemasan yang ramah lingkungan; memberdayakan perempuan-perempuan lain dan kelompok disabilitas; mulai menerapkan standar-standar sesuai dengan aturan yang berlaku seperti membayar THR karyawan, memberikan curi haid dan cuti melahirkan, hingga membuat kebijakan operasional yang antikekerasan seksual.

“Termasuk pembagian kerja adil gender dalam rantai nilai usaha. Dalam semua rantai nilai usaha atau tahapan aktivitas dari A sampai Z dia menghasilkan produk, itu kita dorong bagaimana pembagian kerja adil gender dalam rantai nilai ini dalam bisnis yang dijalankan,” kata Emmy.

Dia mengingatkan bahwa mayoritas atau 60 persen dari total sekitar 65 juta UMKM di Indonesia dijalankan oleh perempuan. Meski demikian, Emmy menyoroti masih banyak hambatan yang dihadapi perempuan pelaku usaha, terutama terkait dengan kendala kultural yang masih menomorduakan posisi perempuan dan melabelkan stereotipe negatif pada perempuan pebisnis.

Baca juga: Pemberdayaan perempuan wirausaha dinilai percepat kesetaraan gender

“Kendala-kendala kultural seperti itu yang ingin kita akhiri dengan kewirausahaan responsif gender ini,” ujar dia.

Selain itu, Emmy turut mendorong agar perempuan pelaku usaha kecil mikro memiliki motivasi jangka panjang tentang bagaimana bisnis yang dijalankan bisa mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan.

“Perempuan harus berpikir begitu. Makanya kepemimpinan perempuan dalam bisnis itu harus ada. Dan visinya tidak boleh yang hanya pendek-pendek, hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menyekolahkan anak. Tapi dia harus jadi wirausaha sukses,” kata dia.

Dia mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) belum lama ini telah mengeluarkan Pedoman Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan Berperspektif Gender yang dalam penyusunannya melibatkan organisasi-organisasi perempuan di antaranya termasuk Asppuk.

Baca juga: LPDB: Perempuan miliki peran penting dalam dunia usaha

Dia menjelaskan pedoman tersebut akan menjadi pedoman bagi seluruh lintas sektor di kementerian atau lembaga dalam melaksanakan program kewirausahaan perempuan. Dengan adanya pedoman tersebut, Emmy berharap nantinya pemerintah dapat mendorong lebih banyak kegiatan-kegiatan terkait kewirausahaan yang mengimplementasikan isu-isu gender.