Kurs dolar AS hampir Rp16.000, ini tips jaga stabilitas rupiah
29 November 2022 15:16 WIB
Teller memegang mata uang Dolar AS dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Kurs Rupiah ditutup Rp14.999 per Dolar AS pada perdagangan Rabu (6/7) hari ini, melemah 0,03 persen ketimbang posisi penutupan perdagangan kemarin (5/7) pada Rp 14.994 per dolar AS. ANTARA FOTO/Subur Atmamihardja/wsj/foc.
Jakarta (ANTARA) - Perusahaan konsultan Grant Thornton Indonesia memberikan tiga tips menyikapi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang dalam beberapa hari belakangan terus melemah mendekati Rp16.000 per dolar AS.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan di Jakarta, Selasa, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini merupakan tantangan yang cukup berat di tengah upaya Indonesia keluar dari jurang inflasi dampak pandemi COVID-19 dan juga perang Ukraina-Rusia yang belum kunjung selesai.
"Sebagai warga negara yang baik, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia saling bahu membahu meringankan dan membantu pemerintah untuk memperkuat kembali nilai tukar rupiah dengan cara-cara yang paling mudah untuk kita lakukan namun jika dilakukan dengan cukup masif dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ungkapnya.
Baca juga: Rupiah melemah tipis, tertekan dampak demo di China & komentar The Fed
Johanna menjabarkan tiga tips menyikapi kenaikan dolar AS. Pertama, yakni tetap membeli produk dalam negeri dan menahan diri untuk membeli produk impor.
"Semakin tinggi impor maka nilai tukar rupiah semakin lemah. Oleh karena itu, salah satu langkah mudah yang bisa kita lakukan bersama-sama adalah mengurangi pembelian produk impor," jelas Johanna.
Langkah ini juga mampu membantu industri wirausaha Tanah Air sehingga dapat semakin berkembang dan diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran.
Tips kedua, yaitu tidak menimbun dolar dan segera menukarkannya dengan rupiah. Aksi tersebut dinilai akan mendorong permintaan rupiah sehingga nilai tukarnya semakin menguat.
"Apabila ada beberapa orang yang menyimpan dolar sebagai bagian dari portofolio keuangannya, akan sangat membantu apabila mereka menukarkan sebagian dari simpanan dolar mereka menjadi rupiah," imbuhnya.
Baca juga: Dolar bertahan kuat di Asia, dipicu kekhawatiran China terkait COVID
Tips ketiga, yaitu tetap berinvestasi di dalam negeri. Salah satu pilihan terbaik adalah berinvestasi pada aset yang tidak bergantung terhadap kurs dolar, salah satunya di Surat Utang Negara (SUN).
"Belum lama, pemerintah Indonesia menerbitkan SUN dengan seri SBR004. SBR004 merupakan instrumen investasi yang tepat di tengah penurunan kurs rupiah saat ini. Masyarakat dapat membantu pemerintah dengan berinvestasi di instrumen investasi dalam negeri seperti membeli ORI atau SBN," kata Johanna.
Kurs rupiah pagi ini melemah 8 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp15.730 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.722 per dolar AS. Di beberapa bank, dolar AS sudah dijual Rp 15.900-an.
Beberapa faktor atau sentimen yang masih menekan rupiah, salah satunya demonstrasi besar-besaran di China yang bisa mengganggu perekonomiannya dan berdampak negatif ke perekonomian negara lain yang terkait erat dengan perekonomian China.
Selain itu, kebijakan suku bunga tinggi The Fed untuk menekan turun inflasi AS juga turut memicu penguatan dolar AS.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan di Jakarta, Selasa, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini merupakan tantangan yang cukup berat di tengah upaya Indonesia keluar dari jurang inflasi dampak pandemi COVID-19 dan juga perang Ukraina-Rusia yang belum kunjung selesai.
"Sebagai warga negara yang baik, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia saling bahu membahu meringankan dan membantu pemerintah untuk memperkuat kembali nilai tukar rupiah dengan cara-cara yang paling mudah untuk kita lakukan namun jika dilakukan dengan cukup masif dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ungkapnya.
Baca juga: Rupiah melemah tipis, tertekan dampak demo di China & komentar The Fed
Johanna menjabarkan tiga tips menyikapi kenaikan dolar AS. Pertama, yakni tetap membeli produk dalam negeri dan menahan diri untuk membeli produk impor.
"Semakin tinggi impor maka nilai tukar rupiah semakin lemah. Oleh karena itu, salah satu langkah mudah yang bisa kita lakukan bersama-sama adalah mengurangi pembelian produk impor," jelas Johanna.
Langkah ini juga mampu membantu industri wirausaha Tanah Air sehingga dapat semakin berkembang dan diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran.
Tips kedua, yaitu tidak menimbun dolar dan segera menukarkannya dengan rupiah. Aksi tersebut dinilai akan mendorong permintaan rupiah sehingga nilai tukarnya semakin menguat.
"Apabila ada beberapa orang yang menyimpan dolar sebagai bagian dari portofolio keuangannya, akan sangat membantu apabila mereka menukarkan sebagian dari simpanan dolar mereka menjadi rupiah," imbuhnya.
Baca juga: Dolar bertahan kuat di Asia, dipicu kekhawatiran China terkait COVID
Tips ketiga, yaitu tetap berinvestasi di dalam negeri. Salah satu pilihan terbaik adalah berinvestasi pada aset yang tidak bergantung terhadap kurs dolar, salah satunya di Surat Utang Negara (SUN).
"Belum lama, pemerintah Indonesia menerbitkan SUN dengan seri SBR004. SBR004 merupakan instrumen investasi yang tepat di tengah penurunan kurs rupiah saat ini. Masyarakat dapat membantu pemerintah dengan berinvestasi di instrumen investasi dalam negeri seperti membeli ORI atau SBN," kata Johanna.
Kurs rupiah pagi ini melemah 8 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp15.730 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.722 per dolar AS. Di beberapa bank, dolar AS sudah dijual Rp 15.900-an.
Beberapa faktor atau sentimen yang masih menekan rupiah, salah satunya demonstrasi besar-besaran di China yang bisa mengganggu perekonomiannya dan berdampak negatif ke perekonomian negara lain yang terkait erat dengan perekonomian China.
Selain itu, kebijakan suku bunga tinggi The Fed untuk menekan turun inflasi AS juga turut memicu penguatan dolar AS.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: