Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan salah satu penyebab realisasi belanja APBD rendah karena saat pertengahan 2022, pemerintah mengalihkan alokasi dana penanganan COVID-19 untuk keperluan program lain.

“Ada alokasi untuk penanganan COVID-19 yang relatif sudah bisa lebih tertangani, kemudian kita minta alihkan untuk program lain,” kata Airlangga di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Kamis.

Selain pengalihan dana penanganan COVID-19, kata Airlangga, pemerintah juga mengalokasikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk subsidi transportasi bagi pemerintah daerah guna mengantisipasi inflasi.

“Penanganan subsidi transportasi agar biaya angka inflasi tidak naik. Kemarin kita sudah rapatkan tentang 15 daerah yang inflasinya lebih tinggi dari nasional,” ujar dia, tanpa memerinci 15 daerah tersebut.

Baca juga: Airlangga: Akselerasi ekonomi penting guna ciptakan lapangan kerja

Namun, Airlangga optimis realisasi APBD dalam satu bulan terakhir di 2022 akan meningkat. Pemerintah pusat sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait upaya-upaya yang harus dilakukan.

“Nanti kita dorong di Desember ini harus digenjot,” kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (30/11) menyoroti dana APBD yang masih mengendap di perbankan hingga Rp278 triliun.

Jokowi menilai dana Rp278 triliun sangat besar jika hanya disimpan di bank. Padahal jika dana tersebut dibelanjakan, maka akan menumbuhkan perekonomian di daerah.

Terlebih, saat ini situasi perekonomian global sedang tertekan. Semestinya, kata Jokowi, stimulus fiskal berupa dana dari APBD segera dicairkan untuk memacu kegiatan ekonomi masyarakat.

“Saya sudah perintahkan ke Mendagri (Tito Karnavian), tolong ini cek satu per satu ada persoalan apa,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, hingga akhir November 2022, total realisasi belanja daerah baru mencapai 62 persen, sedangkan belanja pemerintah pusat baru sebesar 76 persen.

Baca juga: Menko Perekonomian ingatkan Pemda jaga stabilitas harga sembako