Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin menegaskan prestasi olahraga Indonesia harus dicapai dengan murni hasil pembinaan dan kerja keras dan terbebas dari doping.

"Kita menginginkan prestasi olahraga Indonesia bagus di tingkat dunia. Prestasi didapatkan hasil dari pembinaan dan kerja keras, disiplin, bukan menghalalkan segala cara termasuk doping,” tutur Zainudin dalam seminar akbar “Sinergi Stakeholder Dalam Mewujudkan Olahraga Indonesia Bebas Doping” di Jakarta, Rabu.

Seminar akbar soal anti doping ini untuk pertama dilakukan oleh Organisasi Anti-Doping Indonesia (IADO) yang dulu bernama LADI, sejak organisasi tersebut berdiri pada 2006.

Kegiatan tersebut dinilai penting tidak hanya untuk menyosialisasikan aturan anti-doping kepada seluruh induk cabang olahraga, pelatih, dan atlet, tetapi juga menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menciptakan olahraga yang bersih dan sportif apalagi dengan kehadiran perwakilan WADA dalam kegiatan tersebut.

Adapun materi seminar disampaikan langsung oleh Manajer WADA untuk kantor Asia Oceania Saravana Perumal dan Director General Organisasi Anti-Doping Asia Tenggara (SEARADO) Gobinathan Niar.

Baca juga: IADO gelar seminar akbar tingkatkan kualitas kegiatan anti-doping

"Kegiatan ini bisa membuat citra (positif) Indonesia di mata WADA dan negara lain bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang punya komitmen olahraga yang sportif dan disiplin tentang anti-doping," kata Zainudin.

Indonesia sempat dijatuhi sanksi WADA karena tidak patuh dalam menerapkan tes anti-doping. Hukuman tersebut membuat Indonesia kehilangan haknya dalam kejuaraan dunia termasuk larangan mengibarkan bendera Merah Putih dan menjadi tuan rumah ajang internasional.

"Aturan WADA itu sangat lengkap. Pada saat kena sanksi saya kira baru kita sadar kita sangat penting tahu tentang anti-doping. Saya harap sanksi itu yang terakhir, kita punya pelajaran yang sangat berharga terhadap anti-doping dan sanksi yang kita terima," kata Menpora.

Sementara itu, Ketua Umum IADO Gatot S. Dewa Broto menyampaikan sanksi yang didapat Indonesia dulu bukan karena semata akibat penemuan kasus doping, melainkan karena lembaga anti-doping di Indonesia yang tidak profesional.

“Itu ternyata tidak semata-mata karena ada atlet atau banyak atlet yang kena doping. Sebenarnya hanya dua atlet yang terkena doping, tapi karena good governance di Indonesia tidak rapih. Seperti yang tadi disampaikan WADA, kami tidak patuh dengan pelaksanaan aturan, komunikasi tidak rapih dan yang paling pokok adalah kewajiban-kewajiban WADA terpenuhi," ucap Gatot.

Oleh karena itu, seminar kali ini disebut menjadi sangat penting untuk menyadarkan kembali para pemangku kepentingan olahraga agar taat terhadap aturan anti-doping.

Baca juga: PSSI: FIFA belum balas surat soal penggunaan stadion Piala Dunia U-20